Contoh Soal Isi Puisi dengan Realitas Alam, Sosial, Budaya, dan Masyarakat

Contoh Soal Isi Puisi dengan Realitas Alam, Sosial, Budaya, dan MasyarakatSebelumnya kalian sudah bisa mengidentifikasi maksud puisi yang bisa kita lakukan melalui membaca secara saksama dan mengamati setiap citraan yang ada. 
      Puisi menjadi media untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair. Pengalaman menjadi sumber penting untuk sebuah puisi. Pengalaman yang dimiliki setiap penyair tentu berbeda-beda. 
      Kita dapat mengenal W.S. Rendra dengan puisi-puisinya yang mengkritik keadaan sosial dalam pemerintahan Indonesia pada masa Orde Lama dan Orde Baru serta keadaan rakyat kecil. Lalu, ada sosok Sapardi Djoko Damono yang terus berkarya hingga saat ini dan menuliskan berbagai pengalamannya ke dalam puisi-puisi naratif. Ada pula penyair bernama Abdul Hadi W.M yang menuliskan tentang keindahan tanah Madura. Ia dilahirkan di daerah pesisir, karena hal itu kosakata tentang daerah pesisir, seperti pantai, ombak, laut, dan sebagainya lebih dominan dalam puisi-puisinya. Untuk penyair yang lahir dan besar di daerah pedalaman, ia akan cenderung menggunakan kata-kata seperti gunung, danau, lereng, pohon, dan sebagainya. 
      Pada topik ini, kita akan memahami hubungan puisi dengan realitas sosial, budaya, alam, dan masyarakat. Karya sastra atau puisi yang berkaitan dengan realitas alam akan menunjukkan kesempurnaan alam, atau rasa cinta terhadap alam. Banyak penyair yang kagum dengan alam, seperti penyair Ramadhan K.H. dalam puisinya berikut ini.

Tanah Kelahiran 
I

Seruling di pasir ipis, merdu 
Antara gundukan pohon pina
Tembang menggema di dua kaki, 
Burangrang-Tangkubanprahu
Jamrut di pucuk-pucuk 
Jamrut di air tipis menurun.
Membelit tangga di tanah merah 
Dikenal gadis-gadis dari bukit
Nyanyikan kentang sudah digali,
Kenakan kebaya ke pewayangan.
Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut di hati gadis menurun.

Contoh Soal Isi Puisi dengan Realitas Alam, Sosial, Budaya, dan Masyarakat

Teratai 
                    Kepada Ki Hajar Dewantara 
Dalam kebun di tanah airku 
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tiada terlihat orang yang lalu
Akarnya tumbuh di hati dunia 
Daun berseri, Laksmi mengarang 
Biarpun dia diabaikan orang 
Seroja kembang gemilang mulia
Teruslah, o, Teratai bahagia 
Berseri di kebun Indonesia 
Biarkan sedikit penjaga taman
Biarpun engkau tidak dilihat 
Biarpun engkau tidak diminat 
Engkau turut menjaga jaman
Sanusi Pane, 1957
Puisi tersebut menggambarkan sosok Ki Hajar Dewantara yang dikagumi oleh penyair. Dalam puisinya, kerendahan hati Ki Hajar Dewantara digambarkan laksana sekuntum bunga teratai, tersembunyi kembang indah permai. Hal itu dapat diartikan sebagai ....
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata kayu, yang di tepi jalan 
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka
Kita yang tak punya kepentingan dengan seribu slogan 
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus 
Berjalan terus.
(”Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini”, karya Taufiq Ismail) .
Realitas sosial yang ingin ditunjukkan oleh puisi tersebut adalah ....
Terlahir di bangsa berbahasa sendiri, 
Diapit keluarga kanan dan kiri, 
Besar budiman di tanah Melayu,
Berduka suka, sertakan rayu;
Perasaan serikat menjadi padu,
Dalam bahasanya permai merdu, 
Meratap menangis bersuka raya
dalam bahagia bala dan baya;
Bernapas kita pemanjangkan nyawa,
Dalam bahasa sambungan jiwa
Di mana Sumatra, di situ bangsa
Di mana Perca, di sana bahasa.
Andalasku sayang, jana bejana,
Sejakkan kecil muda teruma,
Sampai mati berkalang tanah,
Lupa ke bahasa tiadakan pernah;
Ingat pemuda, Sumatra hilang,
Tiada bahasa, bangsa pun hilang.
(”Bahasa, Bangsa”, Mohammad Yamin)
Rasa yang ditunjukkan puisi di atas kepada pembaca adalah ….
Pulau Samosir
Angin bahorok
Bertiup di lereng bukit
Membawa kekeringan
Membawa kematangan
Daerah danau Toba
Lagu hidup dan kerja
Bangsa pembajak
Lemah lembut kerbau
Yang memberi aku lagu 
”Pulau di tengah danau”
Tandus dan setia ....
Sitor Situmorang, 1955
Isi puisi tersebut berhubungan dengan ....
Karangan Bunga
Tiga anak kecil 
Dalam langkah malu-malu 
Datang ke Salemba
Sore itu
”Ini dari kami bertiga 
pita hitam pada karangan bunga 
sebab kami ikut berduka 
bagi kakak yang ditembak mati 
siang tadi.” 
Realitas sosial yang terjadi dalam puisi tersebut menggambarkan perasaan ....
Berikut ini adalah hal-hal yang mempengaruhi penyair dalam menciptakan puisi, kecuali ....
Di masa pembangunan ini 
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri 
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
Maju 
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti 
Sudah itu mati.
...............................
(”Diponegoro”, karya Chairil Anwar)
Rasa yang tumbuh saat membaca puisi tersebut adalah ....
Dua raja tengah membunuh waktu 
Hitam putih menjadi langkah keduanya 
Pion-pion tumbang dan lenggang 
Dua raja mengadu ilmu 
Menunjukkan kesaktiannya
Gula ditabur di atas mulut rakyat yang mengaga
Demi pesugihan mengenggam langit 
Bila langit sudah tergenggam 
Pil pahit dimuntahkan di dalam mulut rakyat yang membiru
Berjatuhan sesal 
Terlontar kutukan-kutukan 
Dihujani kristal nestapa
Berselimut debu-debu
Dan lagi-lagi rakyat termangu 
Jutaan kepala tertunduk layu
Di bawah terang bulan di atas comberan
("Terang Bulan di Atas Comberan", Dicky Rivaldi) 
Realitas sosial yang digambarkan dalam puisi tersebut adalah ....
Orang-orang miskin di jalan/ yang tinggal di dalam selokan/ yang kalah di dalam pergulatan/ yang diledek oleh impian 
..........................................................................................
Jangan kamu bilang negara kita kaya/ kerna orang-orang miskin berkembang di kota dan di desa/ Jangan kamu bilang dirimu kaya/ bila tetanggamu memangsa bangkai kucingnya/ Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu/ Dan perlu diusulkan/ agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda/ Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
(”Orang-Orang Miskin", W.S. Rendra)
Realitas sosial yang digambarkan dalam puisi tersebut adalah ....
Tidakkah sakal, negeriku? Muram dan liar 
Negeri ombak 
Laut yang diacuhkan musafir 
Kerna tak tahu kapan badai keluar dari eraman
Negeri batu karang yang permai, kapal-kapal menjauhkan diri
Negeri burung-burung gagak
Yang bertelur dan bersarang di muara sungai 
Unggas-unggas sebagai datang dan pergi 
Tapi entah untuk apa 
Nelayan-nelayan tak tahu
(”Doa untuk Indonesia”, Abdul Hadi W.M.) 
Realitas yang digambarkan dalam puisi tersebut adalah ....

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel