Contoh Soal Teknik dan Rumus Membaca Cepat
Contoh Soal Teknik dan Rumus Membaca Cepat - Seberapa sering kalian membaca? Berapa lama waktu yang kalian butuhkan dalam memahami suatu bacaan? Pertanyaan-pertanyaan itu kerap muncul saat kita berbicara tentang proses membaca. Tradisi membaca yang semakin memudar di kalangan remaja membuat kemampuan memahami bacaan juga ikut berkurang. Padahal, membaca adalah aktivitas yang sangat penting dalam mengembangkan segala yang kita miliki, baik kognitif, kreativitas, maupun karakter. Singkat kata, kita butuh membaca.
Membaca merupakan suatu aktivitas kompleks yang melibatkan tidak hanya proses berpikir, tetapi juga meliputi penggunaan imajinasi dan kreativitas. Setiap bacaan adalah hasil olah pikir seseorang. Ia merupakan bentuk realisasi penggambaran pemikiran. Itulah sebabnya kita membutuhkan daya imajinasi dalam memahaminya.
Kadang kala, suatu kondisi memaksa kita untuk dapat membaca cepat dan memahami isinya dalam waktu yang sangat singkat. Jika jarang berlatih, kita tidak hanya sulit memahami isi, tetapi juga akan mudah lelah, bosan, dan sulit berkonsentrasi.
Membaca merupakan suatu aktivitas kompleks yang melibatkan tidak hanya proses berpikir, tetapi juga meliputi penggunaan imajinasi dan kreativitas. Setiap bacaan adalah hasil olah pikir seseorang. Ia merupakan bentuk realisasi penggambaran pemikiran. Itulah sebabnya kita membutuhkan daya imajinasi dalam memahaminya.
Kadang kala, suatu kondisi memaksa kita untuk dapat membaca cepat dan memahami isinya dalam waktu yang sangat singkat. Jika jarang berlatih, kita tidak hanya sulit memahami isi, tetapi juga akan mudah lelah, bosan, dan sulit berkonsentrasi.
Berikut adalah hal-hal yang seharusnya tidak kita lakukan saat membaca.
- Vokalisasi Membaca dengan bersuara dapat memperlambat pembacaan karena kalian harus mengucapkan kata demi kata dengan kata lengkap.
- Gerak bibir Sebagian orang membaca dengan menggerakkan bibir seakan bergumam. Sekalipun tidak bersuara, hal ini pun dapat memperlambat membaca.
- Gerak kepala Kita pun kadang terbiasa menggerakkan kepala dari margin kiri ke kanan. Hal ini tentu akan memperlambat pembacaan karena gerakan mata lebih cepat dari gerakan kepala.
- Menunjuk dengan jari Ini adalah hal yang tidak perlu kita lakukan karena cukup dengan mata, kita mampu membedakan setiap baris bacaan.
- Regresi Regresi atau mengulang kembali adalah hambatan serius dalam membaca. Regresi dapat mengacaukan susunan kata yang berakibat pada kacaunya susunan makna. Ini terjadi karena kita kurang berkonsentrasi.
- Subvokalisasi Melafalkan bacaan di dalam hati dapat menghambat pikiran kita dalam memahami bacaan karena kalian akan lebih memerhatikan bagaimana pelafalan yang benar daripada berusaha memahami ide bacaan.
Dari poin-poin di atas sebenarnya dapat kita simpulkan satu pemahaman. Ingatlah dan pastikan bahwa pikiran kita dapat memproses lebih cepat dibandingkan mulut, kepala, atau jari tangan. Percayalah pada pikiran kalian saat membaca.
Bagaimana Mengetahui Kecepatan Membaca?
Satu hal penting yang perlu kita ketahui adalah bahwa seseorang dikatakan mampu membaca cepat jika dalam per menitnya mampu membaca tiga ratus kata dengan pemahaman bacaan minimal 75 %
Bagaimana rumus dasarnya?
Ini adalah rumus dasar yang bisa kita gunakan untuk menghitung kecepatan membaca.
Bagaimana Mengetahui Kecepatan Membaca?
Satu hal penting yang perlu kita ketahui adalah bahwa seseorang dikatakan mampu membaca cepat jika dalam per menitnya mampu membaca tiga ratus kata dengan pemahaman bacaan minimal 75 %
Bagaimana rumus dasarnya?
Ini adalah rumus dasar yang bisa kita gunakan untuk menghitung kecepatan membaca.
Rumus persentase pemahaman
Pada halaman selanjutnya, kalian akan berlatih membaca cepat. Bacalah teks pada halaman setelah ini lalu hitung kecepatan membacamu dan tes pemahamanmu dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaannya tanpa melihat kembali pada teks. Selamat berlatih!
Antara Preskriptivisme dan Gaya Bahasa Masyarakat
Bukan maksud untuk bersikap preskriptif (benar salah) terhadap ilmu bahasa. Saya sejalan dengan yang dikatakan oleh Kridalaksana (1982: 83) bahwa benar salahnya bahasa bukanlah soal yang mahapenting dan bahkan dapat menggiring kita dalam suatu pemikiran yang berbahaya. Hanya saja, dengan melihat betapa carut-marutnya pemahaman kita terhadap bahasa Indonsia, ini mengajak kita untuk lebih berpikir kritis tentang baik benarnya penggunaan bahasa Indonesia, terlebih ketika berhadapan dengan ragam tulis.
Kita tetap perlu memiliki standardisasi pemakaian bahasa, dalam hal ini dalam pemakaian ragam formal, sebab sudah kadung adanya bahwa masyarakat kita hanya memahami ragam nonformal tanpa mengetahui ragam formalnya. Memang, bukanlah sebuah kesalahan ketika kita menggunakan ragam kata nonbaku semisal senen, bale warga, ekstrim atau secara lebih luas dalam bentuk struktur kalimat saya sudah kemukakan masalah itu dan saya menceritakan kepada gadis itu tentang kisah menyeramkan. Akan tetapi, apakah masyarakat Indonesia memahami sepenuhnya bahwa hal-hal tersebut salah?
Kata senen, misalnya, mungkin setiap orang paham bahwa kata yg baku adalah Senin. Namun, bagaimana dengan ekstrim, konkrit, atau komplit? Berdasarkan keputusan Kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, semua istilah internasional dalam lapangan ilmiah dan kebudayaan diterima dengan ketentuan diselaraskan dengan lisan Indonesia. Huruf-huruf vokal dalam istilah ilmiah bahasa aslinya, jika dimiliki juga oleh bahasa Indonesia, tidak akan diambil alih dan tetap sesuai dengan bentuk aslinya. Oleh karena itu, kata-kata athlete, system, dan practice akan tetap mempertahankan unsur vokalnya, yaitu atlet, sistem, dan praktik, sementara silabe /th/ menjadi /t/, fonem /y/ menjadi /i/, dan fonem /c/ menjadi /k/ atau /s/. Dengan demikian, kata-kata yang baku seharusnya ekstrem, konkret, dan komplet.
Oleh: Muhammad Irfan Sulistya
Kita tetap perlu memiliki standardisasi pemakaian bahasa, dalam hal ini dalam pemakaian ragam formal, sebab sudah kadung adanya bahwa masyarakat kita hanya memahami ragam nonformal tanpa mengetahui ragam formalnya. Memang, bukanlah sebuah kesalahan ketika kita menggunakan ragam kata nonbaku semisal senen, bale warga, ekstrim atau secara lebih luas dalam bentuk struktur kalimat saya sudah kemukakan masalah itu dan saya menceritakan kepada gadis itu tentang kisah menyeramkan. Akan tetapi, apakah masyarakat Indonesia memahami sepenuhnya bahwa hal-hal tersebut salah?
Kata senen, misalnya, mungkin setiap orang paham bahwa kata yg baku adalah Senin. Namun, bagaimana dengan ekstrim, konkrit, atau komplit? Berdasarkan keputusan Kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, semua istilah internasional dalam lapangan ilmiah dan kebudayaan diterima dengan ketentuan diselaraskan dengan lisan Indonesia. Huruf-huruf vokal dalam istilah ilmiah bahasa aslinya, jika dimiliki juga oleh bahasa Indonesia, tidak akan diambil alih dan tetap sesuai dengan bentuk aslinya. Oleh karena itu, kata-kata athlete, system, dan practice akan tetap mempertahankan unsur vokalnya, yaitu atlet, sistem, dan praktik, sementara silabe /th/ menjadi /t/, fonem /y/ menjadi /i/, dan fonem /c/ menjadi /k/ atau /s/. Dengan demikian, kata-kata yang baku seharusnya ekstrem, konkret, dan komplet.
Oleh: Muhammad Irfan Sulistya
Waktu selesai: pukul __menitdetik___
Lama membaca: __menitdetik
Totaldetik jadikan menit _menit
Panjang bacaan: ___kata
Lama membaca: __menitdetik
Totaldetik jadikan menit _menit
Panjang bacaan: ___kata
S1
Berikut adalah hal yang tidak boleh dilakukan dalam membaca, kecuali….
S2
Regresi adalah….
S3
Jumlah kata yang harus dibaca dalam satu menit dalam membaca cepat adalah….
S4
Untuk dapat dikatakan mampu dalam membaca cepat, persentase pemahaman yang harus kita peroleh adalah….
S5
Melafalkan dalam hati atau mengeja kata-kata dalam hati saat membaca disebut….
S6
Alasan mengapa kita tidak boleh melakukan gerakan jari atau kepala saat membaca adalah….
S7
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang bertipologi aglutinatif. Tipologi aglutinatif menekankan perubahan bentuk kata dengan cara menempelkan morfem-morfem lain pada kata tersebut. Salah satunya adalah dengan memberikan imbuhan. Oleh karena itu, dalam mempelajari bahasa Indonesia kita diwajibkan mengetahui bentuk imbuhan seperti awalan, sisipan, akhiran, imbuhan gabung, dan campuran.
Maksud dari paragraf di atas adalah….
S8
Bacalah paragraf di bawah ini dan jawab pertanyaannya dalam waktu satu menit!
Berbicara merupakan aktivitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Oleh karena itu, gangguan berbicara ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori. Pertama, gangguan mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik. Kedua, gangguan berbicara psikogenik.
Jenis-jenis gangguan berbicara yang diterangkan dalam paragraf di atas adalah….
S9
Baca dan jawab pertanyaan dalam waktu satu menit!
Gangguan berbicara faktor pulmonal adalah gangguan berbicara yang dialami oleh para penderita penyakit paru-paru. Para penderita ini memiliki kekuatan pernapasan yang sangat kurang. Gangguan berbicara ini dapat diperhatikan dari nada yang monoton, volume suara kecil, nada terputus-putus. Gangguan ini tidak memengaruhi struktur kalimat dan maknanya.
Ciri apa saja yang dapat kita lihat dari penderita gangguan berbicara pulmonal,kecuali….
S10
Baca dan jawab pertanyaan dalam waktu satu menit!
Istilah kognisi berkaitan dengan peristiwa mental yang terlibat dalam proses pengenalan tentang dunia yang melibatkan cara berpikir sehingga secara umum, kognisi bisa dianggap bersinonim dengan kata berpikir.
Dari sekian banyak kajian tentang proses berpikir pada anak-anak dalam usia yang berbeda, Piaget menyatakan bahwa ada beberapa tahap perkembangan kognitif anak. Tahapan itu adalah tahap sensomotorik, praoperasional, operasional konkret, dan tahap operasional formal.
Berikut yang tidak termasuk ke dalam tahap perkembangan kognisi anak, yaitu....