Contoh Soal Nilai-Nilai Moral dalam Cerpen
Contoh Soal Nilai-Nilai Moral dalam Cerpen - Pada topik yang lalu kalian telah mempelajari unsur-unsur intrinsik cerpen yaitu unsur alur, tokoh, dan latar cerpen. Selain unsur intrinsik, dengan membaca atau mendengarkan pembacaan cerpen kita akan mendapatkan sesuatu yang lebih berharga yakni pelajaran yang dapat mengantarkan kedewasaan seseorang. Pelajaran apa itu ? yaitu pelajaran yang berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan manusia. Nilai-nilai yang dimaksudkan antara lain nilai moral, nilai sosial, dan nilai budaya.
”Jangan ..! Jangan..! Kasihan!, jangan dibuang Bu! ” teriak Rida seraya mengejar ibunya yang menuju ke arah pintu.
Direbutnya kantong plastik itu dari tangan ibunya. lalu dibuangnya ke tong sampah. Kemudian, kucing kecil yang kurus penuh daki di mulut dan di mata itu diangkat pelan-pelan menggunakan kain pel. Rida memasukkan ke dalam kotak kardus bekas sarimi, kemudian diselimutinya dengan rasa percaya diri.
” Ridaa... Kucing kurus itu menjijikkan! Kotor, kudisan, penyakitan dan .... Ah, jangan dipegang-pegang!” larang ibunya penuh kekhawatiran. ”Ayo cepat buang jauh-jauh ke kebun sana!”
”Ibu..., justru kucing yang sedang begini ini perlu dikasihani. Dibersihkan, diobati, dan diberi makan yang enak-enak, yaa Bik!” bantah Rida.
Karya sastra, termasuk cerpen, pada umumnya menyuguhkan nilai-nilai semacam itu atau paling tidak satu diantara nilai-nilai itu baik secara tersirat maupun secara tersurat. Apa yang dimaksud dengan nilai moral, nilai sosial, dan nilai budaya itu ? Bagaimana cara menemukannya ? Pada topik ini kita akan mempelajarinya satu persatu.
Menemukan nilai moral dalam cerpen
Nilai moral adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan ajaran baik atau buruk dalam perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, atau susila. Bagaimana cara menemukannya? Mari kita cermati baik-baik penggalan cerita berikut!
“Ya, ya ada apa lagi? desak si pegawai.
“Tadi agaknya telah terjadi kekeliruan ketika Nyonya membayarkan uang poswesel kepada saya, sebab …”
“Mana bisa keliru?” si pegawai menyela dengan cepat.
“Seharusnya saya terima tiga ratus rupiah, bukan? Kalau tak salah sekian itulah angka yang tertulis dalam poswesel saya.”
“Coba saya lihat dulu. Saya masih ingat nomor poswesel Saudara.”
Si pegawai lalu memeriksa salah satu lajur dalam daftar yang terkembang di hadapannya, kemudian katanya, “Nah ini, wesel nomor satu empat tujuh dengan tanda C. Jumlah uang tiga ratus rupiah. Apa yang keliru? Bukankah Saudara tadi terima dari saya tiga ratus rupiah?”
“Tidak,” jawab laki-laki itu. “Nona tadi memberikan kepada saya bukan tiga lembar kertas ratusan, tapi empat lembar. Jadi, empat ratus rupiah yang saya terima tadi.”
Jadi, Saudara datang ke sini lagi, mau kembalikan uang yang seratus rupiah kepada saya sekarang?”
“Betul, saya akan mengembalikannya kepada Nyonya …”
“Tadi agaknya telah terjadi kekeliruan ketika Nyonya membayarkan uang poswesel kepada saya, sebab …”
“Mana bisa keliru?” si pegawai menyela dengan cepat.
“Seharusnya saya terima tiga ratus rupiah, bukan? Kalau tak salah sekian itulah angka yang tertulis dalam poswesel saya.”
“Coba saya lihat dulu. Saya masih ingat nomor poswesel Saudara.”
Si pegawai lalu memeriksa salah satu lajur dalam daftar yang terkembang di hadapannya, kemudian katanya, “Nah ini, wesel nomor satu empat tujuh dengan tanda C. Jumlah uang tiga ratus rupiah. Apa yang keliru? Bukankah Saudara tadi terima dari saya tiga ratus rupiah?”
“Tidak,” jawab laki-laki itu. “Nona tadi memberikan kepada saya bukan tiga lembar kertas ratusan, tapi empat lembar. Jadi, empat ratus rupiah yang saya terima tadi.”
Jadi, Saudara datang ke sini lagi, mau kembalikan uang yang seratus rupiah kepada saya sekarang?”
“Betul, saya akan mengembalikannya kepada Nyonya …”
(dikutip dari "Kisah di Kantor Pos", karya Muhammad Ali)
S1
Nilai-nilai moral dalam cerpen adalah ....
S2
Cermati penggalan cerpen berikut!
”Jangan ..! Jangan..! Kasihan!, jangan dibuang Bu! ” teriak Rida seraya mengejar ibunya yang menuju ke arah pintu.
Direbutnya kantong plastik itu dari tangan ibunya. lalu dibuangnya ke tong sampah. Kemudian, kucing kecil yang kurus penuh daki di mulut dan di mata itu diangkat pelan-pelan menggunakan kain pel. Rida memasukkan ke dalam kotak kardus bekas sarimi, kemudian diselimutinya dengan rasa percaya diri.
” Ridaa... Kucing kurus itu menjijikkan! Kotor, kudisan, penyakitan dan .... Ah, jangan dipegang-pegang!” larang ibunya penuh kekhawatiran. ”Ayo cepat buang jauh-jauh ke kebun sana!”
”Ibu..., justru kucing yang sedang begini ini perlu dikasihani. Dibersihkan, diobati, dan diberi makan yang enak-enak, yaa Bik!” bantah Rida.
Perilaku tokoh yang mencerminkan nilai moral pada cerpen tersebut adalah ....
S3
Cermati penggalan cerpen berikut!
“Maaf, aku tidak bisa meninggalkan emak sendirian di rumah, lagi pula tiga hari ini emak sedang tidak enak badan,” tolaknya halus.
Ranti terdiam. Dicobanya tersenyum untuk menutupi rasa kecewanya di hadapan Monto. Ranti tampak khawatir sekali bila rasa kecewanya itu diketahui Monto. Tapi, serasa tak kuasa lagi membuka mulut yang semula nrocos menyampaikan harapannya di hadapan Monto.
“Habis lohor nanti biasanya Randu sudah pulang dari sekolah. Tapi, aku belum bisa mempercayakan pada adikku yang masih ingusan itu mengurus emak di rumah sendirian,” kata Monto mengusik kesunyian.
Ranti terdiam. Dicobanya tersenyum untuk menutupi rasa kecewanya di hadapan Monto. Ranti tampak khawatir sekali bila rasa kecewanya itu diketahui Monto. Tapi, serasa tak kuasa lagi membuka mulut yang semula nrocos menyampaikan harapannya di hadapan Monto.
“Habis lohor nanti biasanya Randu sudah pulang dari sekolah. Tapi, aku belum bisa mempercayakan pada adikku yang masih ingusan itu mengurus emak di rumah sendirian,” kata Monto mengusik kesunyian.
Perilaku apakah dari tokoh yang dapat mencerminkan nilai moral pada cerpen tersebut adalah ....
S4
Cermati penggalan cerpen berikut!
“Bangsaat! Kita gempur saja tembok ini!” serobot seseorang dengan kasar.
“Sebaiknya kita bicarakan dulu dengan pengurus wilayah. Jangan sembarang bertindak. Semua bisa dibicarakan. Kita kan bukan sekawanan teroris?” kata yang lain menenangkan.
("Tembok" cerpen Agnes Yani Sarjono)
“Sebaiknya kita bicarakan dulu dengan pengurus wilayah. Jangan sembarang bertindak. Semua bisa dibicarakan. Kita kan bukan sekawanan teroris?” kata yang lain menenangkan.
("Tembok" cerpen Agnes Yani Sarjono)
Dari perilaku tokoh pada cerpen tersebut mencerminkan adanya nilai moral ....
S5
Laki-laki kurus itu berpikir sejenak mencari kata-kata yang patut untuk dijadikan jawaban bagi pertanyaan yang datang tidak tersangka-sangkanya itu. Katanya, “Saya merasa uang itu bukan hak saya. Jadi harus saya kembalikan pada yang berhak.”
Barangkali disebabkan oleh susunan kalimat yang baru didengarnya itu, laki-laki tegap itu lalu tampak termangu. Ia merasa dirinya berada dalam sebuah masjid mendengar fatwa yang bergaung kudus, atau ia serupa menemukan satu kalimat yang bagus dan mengesankan dari buku yang sedang dia baca.
("Kisah di Kantor Pos" Karya - Muhammad Ali)
Barangkali disebabkan oleh susunan kalimat yang baru didengarnya itu, laki-laki tegap itu lalu tampak termangu. Ia merasa dirinya berada dalam sebuah masjid mendengar fatwa yang bergaung kudus, atau ia serupa menemukan satu kalimat yang bagus dan mengesankan dari buku yang sedang dia baca.
("Kisah di Kantor Pos" Karya - Muhammad Ali)
Kalimat “Saya merasa uang itu bukan hak saya. Jadi harus saya kembalikan pada yang berhak.” mencerminkan nilai moral ....
S6
Cermati penggalan cerpen berikut!
Ia mengeluarkan uang tiga ribu rupiah dari saku kemejanya, lalu meletakkannya di atas meja.
"Nih, terimalah, Dis. Aku turut sedikit untuk karcis kereta api."
"Jazakumullah, Kum" Kadis menyebut dengan fasih sambil memungut rejeki di atas meja itu, lalu menambah, "Mudah-mudahan kau tambah rejeki, daganganmu laris. He, tidak kira sekarang sudah hampir lohor! Aku pergi dulu ya, Kum."
("Kadis" cerpen Mohammad Diponegoro)
"Nih, terimalah, Dis. Aku turut sedikit untuk karcis kereta api."
"Jazakumullah, Kum" Kadis menyebut dengan fasih sambil memungut rejeki di atas meja itu, lalu menambah, "Mudah-mudahan kau tambah rejeki, daganganmu laris. He, tidak kira sekarang sudah hampir lohor! Aku pergi dulu ya, Kum."
("Kadis" cerpen Mohammad Diponegoro)
Tokoh Kadis yang mengucapkan, "Mudah-mudahan kau tambah rejeki, daganganmu laris." menunjukkan bahwa penggalan cerpen tersebut mengandung nilai moral ....
S7
Cermati penggalan cerpen berikut!
1)Seorang pemilik delman dari kota khusus datang ke desa mencari Kadis untuk membeli pakaian kuda yang dahulu pernah ditawarkan kepadanya. 2)Niat itu, katanya, sudah seminggu umurnya, tapi karena terlibat aral, baru hari itu bisa kesampaian setelah berjam-jam orang itu melacak alamat Kadis.
3)"Sudah, Pak Kadis," kata pemilik delman itu dengan tergesa-gesa.
4)"Berapa harga yang kau minta aku mau bayar."
5)Kadis sejenak tercenung, meskipun otaknya masih sempat menghitung berapa ia harus memasang harga. 6)Ia tidak merasa yakin, bahwa ia berhak dengan bebas menyebut harga berapa saja. Ia memang sering merasa diperas oleh pedagang kendal langganannya, tapi ia sendiri memeras orang dari kota itu rasanya suatu perbuatan yang sangat berdosa.
7)"Betul? Sekarang juga?" keluar dari mulut Kadis dengan liatnya.
8)"Ya. Lihat, nih, aku sudah bawa uangnya."
("Kadis" cerpen Mohammad Diponegoro)
3)"Sudah, Pak Kadis," kata pemilik delman itu dengan tergesa-gesa.
4)"Berapa harga yang kau minta aku mau bayar."
5)Kadis sejenak tercenung, meskipun otaknya masih sempat menghitung berapa ia harus memasang harga. 6)Ia tidak merasa yakin, bahwa ia berhak dengan bebas menyebut harga berapa saja. Ia memang sering merasa diperas oleh pedagang kendal langganannya, tapi ia sendiri memeras orang dari kota itu rasanya suatu perbuatan yang sangat berdosa.
7)"Betul? Sekarang juga?" keluar dari mulut Kadis dengan liatnya.
8)"Ya. Lihat, nih, aku sudah bawa uangnya."
("Kadis" cerpen Mohammad Diponegoro)
Pada penggalan cerpen tersebut kalimat yang mencerminkan nilai moral sikap menghargai orang lain adalah ....
S8
Cermati penggalan cerpen berikut!
“Maksud Kang Sarpin?”
“Ah, Mas kan tahu saya orang begini, orang jelek. Wong gemblung. Doyan perempuan. Saya mengerti, sebenarnya semua orang tak suka kepada saya. Sudah lama saya merasa orang sekampung akan lebih senang bila saya tidak ada. Saya adalah aib di kampung ini.”
“Kang, semua orang sudah tahu siapa kamu,” kata saya sambil tertawa. “Dan ternyata tak seorang pun mengusikmu. Lalu mengapa kamu pusing?”
“Tetapi saya merasa menjadi kelilip orang sekampung. Ah, masa iya, saya akan terus begini. Saya ingin berhenti menjadi aib kampung ini. Lagi pula sebentar lagi saya punya cucu. Saya sudah malu jadi wong gemblung. Saya sudah ingin jadi wong bener, orang baik-baik. Tetapi bagaimana?”
("Kang Sarpin Minta Dikebiri" Karya Ahmad Tohari)
“Ah, Mas kan tahu saya orang begini, orang jelek. Wong gemblung. Doyan perempuan. Saya mengerti, sebenarnya semua orang tak suka kepada saya. Sudah lama saya merasa orang sekampung akan lebih senang bila saya tidak ada. Saya adalah aib di kampung ini.”
“Kang, semua orang sudah tahu siapa kamu,” kata saya sambil tertawa. “Dan ternyata tak seorang pun mengusikmu. Lalu mengapa kamu pusing?”
“Tetapi saya merasa menjadi kelilip orang sekampung. Ah, masa iya, saya akan terus begini. Saya ingin berhenti menjadi aib kampung ini. Lagi pula sebentar lagi saya punya cucu. Saya sudah malu jadi wong gemblung. Saya sudah ingin jadi wong bener, orang baik-baik. Tetapi bagaimana?”
("Kang Sarpin Minta Dikebiri" Karya Ahmad Tohari)
Penggalan cerpen tersebut mengandung nilai moral ....
S9
Cermati penggalan cerpen berikut!
"Tapi, Kyai, selama ini saya selalu memberi nafkah...."
"Ya, memang kau memberi nafkah," suara Kyai Dofir memotong dengan cekatan dan keras, "tapi nafkah itu kau dapat dari hasil meminta-minta pada orang lain. Betul tidak. Kadis?"
Kadis mengangguk
"Nah, aku tidak pernah mengajarkan begitu kepadamu," Kyai Dofir terdengar lagi. "Kau tahu. Kadis, nafkah yang kau dapat dari keringatmu sendiri, meskipun hanya kecil, lebih besar nilai dan pahalanya dari hasil meminta-minta. Mengerti?"
"Mengerti, Kyai" suara Kadis sudah sangat lembek kedengarannya, karena kemudian ia terus rebah di depan gurunya dan menangis terguguk.
("Kadis" cerpen Mohammad Diponegoro)
"Ya, memang kau memberi nafkah," suara Kyai Dofir memotong dengan cekatan dan keras, "tapi nafkah itu kau dapat dari hasil meminta-minta pada orang lain. Betul tidak. Kadis?"
Kadis mengangguk
"Nah, aku tidak pernah mengajarkan begitu kepadamu," Kyai Dofir terdengar lagi. "Kau tahu. Kadis, nafkah yang kau dapat dari keringatmu sendiri, meskipun hanya kecil, lebih besar nilai dan pahalanya dari hasil meminta-minta. Mengerti?"
"Mengerti, Kyai" suara Kadis sudah sangat lembek kedengarannya, karena kemudian ia terus rebah di depan gurunya dan menangis terguguk.
("Kadis" cerpen Mohammad Diponegoro)
Penggalan cerpen tersebut mengandung nilai moral ....
S10
Dan sebagai konsumen dalam sistem perdagangan modern, sejak kita lahir rantai pengetahuan tentang awal dan akhir dari segala sesuatu yang kita konsumsi telah diputus. Kita tidak tahu dan tidak dilatih untuk mau tahu ke mana kemasan styrofoam yang membungkus nasi rames kita pergi, berapa banyak pohon yang ditebang untuk koran yang kita baca setengah jam saja, beban polutan yang diemban baju-baju semusim yang kita beli membabi-buta. Untuk aktivitas harian yang kita lewatkan tanpa berpikir, yang terasa wajar-wajar saja, pernahkah kita berhitung bahwa untuk hidup 24 jam kita bisa menghabiskan sumber daya Bumi ini berkali-kali lipat berat tubuh kita sendiri? Untuk menyiram 200 cc air kencing, kita memakai 3 liter air. Untuk mencuci secangkir kopi, kita butuh air sebaskom. Untuk memproduksi satu lapis daging burger yang mengenyangkan perut setengah hari dibutuhkan sekitar 2,400 liter air. Produksi satu set PC seberat 24 kg yang parkir di atas meja kerja kita menghasilkan 62 kg limbah, memakai 27,594 liter air, dan mengonsumsi listrik 2,300 kwh. Bagaimana dengan chip kecil yang bekerja di dalamnya? Limbah yang dihasilkan untuk memproduksinya 4,500 kali lipat lebih berat daripada berat chip itu sendiri.
Mengetahui mata rantai tersembunyi ini bisa menimbulkan berbagai reaksi. Kita bisa frustrasi karena terjepit dalam ketergantungan gaya hidup yang tak bisa dikompromi, kita bisa juga semakin apatis karena tidak mau pusing. Yang jelas, sesungguhnya ini adalah pengetahuan yang sudah saatnya dibuka. Pelajaran Ilmu Alam, selain belajar penampang daun dan membedah jantung katak, dapat dibuat lebih empiris dengan mempelajari hulu dan hilir dari benda-benda yang kita konsumsi, sehingga tanggung jawab akan alam ini telah disosialisasikan sejak kecil.
( "Harta Karun untuk Semua" cerpen Dewi Lestari)
( "Harta Karun untuk Semua" cerpen Dewi Lestari)
Nilai moral yang terkandung dalam cuplikan cerpen di atas adalah ....