Contoh Soal Evaluasi Isi Penggalan Novel
Contoh Soal Evaluasi Isi Penggalan Novel - Pada dasarnya, sebuah novel merupakan opini atau pendapat yang hendak disampaikan penulis terhadap berbagai persoalan hidup yang ada di dunia. Solusi-solusi yang ditawarkan dalam sebuah novel tidak hanya berisikan angan-angan belaka. Banyak sekali, karya-karya novel yang berdasarkan kisah nyata dan menyediakan gambaran solusi permasalahan yang nyata. Adapun, sifat novel yang berisikan teks cerita fiksi tentu berisi juga hal-hal yang direkayasa. Meskipun demikian, solusi dalam novel tidak sedikit yang dijadikan referensi ilmiah dalam menyelesaikan permasalahan hidup. Misalnya saja, dalam novel Laskar Pelangi diutarakan pendapat mengenai kondisi belajar-mengajar yang manusiawi, sehingga banyak dijadikan rujukan penelitian tentang pendidikan.
Pendapat-pendapat yang ada dalam teks cerita fiksi dibawakan oleh tokoh rekaan sang penulis. Keadaan tokoh dan keadaan sekitar tokoh menjadi media untuk menyampaikan informasinya. Keterangan tempat dan waktu, yang dalam hal ini adalah latar, menjadi bingkai dari keadaan faktual sekitar pembaca. Maka dari itu, seorang penulis fiksi akan memaparkan masalah sebagai konflik cerita. Sebelumnya penulis akan menggambarkan penyebab masalah dan di akhir cerita penulis akan menggambarkan akibat masalah atau solusi dari permasalahan yang dihadapi sang tokoh utama.
Konflik dalam novel sangat kompleks atau dengan kata lain dapat terdiri lebih dari satu konflik, akan tetapi, terdapat satu benang merah sebagai ide cerita utama. Jalinan-jalinan masalah tersebut nantinya akan bermuara pada satu masalah utama di puncak rangkaian cerita.
Pendapat-pendapat yang ada dalam teks cerita fiksi dibawakan oleh tokoh rekaan sang penulis. Keadaan tokoh dan keadaan sekitar tokoh menjadi media untuk menyampaikan informasinya. Keterangan tempat dan waktu, yang dalam hal ini adalah latar, menjadi bingkai dari keadaan faktual sekitar pembaca. Maka dari itu, seorang penulis fiksi akan memaparkan masalah sebagai konflik cerita. Sebelumnya penulis akan menggambarkan penyebab masalah dan di akhir cerita penulis akan menggambarkan akibat masalah atau solusi dari permasalahan yang dihadapi sang tokoh utama.
Konflik dalam novel sangat kompleks atau dengan kata lain dapat terdiri lebih dari satu konflik, akan tetapi, terdapat satu benang merah sebagai ide cerita utama. Jalinan-jalinan masalah tersebut nantinya akan bermuara pada satu masalah utama di puncak rangkaian cerita.
SOAL 1
Perhatikan penggalan novel berikut ini!
Orang-orang yang mendaki bukit merasa lelah setibanya di puncak. Tapi kemudian mereka melihat toko kristal yang menjual teh mint menyegarkan. Mereka pun masuk untuk minum teh, yang disajikan dalam gelas-gelas kristal yang indah.
(Sang Alkemis– Paulo Coelho. Hlm. 77)
Amanat penggalan novel di atas adalah ….
SOAL 2
Perhatikan penggalan teks cerita fiksi berikut ini.
…
Si orang Inggris bertanya, apakah mereka dalam bahaya.
“Begitu kau menapakkan kaki di padang pasir, kau tidak akan bisa mundur lagi,” kata si pemandu unta, “dan kalau kau tak bisa mundur lagi, kau hanya perlu memikirkan cara terbaik untuk maju terus. Selebihnya terserah pada Allah, termasuk bahaya yang mungkin akan mengintai.”
Dia mengakhiri kalimatnya dengan mengatakan kata misterius itu, “Maktub.”
(Sang Alkemis – Paulo Coelho. Hlm. 100)
…
Si orang Inggris bertanya, apakah mereka dalam bahaya.
“Begitu kau menapakkan kaki di padang pasir, kau tidak akan bisa mundur lagi,” kata si pemandu unta, “dan kalau kau tak bisa mundur lagi, kau hanya perlu memikirkan cara terbaik untuk maju terus. Selebihnya terserah pada Allah, termasuk bahaya yang mungkin akan mengintai.”
Dia mengakhiri kalimatnya dengan mengatakan kata misterius itu, “Maktub.”
(Sang Alkemis – Paulo Coelho. Hlm. 100)
Berdasarkan kutipan di atas, penulis bermaksud mengajak pembaca untuk ….
SOAL 3
Cermati penggalan dialog novel berikut ini!
“Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?” tanya si anak, ketika mereka mendirikan tenda pada hari itu.
“Sebab, di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada.”
“Tetapi hatiku gelisah,” kata si anak. “Hatiku menyimpan mimpi-mimpi, menjadi emosional, dan mendambakan seorang wanita gurun. Hatiku meminta banyak hal, dan membuatku tidak bisa tidur bermalam-malam saat aku memikirkan wanita itu.”
“Kalau begitu, baguslah. Berarti hatimu hidup. Jangan berhenti mendengarkan suaranya.”
(Sang Alkemis – Paulo Coelho. Hlm. 165)
“Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?” tanya si anak, ketika mereka mendirikan tenda pada hari itu.
“Sebab, di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada.”
“Tetapi hatiku gelisah,” kata si anak. “Hatiku menyimpan mimpi-mimpi, menjadi emosional, dan mendambakan seorang wanita gurun. Hatiku meminta banyak hal, dan membuatku tidak bisa tidur bermalam-malam saat aku memikirkan wanita itu.”
“Kalau begitu, baguslah. Berarti hatimu hidup. Jangan berhenti mendengarkan suaranya.”
(Sang Alkemis – Paulo Coelho. Hlm. 165)
Hal yang tidak layak dijadikan teladan dari perilaku si anak dalam teks di atas adalah ….
SOAL 4
Perhatikan kutipan teks cerita berikut!
Agustus 1992, penduduk desa masih menaati anjuran pemerintah untuk mengikuti KB. Maka, jumlah rumah penduduk bisa dihitung jari, di sepanjang perjalanan Terminal Parungkuda menuju Desa Kabandungan. Akses pembangunan masih jauh dari gaung Repelita. Aspal berlubang di tengah membuat kendaraan bermesin 2500 cc ini menghentak-hentak. Kedua sisi per keong berkarat, seakan tak kuasa menahan kargo dalam jumlah besar. Penumpang berjejalan dengan berbagai hasil tani dan ternak yang gagal terjual di pasar. Galon bensin di atas kap menambah kesan ramai. Seperti mobil pawai rakyat. Bertolak belakang dengan jalur jalan yang sepi. Sopir angkot dan warga sepakat kendaraan umum hanya berlaku hingga pukul tiga sore. Warisan cerita seram dijadikan alasan keterbatasan ini.
Parungkuda sendiri berjarak 30 KM dari Kota Sukabumi. Sedangkan, jarak Parungkuda hingga ujung jalan aspal kabandungan mencapai 40 KM. Kanan kiri jalan, masih rimbun dengan pepohonan dari abad lampau. Aura kesejukan melegakan hidung penumpang. Terlebih saat mobil membelah tebing gunung Salak. Gunung besar ini masih asri, karena kearifan lokal yang menyertainya. Begitupun saat warga Kabandungan dengan sopan meminta perusahaan asing PT. Unocal untuk tidak beroperasi di wilayah mereka. Sayang, keinginan pemerintah saat itu tidak sejalan dengan harapan masyarakat sekitar. Dengan pongah, perusahaan penambang gas bumi ini, menancapkan sauhnya di kilometer 20, kaki gunung Salak.
(Kaeru Michi - Panji Pratama. Hlm. 15)
Agustus 1992, penduduk desa masih menaati anjuran pemerintah untuk mengikuti KB. Maka, jumlah rumah penduduk bisa dihitung jari, di sepanjang perjalanan Terminal Parungkuda menuju Desa Kabandungan. Akses pembangunan masih jauh dari gaung Repelita. Aspal berlubang di tengah membuat kendaraan bermesin 2500 cc ini menghentak-hentak. Kedua sisi per keong berkarat, seakan tak kuasa menahan kargo dalam jumlah besar. Penumpang berjejalan dengan berbagai hasil tani dan ternak yang gagal terjual di pasar. Galon bensin di atas kap menambah kesan ramai. Seperti mobil pawai rakyat. Bertolak belakang dengan jalur jalan yang sepi. Sopir angkot dan warga sepakat kendaraan umum hanya berlaku hingga pukul tiga sore. Warisan cerita seram dijadikan alasan keterbatasan ini.
Parungkuda sendiri berjarak 30 KM dari Kota Sukabumi. Sedangkan, jarak Parungkuda hingga ujung jalan aspal kabandungan mencapai 40 KM. Kanan kiri jalan, masih rimbun dengan pepohonan dari abad lampau. Aura kesejukan melegakan hidung penumpang. Terlebih saat mobil membelah tebing gunung Salak. Gunung besar ini masih asri, karena kearifan lokal yang menyertainya. Begitupun saat warga Kabandungan dengan sopan meminta perusahaan asing PT. Unocal untuk tidak beroperasi di wilayah mereka. Sayang, keinginan pemerintah saat itu tidak sejalan dengan harapan masyarakat sekitar. Dengan pongah, perusahaan penambang gas bumi ini, menancapkan sauhnya di kilometer 20, kaki gunung Salak.
(Kaeru Michi - Panji Pratama. Hlm. 15)
Nilai budaya dalam kutipan tersebut adalah ....
SOAL 5
Perhatikan cuplikan novel berikut.
(1) “Penat pinggangku duduk di kursi dan berasa pirai kakiku duduk berjuntai, Hanafi,” sahut ibunya. Kesenangan ibu hanyalah duduk di bawah sebab semenjak ingatku duduk di bawah saja.”
(2) ”Itulah salahnya, Ibu, bangsa kita dari kampung; tidak suka menurutkan putaran zaman. Lebih suka duduk rungkuh dan duduk mengukul saja sepanjang hari. Tidak ubah dengan kerbau bangsa kita, Bu! Dan dengan sirih menyirih itu….brrrrr!”
(3) Akhirnya, kedua orang itu tidak berani lagi mengubah sesuatu apa di dalam rumah, melainkan dibersihkannya saja sesuatu sudut di muka dapur, di sanalah ia bersenda gurau atau menerima tamu yang datang.
(4) Makin lama makin bimbanglah hatinya melihat anak yang kebelanda-belandaan itu.
(5) Pakaiannya cara Belanda, pergaulannya dengan orang Belanda saja. Jika ia berbahasa Melayu, meskipun dengan ibunya sendiri maka dipergunakan bahasa Riau dan kepada orang yang di bawahnya ia berbahasa cara orang Betawi.
(Salah Asuhan, Abdul Muis)
Kalimat yang menunjukkan bahwa tokoh Hanafi telah melupakan jati dirinya sebagai orang Indonesia adalah nomor ….
(1) “Penat pinggangku duduk di kursi dan berasa pirai kakiku duduk berjuntai, Hanafi,” sahut ibunya. Kesenangan ibu hanyalah duduk di bawah sebab semenjak ingatku duduk di bawah saja.”
(2) ”Itulah salahnya, Ibu, bangsa kita dari kampung; tidak suka menurutkan putaran zaman. Lebih suka duduk rungkuh dan duduk mengukul saja sepanjang hari. Tidak ubah dengan kerbau bangsa kita, Bu! Dan dengan sirih menyirih itu….brrrrr!”
(3) Akhirnya, kedua orang itu tidak berani lagi mengubah sesuatu apa di dalam rumah, melainkan dibersihkannya saja sesuatu sudut di muka dapur, di sanalah ia bersenda gurau atau menerima tamu yang datang.
(4) Makin lama makin bimbanglah hatinya melihat anak yang kebelanda-belandaan itu.
(5) Pakaiannya cara Belanda, pergaulannya dengan orang Belanda saja. Jika ia berbahasa Melayu, meskipun dengan ibunya sendiri maka dipergunakan bahasa Riau dan kepada orang yang di bawahnya ia berbahasa cara orang Betawi.
(Salah Asuhan, Abdul Muis)
Kalimat yang menunjukkan bahwa tokoh Hanafi telah melupakan jati dirinya sebagai orang Indonesia adalah nomor ….
SOAL 6
Perhatikan teks novel berikut.
Kulihat Srintil termagu. Napasnya masih memburu. Rona wajahnya berubah. Terkesan rasa kecewa. Ronggeng Dukuh Paruk itu tetap berdiri seperti batu-batu nisan di belakangnya. Tanpa gerak.
“Kita tak bisa berbuat sembrono di tempat ini “ kataku sambil membenahi pakaian Srintil.”
“Ya, tetapi kau sungguh bangsat.”
“Maafkan aku, Srin. Sungguh! Aku minta engkau jangan marah padaku,” kataku menirukan cara seorang kacung yang minta belas kasihan kepada majikannya.
Dengan sabar kutunggu sampai Srintil tenang kembali seperti biasa.
“Ya, Rusus. Aku tidak marah.”
“Begitulah seharusnya. Apalagi bila kita mengingat cerita itu.”
“Kau benar. Untung kau memperingatkan aku. Kalau tidak, entah apalah jadinya.”
Cerita yang dimaksud adalah sebagai dongeng yang dimiliki oleh Dukuh Paruk. Konon menurut dongeng tersebut, pernah ada pasangan manusia mati di pekuburan itu dalam keadaan tidak senonoh. Mereka kena kutuk setelah berzina di atas makan Ki Secamenggala. Semua orang Dukuh Paruk percaya akan kebenaran cerita itu.
(Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari)
Kulihat Srintil termagu. Napasnya masih memburu. Rona wajahnya berubah. Terkesan rasa kecewa. Ronggeng Dukuh Paruk itu tetap berdiri seperti batu-batu nisan di belakangnya. Tanpa gerak.
“Kita tak bisa berbuat sembrono di tempat ini “ kataku sambil membenahi pakaian Srintil.”
“Ya, tetapi kau sungguh bangsat.”
“Maafkan aku, Srin. Sungguh! Aku minta engkau jangan marah padaku,” kataku menirukan cara seorang kacung yang minta belas kasihan kepada majikannya.
Dengan sabar kutunggu sampai Srintil tenang kembali seperti biasa.
“Ya, Rusus. Aku tidak marah.”
“Begitulah seharusnya. Apalagi bila kita mengingat cerita itu.”
“Kau benar. Untung kau memperingatkan aku. Kalau tidak, entah apalah jadinya.”
Cerita yang dimaksud adalah sebagai dongeng yang dimiliki oleh Dukuh Paruk. Konon menurut dongeng tersebut, pernah ada pasangan manusia mati di pekuburan itu dalam keadaan tidak senonoh. Mereka kena kutuk setelah berzina di atas makan Ki Secamenggala. Semua orang Dukuh Paruk percaya akan kebenaran cerita itu.
(Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari)
Ungkapan yang sesuai dengan sikap Rasus dalam kutipan tersebut adalah ….
SOAL 7
Berikut ini adalah novel-novel yang populer di Indonesia
1. Sitti Nurbaya, Marah Roesli, 1922
2. Badai Pasti Berlalu, Marga T, 1974
3. Harimau Harimau, Mochtar Loebis, 1975
4. Salah Asoehan, Abdoel Moeis, 1928
5. Bumi Manusia, Pramudya Ananta Toer, 1980
6. Sengsara Membawa Nikmat, Tulis Sutan Sati, 1929
7. Saman, Ayu Utami, 1998
8. Sang Pemimpi, Andrea Hirata, 2006
9. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, HAMKA, 1938
10. Pulang, Leila S. Chudori, 2012
Novel yang berasal dari angkatan balai pustaka adalah ….
1. Sitti Nurbaya, Marah Roesli, 1922
2. Badai Pasti Berlalu, Marga T, 1974
3. Harimau Harimau, Mochtar Loebis, 1975
4. Salah Asoehan, Abdoel Moeis, 1928
5. Bumi Manusia, Pramudya Ananta Toer, 1980
6. Sengsara Membawa Nikmat, Tulis Sutan Sati, 1929
7. Saman, Ayu Utami, 1998
8. Sang Pemimpi, Andrea Hirata, 2006
9. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, HAMKA, 1938
10. Pulang, Leila S. Chudori, 2012
Novel yang berasal dari angkatan balai pustaka adalah ….
SOAL 8
Perhatikan kutipan teks novel berikut.
(1) Aku sedang memandikan Anto ketika penjaga telepon memanggilku. Ada interlokal. Aku tergesa ke luar. Dengan gugup aku memegang pesawat telepon.
(2) “Dati?”
(3) “Ya.”
(4) Bukan suara Wija! Hatiku semakin bergetar kecemasan.
(5) “Siapa di situ?”
(6) “Mas Jat.”
(7) Ah, aku menarik nafas.
(1) Aku sedang memandikan Anto ketika penjaga telepon memanggilku. Ada interlokal. Aku tergesa ke luar. Dengan gugup aku memegang pesawat telepon.
(2) “Dati?”
(3) “Ya.”
(4) Bukan suara Wija! Hatiku semakin bergetar kecemasan.
(5) “Siapa di situ?”
(6) “Mas Jat.”
(7) Ah, aku menarik nafas.
(Hati yang Damai, NH Dini, hlm. 29)
Kalimat yang menunjukan suasana kelegaan berada pada nomor ….
Kalimat yang menunjukan suasana kelegaan berada pada nomor ….
SOAL 9
Perhatikan kutipan berikut!
(1) “Asti ada?”
(2) “Tidak ada.”
(3) “Dia tidur di tempatmu, bukan?”
(4) “Ya.” Sebentar aku tertegun. Lalu kuteruskan, “dua hari yang lalu dia tidur di sini. Kemudian kawannya mengundangnya. Jadi, dia di rumah temannya sekarang. Dia akan kembali, sebab kulihat barang-barangnya masih di sini.
(5) Aku dengar Mas Jat mengeluh perlahan.
(6) “Ada perlu mas Jat?”
(7) “Tidak aku hanya ingin bicara.”
(8) “Rindu?”
(9) Aku dengar dia mengeluh lagi.
(Hati yang Damai, NH Dini, hlm. 29)
(1) “Asti ada?”
(2) “Tidak ada.”
(3) “Dia tidur di tempatmu, bukan?”
(4) “Ya.” Sebentar aku tertegun. Lalu kuteruskan, “dua hari yang lalu dia tidur di sini. Kemudian kawannya mengundangnya. Jadi, dia di rumah temannya sekarang. Dia akan kembali, sebab kulihat barang-barangnya masih di sini.
(5) Aku dengar Mas Jat mengeluh perlahan.
(6) “Ada perlu mas Jat?”
(7) “Tidak aku hanya ingin bicara.”
(8) “Rindu?”
(9) Aku dengar dia mengeluh lagi.
(Hati yang Damai, NH Dini, hlm. 29)
Informasi yang didapatkan dari tokoh Mas Jat adalah ….
SOAL 10
Perhatikan kutipan novel berikut!
“Gue va,” kata anak itu.
“Inilah tugas seorang laki-laki.”
Mereka menyusuri jalan ke arah gubuk si tua dan sepanjang jalan yang masih gelap, orang-orang lalu-lalang dengan kaki telanjang membawa tiang-tiang perahu mereka.
(Lelaki Tua dan Laut, Ernest Hemingway)
“Gue va,” kata anak itu.
“Inilah tugas seorang laki-laki.”
Mereka menyusuri jalan ke arah gubuk si tua dan sepanjang jalan yang masih gelap, orang-orang lalu-lalang dengan kaki telanjang membawa tiang-tiang perahu mereka.
(Lelaki Tua dan Laut, Ernest Hemingway)
Pengaruh asing yang terdapat dalam penggalan teks novel tersebut ialah ....