Contoh Soal Nasionalisme Cina
Contoh Soal Nasionalisme Cina - Cina adalah sebuah negara besar yang dihuni banyak penduduk dengan bentuk pemerintahan bersifat kekaisaran. Sejak masa peradaban Cina Kuno, wilayah ini diperintah oleh sebuah dinasti yang berganti seiring dengan konfrontasi yang dilakukan untuk mengambil alih kekuasaan. Nasionalisme di Cina mencuat pada masa dinasti terakhir Kekaisaran.
Dinasti Manchu adalah dinasti terakhir yang memerintah di Cina. Dalam pemerintahannya, terjadi penolakan dari rakyat Cina karena mereka menganggap Dinasti Manchu adalah orang asing yang berasal dari Asia Tengah dan bukan dari rakyat Cina sendiri. Kaisar yang pernah memerintah di masa Dinasti Manchu, antara lain, K'ang Hsi (1662–1722) dan Ch'ien Lung (1736–1796).
Berikut adalah beberapa bentuk perlawanan rakyat dan faktor-faktor eksternal lainnya yang mendesak turunnya Dinasti Manchu sebagai pemegang kekuasaan di Cina:
1) Perang Candu (1839-1842)
Perang timbul dari upaya protes Kekaisaran terhadap aktivitas Inggris yang memasukkan candu ke wilayah Cina tanpa membayar cukai kepada Kekaisaran. Sebagai bentuk perlawanan, Komisioner Cina pada saat itu, Lin Tse Hsu membuang muatan candu Inggris sebanyak 20.000 peti ke laut. Tindakan tersebut menimbulkan kerugian di pihak , sekaligus menyulut perang Cina dengan Inggris yang baru berakhir pada 29 Agustus 1842 dengan kemenangan pihak Inggris. Kekalahan Cina dalam perang memaksa mereka menyetujui Isi Perjanjian Nanking yang berisi:
• Cina menyerahkan Hongkong kepada Inggris,
• Cina mengganti kerugian perang kepada Inggris, dan
• Lima kota pelabuhan di Cina, (Canton, Amoy, Foochow, Ningpo, serta Shanghai) dibuka untuk perdagangan asing.
Berkurangnya kedaulatan Kekaisaran Cina di negerinya sendiri menimbulkan dampak negatif bagi posisi Dinasti Manchu di dunia internasional dan terlebih di kalangan rakyatnya sendiri. Pemerintahan hanya dianggap sebagai boneka dari imperialis asing. Terlebih pasca perjanjian Nanking, banyak kebijakan kekaisaran yang dinilai pro Barat dengan alasan untuk mencari pemasukan guna menutupi kerugian Inggris dalam Perang Candu. Lambat laun, muncullah gerakan untuk menentang masuknya imperialis Barat dan Dinasti Manchu.
2) Pemberontakan T’ai Ping
Pemberontakan ini adalah perlawanan yang khusus dilakukan oleh rakyat Cina untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu. Penyebab munculnya pemberontakan ini, antara lain:
• Hilangnya kepercayaan rakyat Cina terhadap Dinasti Manchu, terlebih pasca Perang Candu.
• Pungutan pajak terlalu tinggi untuk menutupi terkurasnya kas Kekaisaran yang dipakai untuk mengganti kerugian perang pihak Inggris.
• Berkembangnya agama Kristen, dengan salah satu pemimpin pemberontakan adalah Hung Hsiu Chuan yang menyebarluaskan ajaran Kristen sekaligus berupaya untuk menggulingkan Kekaisaran yang dinilai sudah tidak berpihak lagi kepada rakyat. Dalam perlawanannya di Nanking, Hung Hsiu Chuan mengangkat dirinya sebagai T'ien Wang (Kaisar Langit) dan kerajaannya dinamakan T'ai Ping Tien Kuo (Kerajaan Surga yang Abadi). Pemberontakan ini akhirnya berhasil dipadamkan oleh Dinasti Manchu pada tahun 1864.
3) Perang Cina-Jepang (1894-1895)
Perang ini melibatkan dua negara yang berebut wilayah Korea. Semula wilayah Korea adalah jajahan Cina, namun perlahan Jepang mulai menunjukkan ketertarikan terhadap wilayah ini dan memulai perang melawan Cina yang berakhir pada 17 April 1895 dengan kemenangan di pihak Jepang. Pertempuran akhirnya menghasilkan perjanjian pasca perang, ‘Perjanjian Shimonoseki’, yang isinya sebagai berikut:
• Cina mengakui kemerdekaan Korea,
• Penyerahan Kepulauan Pescadores dan Taiwan kepada Jepang, dan
• Cina menyerahkan ganti rugi perang kepada Jepang dengan jumlah yang sudah ditentukan.
4) Ajaran Sun Yat Sen
Sun Yat Sen adalah salah seorang tokoh nasional Cina dengan pokok ajarannya San Min Chu I (Tiga Asas Kerakyatan), yaitu min t'sen (kebangsaan atau nasionalisme), min tsu (kerakyatan atau demokrasi), dan min sheng (kesejahteraan atau sosialisme). Melalui ajarannya, Sun Yat Sen mencita-citakan sebuah pemerintahan yang demokratis bagi rakyat Cina, persatuan seluruh wilayah Cina, dan sejajarnya rakyat Cina dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya setelah runtuhnya Dinasti Manchu.
Perjuangan yang dilakukannya berhasil menghimpun kekuatan massa di Cina bagian Selatan untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu. Perlawanan ini berbentuk revolusi yang berpusat di Wuchang pada 10 Oktober 1911. Revolusi berhasil menggulingkan Dinasti Manchu sekaligus mengantarkan Sun Yat Sen menjadi Presiden pertama Cina dengan wilayah kekuasaan meliputi wilayah Cina Selatan.
Pada 12 Februari 1912, wilayah Cina Utara dengan Kaisar Yuan Shih Kai turut menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan kepada pemerintahan Sun Yat Sen. Beberapa hari berselang, tepatnya 15 Februari 1912, Sun Yat Sen memilih untuk mengundurkan diri sebagai Presiden guna menghindari perang saudara dengan pihak Yuan Shih Kai yang juga berambisi menjadi Presiden. Setelah pengunduran diri itu, Yuan Shih Kai mengambil alih posisi presiden dan memerintah dengan sistem diktator. Pemerintahannya berakhir pada 1916 setelah Yuan Shih Kai meninggal dan Sun Yat Sen kembali berkuasa sebagai Presiden di Cina. Sun Yat Sen digantikan oleh Chiang Kai Sek pada 1925 setelah meninggal dunia.
Dalam pemerintahannya, Chiang Kai Sek menggandeng para intelijen komunis untuk mengalahkan panglima-panglima perang di wilayah kecil Cina. Strategi tersebut berhasil dengan baik. Namun, salah satu perwira intelijen, Mao Zedong, memukul balik pemerintahan dengan menggandeng Uni Soviet untuk mendirikan RRC (Republik Rakyat Cina). Dukungan dari Uni Soviet dan sebagian besar rakyat tidak bisa ditandingi oleh Chiang Kai Sek yang saat itu menerima bantuan dari Amerika Serikat.
1) Perang Candu (1839-1842)
Perang timbul dari upaya protes Kekaisaran terhadap aktivitas Inggris yang memasukkan candu ke wilayah Cina tanpa membayar cukai kepada Kekaisaran. Sebagai bentuk perlawanan, Komisioner Cina pada saat itu, Lin Tse Hsu membuang muatan candu Inggris sebanyak 20.000 peti ke laut. Tindakan tersebut menimbulkan kerugian di pihak , sekaligus menyulut perang Cina dengan Inggris yang baru berakhir pada 29 Agustus 1842 dengan kemenangan pihak Inggris. Kekalahan Cina dalam perang memaksa mereka menyetujui Isi Perjanjian Nanking yang berisi:
• Cina menyerahkan Hongkong kepada Inggris,
• Cina mengganti kerugian perang kepada Inggris, dan
• Lima kota pelabuhan di Cina, (Canton, Amoy, Foochow, Ningpo, serta Shanghai) dibuka untuk perdagangan asing.
Berkurangnya kedaulatan Kekaisaran Cina di negerinya sendiri menimbulkan dampak negatif bagi posisi Dinasti Manchu di dunia internasional dan terlebih di kalangan rakyatnya sendiri. Pemerintahan hanya dianggap sebagai boneka dari imperialis asing. Terlebih pasca perjanjian Nanking, banyak kebijakan kekaisaran yang dinilai pro Barat dengan alasan untuk mencari pemasukan guna menutupi kerugian Inggris dalam Perang Candu. Lambat laun, muncullah gerakan untuk menentang masuknya imperialis Barat dan Dinasti Manchu.
2) Pemberontakan T’ai Ping
Pemberontakan ini adalah perlawanan yang khusus dilakukan oleh rakyat Cina untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu. Penyebab munculnya pemberontakan ini, antara lain:
• Hilangnya kepercayaan rakyat Cina terhadap Dinasti Manchu, terlebih pasca Perang Candu.
• Pungutan pajak terlalu tinggi untuk menutupi terkurasnya kas Kekaisaran yang dipakai untuk mengganti kerugian perang pihak Inggris.
• Berkembangnya agama Kristen, dengan salah satu pemimpin pemberontakan adalah Hung Hsiu Chuan yang menyebarluaskan ajaran Kristen sekaligus berupaya untuk menggulingkan Kekaisaran yang dinilai sudah tidak berpihak lagi kepada rakyat. Dalam perlawanannya di Nanking, Hung Hsiu Chuan mengangkat dirinya sebagai T'ien Wang (Kaisar Langit) dan kerajaannya dinamakan T'ai Ping Tien Kuo (Kerajaan Surga yang Abadi). Pemberontakan ini akhirnya berhasil dipadamkan oleh Dinasti Manchu pada tahun 1864.
3) Perang Cina-Jepang (1894-1895)
Perang ini melibatkan dua negara yang berebut wilayah Korea. Semula wilayah Korea adalah jajahan Cina, namun perlahan Jepang mulai menunjukkan ketertarikan terhadap wilayah ini dan memulai perang melawan Cina yang berakhir pada 17 April 1895 dengan kemenangan di pihak Jepang. Pertempuran akhirnya menghasilkan perjanjian pasca perang, ‘Perjanjian Shimonoseki’, yang isinya sebagai berikut:
• Cina mengakui kemerdekaan Korea,
• Penyerahan Kepulauan Pescadores dan Taiwan kepada Jepang, dan
• Cina menyerahkan ganti rugi perang kepada Jepang dengan jumlah yang sudah ditentukan.
4) Ajaran Sun Yat Sen
Sun Yat Sen adalah salah seorang tokoh nasional Cina dengan pokok ajarannya San Min Chu I (Tiga Asas Kerakyatan), yaitu min t'sen (kebangsaan atau nasionalisme), min tsu (kerakyatan atau demokrasi), dan min sheng (kesejahteraan atau sosialisme). Melalui ajarannya, Sun Yat Sen mencita-citakan sebuah pemerintahan yang demokratis bagi rakyat Cina, persatuan seluruh wilayah Cina, dan sejajarnya rakyat Cina dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya setelah runtuhnya Dinasti Manchu.
Perjuangan yang dilakukannya berhasil menghimpun kekuatan massa di Cina bagian Selatan untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu. Perlawanan ini berbentuk revolusi yang berpusat di Wuchang pada 10 Oktober 1911. Revolusi berhasil menggulingkan Dinasti Manchu sekaligus mengantarkan Sun Yat Sen menjadi Presiden pertama Cina dengan wilayah kekuasaan meliputi wilayah Cina Selatan.
Pada 12 Februari 1912, wilayah Cina Utara dengan Kaisar Yuan Shih Kai turut menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan kepada pemerintahan Sun Yat Sen. Beberapa hari berselang, tepatnya 15 Februari 1912, Sun Yat Sen memilih untuk mengundurkan diri sebagai Presiden guna menghindari perang saudara dengan pihak Yuan Shih Kai yang juga berambisi menjadi Presiden. Setelah pengunduran diri itu, Yuan Shih Kai mengambil alih posisi presiden dan memerintah dengan sistem diktator. Pemerintahannya berakhir pada 1916 setelah Yuan Shih Kai meninggal dan Sun Yat Sen kembali berkuasa sebagai Presiden di Cina. Sun Yat Sen digantikan oleh Chiang Kai Sek pada 1925 setelah meninggal dunia.
Dalam pemerintahannya, Chiang Kai Sek menggandeng para intelijen komunis untuk mengalahkan panglima-panglima perang di wilayah kecil Cina. Strategi tersebut berhasil dengan baik. Namun, salah satu perwira intelijen, Mao Zedong, memukul balik pemerintahan dengan menggandeng Uni Soviet untuk mendirikan RRC (Republik Rakyat Cina). Dukungan dari Uni Soviet dan sebagian besar rakyat tidak bisa ditandingi oleh Chiang Kai Sek yang saat itu menerima bantuan dari Amerika Serikat.
Cina adalah sebuah negara besar yang dihuni banyak penduduk dengan bentuk pemerintahan bersifat kekaisaran. Sejak masa peradaban Cina Kuno, wilayah ini diperintah oleh sebuah dinasti yang berganti seiring dengan konfrontasi yang dilakukan untuk mengambil alih kekuasaan. Nasionalisme di Cina mencuat pada masa dinasti terakhir Kekaisaran.
Dinasti Manchu adalah dinasti terakhir yang memerintah di Cina. Dalam pemerintahannya, terjadi penolakan dari rakyat Cina karena mereka menganggap Dinasti Manchu adalah orang asing yang berasal dari Asia Tengah dan bukan dari rakyat Cina sendiri. Kaisar yang pernah memerintah di masa Dinasti Manchu, antara lain, K'ang Hsi (1662–1722) dan Ch'ien Lung (1736–1796).
Berikut adalah beberapa bentuk perlawanan rakyat dan faktor-faktor eksternal lainnya yang mendesak turunnya Dinasti Manchu sebagai pemegang kekuasaan di Cina:
1) Perang Candu (1839-1842)
Perang timbul dari upaya protes Kekaisaran terhadap aktivitas Inggris yang memasukkan candu ke wilayah Cina tanpa membayar cukai kepada Kekaisaran. Sebagai bentuk perlawanan, Komisioner Cina pada saat itu, Lin Tse Hsu membuang muatan candu Inggris sebanyak 20.000 peti ke laut. Tindakan tersebut menimbulkan kerugian di pihak , sekaligus menyulut perang Cina dengan Inggris yang baru berakhir pada 29 Agustus 1842 dengan kemenangan pihak Inggris. Kekalahan Cina dalam perang memaksa mereka menyetujui Isi Perjanjian Nanking yang berisi:
• Cina menyerahkan Hongkong kepada Inggris,
• Cina mengganti kerugian perang kepada Inggris, dan
• Lima kota pelabuhan di Cina, (Canton, Amoy, Foochow, Ningpo, serta Shanghai) dibuka untuk perdagangan asing.
Berkurangnya kedaulatan Kekaisaran Cina di negerinya sendiri menimbulkan dampak negatif bagi posisi Dinasti Manchu di dunia internasional dan terlebih di kalangan rakyatnya sendiri. Pemerintahan hanya dianggap sebagai boneka dari imperialis asing. Terlebih pasca perjanjian Nanking, banyak kebijakan kekaisaran yang dinilai pro Barat dengan alasan untuk mencari pemasukan guna menutupi kerugian Inggris dalam Perang Candu. Lambat laun, muncullah gerakan untuk menentang masuknya imperialis Barat dan Dinasti Manchu.
2) Pemberontakan T’ai Ping
Pemberontakan ini adalah perlawanan yang khusus dilakukan oleh rakyat Cina untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu. Penyebab munculnya pemberontakan ini, antara lain:
• Hilangnya kepercayaan rakyat Cina terhadap Dinasti Manchu, terlebih pasca Perang Candu.
• Pungutan pajak terlalu tinggi untuk menutupi terkurasnya kas Kekaisaran yang dipakai untuk mengganti kerugian perang pihak Inggris.
• Berkembangnya agama Kristen, dengan salah satu pemimpin pemberontakan adalah Hung Hsiu Chuan yang menyebarluaskan ajaran Kristen sekaligus berupaya untuk menggulingkan Kekaisaran yang dinilai sudah tidak berpihak lagi kepada rakyat. Dalam perlawanannya di Nanking, Hung Hsiu Chuan mengangkat dirinya sebagai T'ien Wang (Kaisar Langit) dan kerajaannya dinamakan T'ai Ping Tien Kuo (Kerajaan Surga yang Abadi). Pemberontakan ini akhirnya berhasil dipadamkan oleh Dinasti Manchu pada tahun 1864.
3) Perang Cina-Jepang (1894-1895)
Perang ini melibatkan dua negara yang berebut wilayah Korea. Semula wilayah Korea adalah jajahan Cina, namun perlahan Jepang mulai menunjukkan ketertarikan terhadap wilayah ini dan memulai perang melawan Cina yang berakhir pada 17 April 1895 dengan kemenangan di pihak Jepang. Pertempuran akhirnya menghasilkan perjanjian pasca perang, ‘Perjanjian Shimonoseki’, yang isinya sebagai berikut:
• Cina mengakui kemerdekaan Korea,
• Penyerahan Kepulauan Pescadores dan Taiwan kepada Jepang, dan
• Cina menyerahkan ganti rugi perang kepada Jepang dengan jumlah yang sudah ditentukan.
4) Ajaran Sun Yat Sen
Sun Yat Sen adalah salah seorang tokoh nasional Cina dengan pokok ajarannya San Min Chu I (Tiga Asas Kerakyatan), yaitu min t'sen (kebangsaan atau nasionalisme), min tsu (kerakyatan atau demokrasi), dan min sheng (kesejahteraan atau sosialisme). Melalui ajarannya, Sun Yat Sen mencita-citakan sebuah pemerintahan yang demokratis bagi rakyat Cina, persatuan seluruh wilayah Cina, dan sejajarnya rakyat Cina dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya setelah runtuhnya Dinasti Manchu.
Perjuangan yang dilakukannya berhasil menghimpun kekuatan massa di Cina bagian Selatan untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu. Perlawanan ini berbentuk revolusi yang berpusat di Wuchang pada 10 Oktober 1911. Revolusi berhasil menggulingkan Dinasti Manchu sekaligus mengantarkan Sun Yat Sen menjadi Presiden pertama Cina dengan wilayah kekuasaan meliputi wilayah Cina Selatan.
Pada 12 Februari 1912, wilayah Cina Utara dengan Kaisar Yuan Shih Kai turut menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan kepada pemerintahan Sun Yat Sen. Beberapa hari berselang, tepatnya 15 Februari 1912, Sun Yat Sen memilih untuk mengundurkan diri sebagai Presiden guna menghindari perang saudara dengan pihak Yuan Shih Kai yang juga berambisi menjadi Presiden. Setelah pengunduran diri itu, Yuan Shih Kai mengambil alih posisi presiden dan memerintah dengan sistem diktator. Pemerintahannya berakhir pada 1916 setelah Yuan Shih Kai meninggal dan Sun Yat Sen kembali berkuasa sebagai Presiden di Cina. Sun Yat Sen digantikan oleh Chiang Kai Sek pada 1925 setelah meninggal dunia.
Dalam pemerintahannya, Chiang Kai Sek menggandeng para intelijen komunis untuk mengalahkan panglima-panglima perang di wilayah kecil Cina. Strategi tersebut berhasil dengan baik. Namun, salah satu perwira intelijen, Mao Zedong, memukul balik pemerintahan dengan menggandeng Uni Soviet untuk mendirikan RRC (Republik Rakyat Cina). Dukungan dari Uni Soviet dan sebagian besar rakyat tidak bisa ditandingi oleh Chiang Kai Sek yang saat itu menerima bantuan dari Amerika Serikat.
1) Perang Candu (1839-1842)
Perang timbul dari upaya protes Kekaisaran terhadap aktivitas Inggris yang memasukkan candu ke wilayah Cina tanpa membayar cukai kepada Kekaisaran. Sebagai bentuk perlawanan, Komisioner Cina pada saat itu, Lin Tse Hsu membuang muatan candu Inggris sebanyak 20.000 peti ke laut. Tindakan tersebut menimbulkan kerugian di pihak , sekaligus menyulut perang Cina dengan Inggris yang baru berakhir pada 29 Agustus 1842 dengan kemenangan pihak Inggris. Kekalahan Cina dalam perang memaksa mereka menyetujui Isi Perjanjian Nanking yang berisi:
• Cina menyerahkan Hongkong kepada Inggris,
• Cina mengganti kerugian perang kepada Inggris, dan
• Lima kota pelabuhan di Cina, (Canton, Amoy, Foochow, Ningpo, serta Shanghai) dibuka untuk perdagangan asing.
Berkurangnya kedaulatan Kekaisaran Cina di negerinya sendiri menimbulkan dampak negatif bagi posisi Dinasti Manchu di dunia internasional dan terlebih di kalangan rakyatnya sendiri. Pemerintahan hanya dianggap sebagai boneka dari imperialis asing. Terlebih pasca perjanjian Nanking, banyak kebijakan kekaisaran yang dinilai pro Barat dengan alasan untuk mencari pemasukan guna menutupi kerugian Inggris dalam Perang Candu. Lambat laun, muncullah gerakan untuk menentang masuknya imperialis Barat dan Dinasti Manchu.
2) Pemberontakan T’ai Ping
Pemberontakan ini adalah perlawanan yang khusus dilakukan oleh rakyat Cina untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu. Penyebab munculnya pemberontakan ini, antara lain:
• Hilangnya kepercayaan rakyat Cina terhadap Dinasti Manchu, terlebih pasca Perang Candu.
• Pungutan pajak terlalu tinggi untuk menutupi terkurasnya kas Kekaisaran yang dipakai untuk mengganti kerugian perang pihak Inggris.
• Berkembangnya agama Kristen, dengan salah satu pemimpin pemberontakan adalah Hung Hsiu Chuan yang menyebarluaskan ajaran Kristen sekaligus berupaya untuk menggulingkan Kekaisaran yang dinilai sudah tidak berpihak lagi kepada rakyat. Dalam perlawanannya di Nanking, Hung Hsiu Chuan mengangkat dirinya sebagai T'ien Wang (Kaisar Langit) dan kerajaannya dinamakan T'ai Ping Tien Kuo (Kerajaan Surga yang Abadi). Pemberontakan ini akhirnya berhasil dipadamkan oleh Dinasti Manchu pada tahun 1864.
3) Perang Cina-Jepang (1894-1895)
Perang ini melibatkan dua negara yang berebut wilayah Korea. Semula wilayah Korea adalah jajahan Cina, namun perlahan Jepang mulai menunjukkan ketertarikan terhadap wilayah ini dan memulai perang melawan Cina yang berakhir pada 17 April 1895 dengan kemenangan di pihak Jepang. Pertempuran akhirnya menghasilkan perjanjian pasca perang, ‘Perjanjian Shimonoseki’, yang isinya sebagai berikut:
• Cina mengakui kemerdekaan Korea,
• Penyerahan Kepulauan Pescadores dan Taiwan kepada Jepang, dan
• Cina menyerahkan ganti rugi perang kepada Jepang dengan jumlah yang sudah ditentukan.
4) Ajaran Sun Yat Sen
Sun Yat Sen adalah salah seorang tokoh nasional Cina dengan pokok ajarannya San Min Chu I (Tiga Asas Kerakyatan), yaitu min t'sen (kebangsaan atau nasionalisme), min tsu (kerakyatan atau demokrasi), dan min sheng (kesejahteraan atau sosialisme). Melalui ajarannya, Sun Yat Sen mencita-citakan sebuah pemerintahan yang demokratis bagi rakyat Cina, persatuan seluruh wilayah Cina, dan sejajarnya rakyat Cina dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya setelah runtuhnya Dinasti Manchu.
Perjuangan yang dilakukannya berhasil menghimpun kekuatan massa di Cina bagian Selatan untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu. Perlawanan ini berbentuk revolusi yang berpusat di Wuchang pada 10 Oktober 1911. Revolusi berhasil menggulingkan Dinasti Manchu sekaligus mengantarkan Sun Yat Sen menjadi Presiden pertama Cina dengan wilayah kekuasaan meliputi wilayah Cina Selatan.
Pada 12 Februari 1912, wilayah Cina Utara dengan Kaisar Yuan Shih Kai turut menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan kepada pemerintahan Sun Yat Sen. Beberapa hari berselang, tepatnya 15 Februari 1912, Sun Yat Sen memilih untuk mengundurkan diri sebagai Presiden guna menghindari perang saudara dengan pihak Yuan Shih Kai yang juga berambisi menjadi Presiden. Setelah pengunduran diri itu, Yuan Shih Kai mengambil alih posisi presiden dan memerintah dengan sistem diktator. Pemerintahannya berakhir pada 1916 setelah Yuan Shih Kai meninggal dan Sun Yat Sen kembali berkuasa sebagai Presiden di Cina. Sun Yat Sen digantikan oleh Chiang Kai Sek pada 1925 setelah meninggal dunia.
Dalam pemerintahannya, Chiang Kai Sek menggandeng para intelijen komunis untuk mengalahkan panglima-panglima perang di wilayah kecil Cina. Strategi tersebut berhasil dengan baik. Namun, salah satu perwira intelijen, Mao Zedong, memukul balik pemerintahan dengan menggandeng Uni Soviet untuk mendirikan RRC (Republik Rakyat Cina). Dukungan dari Uni Soviet dan sebagian besar rakyat tidak bisa ditandingi oleh Chiang Kai Sek yang saat itu menerima bantuan dari Amerika Serikat.
Cina adalah sebuah negara besar yang dihuni banyak penduduk dengan bentuk pemerintahan bersifat kekaisaran. Sejak masa peradaban Cina Kuno, wilayah ini diperintah oleh sebuah dinasti yang berganti seiring dengan konfrontasi yang dilakukan untuk mengambil alih kekuasaan. Nasionalisme di Cina mencuat pada masa dinasti terakhir Kekaisaran.
Dinasti Manchu adalah dinasti terakhir yang memerintah di Cina. Dalam pemerintahannya, terjadi penolakan dari rakyat Cina karena mereka menganggap Dinasti Manchu adalah orang asing yang berasal dari Asia Tengah dan bukan dari rakyat Cina sendiri. Kaisar yang pernah memerintah di masa Dinasti Manchu, antara lain, K'ang Hsi (1662–1722) dan Ch'ien Lung (1736–1796).
Berikut adalah beberapa bentuk perlawanan rakyat dan faktor-faktor eksternal lainnya yang mendesak turunnya Dinasti Manchu sebagai pemegang kekuasaan di Cina:
1) Perang Candu (1839-1842)
Perang timbul dari upaya protes Kekaisaran terhadap aktivitas Inggris yang memasukkan candu ke wilayah Cina tanpa membayar cukai kepada Kekaisaran. Sebagai bentuk perlawanan, Komisioner Cina pada saat itu, Lin Tse Hsu membuang muatan candu Inggris sebanyak 20.000 peti ke laut. Tindakan tersebut menimbulkan kerugian di pihak , sekaligus menyulut perang Cina dengan Inggris yang baru berakhir pada 29 Agustus 1842 dengan kemenangan pihak Inggris. Kekalahan Cina dalam perang memaksa mereka menyetujui Isi Perjanjian Nanking yang berisi:
• Cina menyerahkan Hongkong kepada Inggris,
• Cina mengganti kerugian perang kepada Inggris, dan
• Lima kota pelabuhan di Cina, (Canton, Amoy, Foochow, Ningpo, serta Shanghai) dibuka untuk perdagangan asing.
Berkurangnya kedaulatan Kekaisaran Cina di negerinya sendiri menimbulkan dampak negatif bagi posisi Dinasti Manchu di dunia internasional dan terlebih di kalangan rakyatnya sendiri. Pemerintahan hanya dianggap sebagai boneka dari imperialis asing. Terlebih pasca perjanjian Nanking, banyak kebijakan kekaisaran yang dinilai pro Barat dengan alasan untuk mencari pemasukan guna menutupi kerugian Inggris dalam Perang Candu. Lambat laun, muncullah gerakan untuk menentang masuknya imperialis Barat dan Dinasti Manchu.
2) Pemberontakan T’ai Ping
Pemberontakan ini adalah perlawanan yang khusus dilakukan oleh rakyat Cina untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu. Penyebab munculnya pemberontakan ini, antara lain:
• Hilangnya kepercayaan rakyat Cina terhadap Dinasti Manchu, terlebih pasca Perang Candu.
• Pungutan pajak terlalu tinggi untuk menutupi terkurasnya kas Kekaisaran yang dipakai untuk mengganti kerugian perang pihak Inggris.
• Berkembangnya agama Kristen, dengan salah satu pemimpin pemberontakan adalah Hung Hsiu Chuan yang menyebarluaskan ajaran Kristen sekaligus berupaya untuk menggulingkan Kekaisaran yang dinilai sudah tidak berpihak lagi kepada rakyat. Dalam perlawanannya di Nanking, Hung Hsiu Chuan mengangkat dirinya sebagai T'ien Wang (Kaisar Langit) dan kerajaannya dinamakan T'ai Ping Tien Kuo (Kerajaan Surga yang Abadi). Pemberontakan ini akhirnya berhasil dipadamkan oleh Dinasti Manchu pada tahun 1864.
3) Perang Cina-Jepang (1894-1895)
Perang ini melibatkan dua negara yang berebut wilayah Korea. Semula wilayah Korea adalah jajahan Cina, namun perlahan Jepang mulai menunjukkan ketertarikan terhadap wilayah ini dan memulai perang melawan Cina yang berakhir pada 17 April 1895 dengan kemenangan di pihak Jepang. Pertempuran akhirnya menghasilkan perjanjian pasca perang, ‘Perjanjian Shimonoseki’, yang isinya sebagai berikut:
• Cina mengakui kemerdekaan Korea,
• Penyerahan Kepulauan Pescadores dan Taiwan kepada Jepang, dan
• Cina menyerahkan ganti rugi perang kepada Jepang dengan jumlah yang sudah ditentukan.
4) Ajaran Sun Yat Sen
Sun Yat Sen adalah salah seorang tokoh nasional Cina dengan pokok ajarannya San Min Chu I (Tiga Asas Kerakyatan), yaitu min t'sen (kebangsaan atau nasionalisme), min tsu (kerakyatan atau demokrasi), dan min sheng (kesejahteraan atau sosialisme). Melalui ajarannya, Sun Yat Sen mencita-citakan sebuah pemerintahan yang demokratis bagi rakyat Cina, persatuan seluruh wilayah Cina, dan sejajarnya rakyat Cina dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya setelah runtuhnya Dinasti Manchu.
Perjuangan yang dilakukannya berhasil menghimpun kekuatan massa di Cina bagian Selatan untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu. Perlawanan ini berbentuk revolusi yang berpusat di Wuchang pada 10 Oktober 1911. Revolusi berhasil menggulingkan Dinasti Manchu sekaligus mengantarkan Sun Yat Sen menjadi Presiden pertama Cina dengan wilayah kekuasaan meliputi wilayah Cina Selatan.
Pada 12 Februari 1912, wilayah Cina Utara dengan Kaisar Yuan Shih Kai turut menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan kepada pemerintahan Sun Yat Sen. Beberapa hari berselang, tepatnya 15 Februari 1912, Sun Yat Sen memilih untuk mengundurkan diri sebagai Presiden guna menghindari perang saudara dengan pihak Yuan Shih Kai yang juga berambisi menjadi Presiden. Setelah pengunduran diri itu, Yuan Shih Kai mengambil alih posisi presiden dan memerintah dengan sistem diktator. Pemerintahannya berakhir pada 1916 setelah Yuan Shih Kai meninggal dan Sun Yat Sen kembali berkuasa sebagai Presiden di Cina. Sun Yat Sen digantikan oleh Chiang Kai Sek pada 1925 setelah meninggal dunia.
Dalam pemerintahannya, Chiang Kai Sek menggandeng para intelijen komunis untuk mengalahkan panglima-panglima perang di wilayah kecil Cina. Strategi tersebut berhasil dengan baik. Namun, salah satu perwira intelijen, Mao Zedong, memukul balik pemerintahan dengan menggandeng Uni Soviet untuk mendirikan RRC (Republik Rakyat Cina). Dukungan dari Uni Soviet dan sebagian besar rakyat tidak bisa ditandingi oleh Chiang Kai Sek yang saat itu menerima bantuan dari Amerika Serikat.
1) Perang Candu (1839-1842)
Perang timbul dari upaya protes Kekaisaran terhadap aktivitas Inggris yang memasukkan candu ke wilayah Cina tanpa membayar cukai kepada Kekaisaran. Sebagai bentuk perlawanan, Komisioner Cina pada saat itu, Lin Tse Hsu membuang muatan candu Inggris sebanyak 20.000 peti ke laut. Tindakan tersebut menimbulkan kerugian di pihak , sekaligus menyulut perang Cina dengan Inggris yang baru berakhir pada 29 Agustus 1842 dengan kemenangan pihak Inggris. Kekalahan Cina dalam perang memaksa mereka menyetujui Isi Perjanjian Nanking yang berisi:
• Cina menyerahkan Hongkong kepada Inggris,
• Cina mengganti kerugian perang kepada Inggris, dan
• Lima kota pelabuhan di Cina, (Canton, Amoy, Foochow, Ningpo, serta Shanghai) dibuka untuk perdagangan asing.
Berkurangnya kedaulatan Kekaisaran Cina di negerinya sendiri menimbulkan dampak negatif bagi posisi Dinasti Manchu di dunia internasional dan terlebih di kalangan rakyatnya sendiri. Pemerintahan hanya dianggap sebagai boneka dari imperialis asing. Terlebih pasca perjanjian Nanking, banyak kebijakan kekaisaran yang dinilai pro Barat dengan alasan untuk mencari pemasukan guna menutupi kerugian Inggris dalam Perang Candu. Lambat laun, muncullah gerakan untuk menentang masuknya imperialis Barat dan Dinasti Manchu.
2) Pemberontakan T’ai Ping
Pemberontakan ini adalah perlawanan yang khusus dilakukan oleh rakyat Cina untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu. Penyebab munculnya pemberontakan ini, antara lain:
• Hilangnya kepercayaan rakyat Cina terhadap Dinasti Manchu, terlebih pasca Perang Candu.
• Pungutan pajak terlalu tinggi untuk menutupi terkurasnya kas Kekaisaran yang dipakai untuk mengganti kerugian perang pihak Inggris.
• Berkembangnya agama Kristen, dengan salah satu pemimpin pemberontakan adalah Hung Hsiu Chuan yang menyebarluaskan ajaran Kristen sekaligus berupaya untuk menggulingkan Kekaisaran yang dinilai sudah tidak berpihak lagi kepada rakyat. Dalam perlawanannya di Nanking, Hung Hsiu Chuan mengangkat dirinya sebagai T'ien Wang (Kaisar Langit) dan kerajaannya dinamakan T'ai Ping Tien Kuo (Kerajaan Surga yang Abadi). Pemberontakan ini akhirnya berhasil dipadamkan oleh Dinasti Manchu pada tahun 1864.
3) Perang Cina-Jepang (1894-1895)
Perang ini melibatkan dua negara yang berebut wilayah Korea. Semula wilayah Korea adalah jajahan Cina, namun perlahan Jepang mulai menunjukkan ketertarikan terhadap wilayah ini dan memulai perang melawan Cina yang berakhir pada 17 April 1895 dengan kemenangan di pihak Jepang. Pertempuran akhirnya menghasilkan perjanjian pasca perang, ‘Perjanjian Shimonoseki’, yang isinya sebagai berikut:
• Cina mengakui kemerdekaan Korea,
• Penyerahan Kepulauan Pescadores dan Taiwan kepada Jepang, dan
• Cina menyerahkan ganti rugi perang kepada Jepang dengan jumlah yang sudah ditentukan.
4) Ajaran Sun Yat Sen
Sun Yat Sen adalah salah seorang tokoh nasional Cina dengan pokok ajarannya San Min Chu I (Tiga Asas Kerakyatan), yaitu min t'sen (kebangsaan atau nasionalisme), min tsu (kerakyatan atau demokrasi), dan min sheng (kesejahteraan atau sosialisme). Melalui ajarannya, Sun Yat Sen mencita-citakan sebuah pemerintahan yang demokratis bagi rakyat Cina, persatuan seluruh wilayah Cina, dan sejajarnya rakyat Cina dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya setelah runtuhnya Dinasti Manchu.
Perjuangan yang dilakukannya berhasil menghimpun kekuatan massa di Cina bagian Selatan untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Manchu. Perlawanan ini berbentuk revolusi yang berpusat di Wuchang pada 10 Oktober 1911. Revolusi berhasil menggulingkan Dinasti Manchu sekaligus mengantarkan Sun Yat Sen menjadi Presiden pertama Cina dengan wilayah kekuasaan meliputi wilayah Cina Selatan.
Pada 12 Februari 1912, wilayah Cina Utara dengan Kaisar Yuan Shih Kai turut menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan kepada pemerintahan Sun Yat Sen. Beberapa hari berselang, tepatnya 15 Februari 1912, Sun Yat Sen memilih untuk mengundurkan diri sebagai Presiden guna menghindari perang saudara dengan pihak Yuan Shih Kai yang juga berambisi menjadi Presiden. Setelah pengunduran diri itu, Yuan Shih Kai mengambil alih posisi presiden dan memerintah dengan sistem diktator. Pemerintahannya berakhir pada 1916 setelah Yuan Shih Kai meninggal dan Sun Yat Sen kembali berkuasa sebagai Presiden di Cina. Sun Yat Sen digantikan oleh Chiang Kai Sek pada 1925 setelah meninggal dunia.
Dalam pemerintahannya, Chiang Kai Sek menggandeng para intelijen komunis untuk mengalahkan panglima-panglima perang di wilayah kecil Cina. Strategi tersebut berhasil dengan baik. Namun, salah satu perwira intelijen, Mao Zedong, memukul balik pemerintahan dengan menggandeng Uni Soviet untuk mendirikan RRC (Republik Rakyat Cina). Dukungan dari Uni Soviet dan sebagian besar rakyat tidak bisa ditandingi oleh Chiang Kai Sek yang saat itu menerima bantuan dari Amerika Serikat.
S1
Dinasti terakhir di Cina yang berasal dari Asia Tengah adalah….
S2
Perjanjian Nanking adalah kesepakatan akhir setelah terjadinya….
S3
Negara asing yang menderita kerugian dari berlangsungnya Perang Candu dengan Cina adalah….
S4
Salah satu kota di Cina yang diserahkan kepada Inggris di akhir Perang Candu ialah….
S5
Hung Hsiu Cuan adalah salah satu pemimpin pemberontakan rakyat Cina dengan landasan latar belakang pergerakannya berupa….
S6
Korea sebagai negara merdeka adalah salah satu poin dalam perjanjian pasca perang Cina-Jepang, yakni….
S7
San Min Chu I adalah pokok ajaran dari tokoh nasional Cina bernama….
S8
Bersatunya Cina Utara sebagai bagian dari Cina terjadi pada….
S9
Sepeninggal Sun Yat Sen pada periode kedua jabatan kepresidenannya, ia digantikan oleh…
S10
Dalam mempersatukan wilayah di Cina, Chiang Kai Sek dibantu oleh agen intelijen komunis. Salah satu agen yang kemudian membelot dan menggulingkannya adalah….