Contoh Soal Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid
Contoh Soal Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid - Pemilu 1999 yang dilakukan pada tanggal 7 Juni 1999 dan diikuti oleh 48 partai menghasilkan 5 pemenang, yaitu Partai Demokrasi Indonesia (PDI)-Perjuangan, Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Selanjutnya, dalam pemungutan suara anggota yang dilakukan pada Sidang Umum MPR 4-19 Oktober 1999, terpilihlah Abdurrahman Wahid sebagai Presiden ke-4 RI dan Megawati Soekarnoputri menjadi Wakil Presiden RI.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dibentuklah Kabinet yang dinamakan Kabinet Persatuan Nasional I yang dilantik pada 29 Oktober 1999 oleh Wakil Presiden Megawati. Namun, pada 23 Agustus 2000, Presiden mengumumkan susunan kabinet baru (Kabinet Persatuan Nasional II) hasil reshuffle dan menyatakan Kabinet Persatuan Nasional I demisioner. Secara total, Kabinet Persatuan Nasional I hanya bertahan selama 10 bulan karena banyaknya menteri yang mengundurkan diri atau pun diberhentikan. Selain itu, pembentukan kabinet hasil reshuffle ini turut menjadi awal mula konflik antara Presiden dengan DPR.
Salah satu penyebab konflik adalah komentar negatif Presiden terhadap kinerja DPR dan kurangnya konsultasi Presiden ke DPR, terutama mengenai pembubaran Departemen Penerangan dan Departemen Sosial di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Dalam sidang Tahunan MPR tanggal 7-12 Agustus 2000, Presiden yang diwakili Menteri Sekretaris Kabinet menyampaikan laporan tahunannya. Laporan ini tidak mendapat respon yang baik dari fraksi-fraksi di MPR, sehingga memaksa Presiden untuk menugaskan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan yang bersifat teknis, susunan agenda kerja, dan prioritas pemerintahan yang nantinya dipertanggung jawabkan kepada Presiden.
Pada tanggal 23 Agustus 2000, setelah sidang terakhir Kabinet Persatuan Nasional II, Presiden mengumumkan kembali perombakan kabinet tanpa didampingi Wakil Presiden. Hal ini menimbulkan tanda tanya, walaupun pada akhirnya kabinet ini tetap dilantik oleh Wakil Presiden, Megawati Soekarnoputri pada 26 Agustus 2000. Sayangnya, peristiwa ini ditanggapi negatif oleh pasar perekonomian, ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya harga saham di bursa. Ketegangan antara Presiden dan DPR turut meningkat seiring dengan munculnya dugaan keterlibatan Presiden dalam skandal penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan (Yanatera) atau Bulog-gate dan dana bantuan Sultan Brunei Darussalam atau disebut juga Bruneigate.
DPR lantas bereaksi dengan membentuk Panitia Khusus untuk menyelidiki kasus skandal yang diduga melibatkan Presiden. Hasil investigasi kemudian menyimpulkan bahwa Presiden patut diduga berperan dalam penyalahgunaan dana tersebut. Panitia Khusus diketuai oleh Bachtiar Chamsyah dari PPP.
Hasil penyelidikan Panitia Khusus ini kemudian dijadikan dasar oleh DPR untuk mengeluarkan Memorandum 1 dan 2 kepada Presiden, yang intinya meminta Presiden untuk kembali bekerja sesuai GBHN dan mengingatkan Presiden bahwa telah melakukan pelanggaran terhadap TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Memorandum tersebut dijawab oleh Gus Dur melalui Menteri Hukum dan HAM saat itu, Baharuddin Lopa, sebagai hal yang inkonstitusional dan menyatakan dirinya tidak bersalah atas kasus Bulog-gate dan Bruneigate.
Karena Presiden terus mengabaikan DPR, di antaranya dengan mengangkat langsung Kapolri sebagai Pejabat Sementara sehingga menciptakan dualisme kepemimpinan, MPR melakukan tindakan dengan mempercepat Sidang Istimewa menjadi tanggal 21 Juli 2001 dan meminta pertanggungjawaban Presiden pada 23 Juli 2001. Langkah DPR ini ditolak oleh Presiden Abdurrahman Wahid sekaligus menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR tidak sah dan ilegal. Langkah Presiden selanjutnya adalah dengan mengeluarkan Dekrit Presiden pada 23 Juli 2001 yang berisi :
1. Membekukan MPR dan DPR RI.
2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan-badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu satu tahun.
3. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan pembekuan Partai Golkar sambil menunggu putusan Mahkamah Agung.
Pada 23 Juli 2001, MPR memutuskan bahwa Dekrit Presiden Abdurrahman Wahid itu telah melanggar konstitusi. Kemudian, setelah melalui persidangan yang rumit, MPR menyetujui pemberhentian Presiden Abdurrahman Wahid dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI Ke-5.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dibentuklah Kabinet yang dinamakan Kabinet Persatuan Nasional I yang dilantik pada 29 Oktober 1999 oleh Wakil Presiden Megawati. Namun, pada 23 Agustus 2000, Presiden mengumumkan susunan kabinet baru (Kabinet Persatuan Nasional II) hasil reshuffle dan menyatakan Kabinet Persatuan Nasional I demisioner. Secara total, Kabinet Persatuan Nasional I hanya bertahan selama 10 bulan karena banyaknya menteri yang mengundurkan diri atau pun diberhentikan. Selain itu, pembentukan kabinet hasil reshuffle ini turut menjadi awal mula konflik antara Presiden dengan DPR.
Salah satu penyebab konflik adalah komentar negatif Presiden terhadap kinerja DPR dan kurangnya konsultasi Presiden ke DPR, terutama mengenai pembubaran Departemen Penerangan dan Departemen Sosial di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Dalam sidang Tahunan MPR tanggal 7-12 Agustus 2000, Presiden yang diwakili Menteri Sekretaris Kabinet menyampaikan laporan tahunannya. Laporan ini tidak mendapat respon yang baik dari fraksi-fraksi di MPR, sehingga memaksa Presiden untuk menugaskan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan yang bersifat teknis, susunan agenda kerja, dan prioritas pemerintahan yang nantinya dipertanggung jawabkan kepada Presiden.
Pada tanggal 23 Agustus 2000, setelah sidang terakhir Kabinet Persatuan Nasional II, Presiden mengumumkan kembali perombakan kabinet tanpa didampingi Wakil Presiden. Hal ini menimbulkan tanda tanya, walaupun pada akhirnya kabinet ini tetap dilantik oleh Wakil Presiden, Megawati Soekarnoputri pada 26 Agustus 2000. Sayangnya, peristiwa ini ditanggapi negatif oleh pasar perekonomian, ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya harga saham di bursa. Ketegangan antara Presiden dan DPR turut meningkat seiring dengan munculnya dugaan keterlibatan Presiden dalam skandal penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan (Yanatera) atau Bulog-gate dan dana bantuan Sultan Brunei Darussalam atau disebut juga Bruneigate.
DPR lantas bereaksi dengan membentuk Panitia Khusus untuk menyelidiki kasus skandal yang diduga melibatkan Presiden. Hasil investigasi kemudian menyimpulkan bahwa Presiden patut diduga berperan dalam penyalahgunaan dana tersebut. Panitia Khusus diketuai oleh Bachtiar Chamsyah dari PPP.
Hasil penyelidikan Panitia Khusus ini kemudian dijadikan dasar oleh DPR untuk mengeluarkan Memorandum 1 dan 2 kepada Presiden, yang intinya meminta Presiden untuk kembali bekerja sesuai GBHN dan mengingatkan Presiden bahwa telah melakukan pelanggaran terhadap TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Memorandum tersebut dijawab oleh Gus Dur melalui Menteri Hukum dan HAM saat itu, Baharuddin Lopa, sebagai hal yang inkonstitusional dan menyatakan dirinya tidak bersalah atas kasus Bulog-gate dan Bruneigate.
Karena Presiden terus mengabaikan DPR, di antaranya dengan mengangkat langsung Kapolri sebagai Pejabat Sementara sehingga menciptakan dualisme kepemimpinan, MPR melakukan tindakan dengan mempercepat Sidang Istimewa menjadi tanggal 21 Juli 2001 dan meminta pertanggungjawaban Presiden pada 23 Juli 2001. Langkah DPR ini ditolak oleh Presiden Abdurrahman Wahid sekaligus menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR tidak sah dan ilegal. Langkah Presiden selanjutnya adalah dengan mengeluarkan Dekrit Presiden pada 23 Juli 2001 yang berisi :
1. Membekukan MPR dan DPR RI.
2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan-badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu satu tahun.
3. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan pembekuan Partai Golkar sambil menunggu putusan Mahkamah Agung.
Pada 23 Juli 2001, MPR memutuskan bahwa Dekrit Presiden Abdurrahman Wahid itu telah melanggar konstitusi. Kemudian, setelah melalui persidangan yang rumit, MPR menyetujui pemberhentian Presiden Abdurrahman Wahid dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI Ke-5.
S1
Pemilu pada 7 Juni 1999 diikuti oleh …. partai dengan PDI-Perjuangan sebagai partai yang memperoleh suara terbanyak.
S2
Pada Oktober 1999, Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri melantik para menteri yang tergabung dalam ….
S3
Selama masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, susunan kabinet mengalami perombakan atau reshuffle sebanyak ….
S4
Departemen yang mengalami perubahan semasa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid adalah ….
S5
Salah satu hasil dari Sidang Tahunan MPR 7-12 Agustus 2000 adalah ….
S6
Dalam masa pemerintahannya, Presiden Abdurrahman Wahid dianggap melakukan penyalahgunaan kekuasaan terkait skandal ….
S7
Sebagai tindak lanjut dari dugaan penyelewengan dana yang dituduhkan pada Presiden Abdurrahman Wahid, DPR membentuk Panitia Khusus untuk melakukan penyelidikan yang diketuai oleh ….
S8
TAP MPR No. XI/MPR/1998 yang dituduhkan telah dilanggar oleh Presiden Abdurrahman Wahid mengatur tentang ….
S9
Karena menganggap Presiden sudah tidak mampu lagi untuk menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai Kepala Negara, maka MPR mempercepat penyelenggaraan Sidang Istimewa menjadi ….
S10
Pada 23 Juli 2001 sebelum rapat pemberhentian dirinya sebagai Presiden, Abdurrahman Wahid mengeluarkan Dekrit Presiden, yang berisi ….