Contoh Soal Perlawanan Etnis Cina
Contoh Soal Perlawanan Etnis Cina - Lasem merupakan daerah yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram. Pada tahun 1679, VOC dengan bantuan Amangkurat II menyerang Lasem agar dapat memonopoli perdagangan di pesisir pantai utara Pulau Jawa. Peperangan tersebut menimbulkan kebencian warga Lasem, baik pribumi maupun Cina, terhadap Belanda maupun penguasa Mataram yang menjadi boneka Belanda.
Pada tahun 1714, Sunan Pakubuwana I mengangkat Pangeran Panji Sasongko (bergelar Tejakusuma V) menjadi Adipati Lasem (1714-1727). Meskipun demikian, Pangeran Tejakusuma V tidak menyukai Sunan Pakubowono I dan penggantinya, Sunan Pakubuwana II, karena keduanya memiliki hubungan yang sangat erat dengan Belanda. Sebagaimana penduduk Lasem yang lain, ia menaruh kebencian terhadap Belanda. Setelah pemberontakan di Mataram mereda, Pangeran Tejakusuma V mengundurkan diri dengan alasan kesehatan, tetapi putranya yang bernama Raden Panji Margono tidak berminat menggantikan kedudukannya, karena lebih memilih bertani dan berdagang dengan penduduk Cina di Lasem dan sekitarnya. Akhirnya, jabatan Adipati Lasem diserahkan kepada Oei Ing Kiat yang selanjutnya dilantik oleh Sunan Pakubuwana II pada tahun 1727 dengan gelar Tumenggung Widyaningrat.
Oei Ing Kiat (Tumenggung Widyaningrat) adalah seorang Cina beragama Islam yang sangat kaya, keturunan Bi Nang Oen yang merupakan salah seorang juru mudi armada Laksamana Ceng Ho yang mendarat di Bonang-Lasem. Bi Nang Oen adalah seorang pujangga dari Campa yang menjadi penyebar agama Islam di Lasem pada awal abad XV. Oei Ing Kiat sendiri merupakan pengusaha dan syahbandar yang memiliki banyak kapal junk dan perahu antar pulau.
Peristiwa Geger Pecinan pada tahun 1740 tidak lepas dari jatuhnya harga gula yang merupakan salah satu produk ekspor utama VOC ke Eropa sehingga kondisi keuangan kongsi dagang asal Belanda tersebut memburuk. Hal tersebut meresahkan penduduk miskin Cina yang menjadi buruh pabrik gula, terutama Gubernur Jenderal VOC saat itu, Adriaan Valckenier, memperketat kebijakan untuk mendeportasi warga Cina yang mencurigakan ke Ceylon (Sri Lanka). Namun, terdapat isu yang mengatakan bahwa orang-orang yang dideportasi tidak diturunkan di Ceylon melainkan dibuang di tengah laut. Keresahan tersebut menyebabkan terjadinya pemberontakan oleh etnis Cina yang berujung pada terjadinya pembantaian sekitar 10.000 jiwa etnis China di Batavia (9-10 Oktober 1740). Peristiwa tersebut dikenal dengan sebutan Tragedi Angke dan dicatat dalam Babad Tanah Jawi sebagai Geger Pecinan.
Akibat peristiwa tersebut, pada tahun 1741 sekitar 1.000 orang Cina Batavia lari dan mengungsi di kota-kota pesisir Jawa yang aman, salah satunya adalah Lasem. Mereka melihat penguasa di Lasem adalah seorang dari etnis Cina yang bisa melindungi mereka. Mengetahui peristiwa tersebut, Oei Ing Kiat dan penduduk Lasem baik pribumi maupun China menjadi semakin benci terhadap Kompeni Belanda. Oei Ing Kiat atau dikenal sebagai Tumenggung Widyaningrat mengizinkan para pengungsi untuk menetap dan membangun perkampungan-perkampungan baru di tepi Sungai Kemandung Karangturi, Pereng, dan Soditan. Sebagai dampaknya, warga Lasem berniat melakukan pemberontakan terhadap Belanda dan mengangkat tiga pemimpin pemberontakan, yaitu Raden Panji Margono, Raden Ngabehi Widyaningrat (Oei Ing Kiat), dan Tan Kee Wie. Raden Panji Margono menyamar sebagai seorang babah (keturunan Jawa-Cina) bernama Tan Pan Ciang (Tan Pan Tjiang), berbeda dari Khe Pandjang yang memimpin para pengungsi China dari Batavia. Tan Kee Wie dikenal sebagai juragan bata yang dermawan. Selain sebagai pengusaha, ia juga dikenal sebagai pendekar atau guru kungfu. Diceritakan bahwa dirinya mengangkat sumpah saudara dengan Oei Ing Kiat dan Raden Panji Margono.
Selama akhir 1740 hingga Juli 1742, Pakubuwono II beserta para penasihatnya berunding, apakah sebaiknya mereka bergabung dengan pergerakan pasukan Cina atau membantu Kompeni Belanda sehingga akan memperkokoh hubungan yang selama ini telah terjalin dengan baik. Di antara yang menentang rencana tersebut adalah Pangeran Ngabehi Loringpasar, Ratu Amangkurat, dan Pangeran Cakraningrat IV dari Madura. Di lain pihak, Tumenggung Martopuro merupakan salah satu penasihat yang mengusulkan untuk ikut mengadakan perlawan terhadap pendudukan Kompeni Belanda. Oleh sebab itu, ia diminta untuk menyelidiki penduduk China yang berada di wilayahnya. Pada 11 Mei 1741, Pakubuwono II meminta para penguasa di daerah pesisir untuk bersumpah setia kepadanya, jika hubungannya dengan Belanda benar-benar putus. Keputusan Pakubuwana II menyebabkan Adipati Cakraningrat IV memberikan dukungannya kepada VOC dan memberantas pergerakan pemberontakan Cina.
S1
Lasem merupakan daerah yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan ….
S2
VOC dengan bantuan Amangkurat II menyerang Lasem pada tahun ….
S3
Sunan Pakubuwana I mengangkat Pangeran Panji Sasongko menjadi Adipati Lasem pada tahun ….
S4
Pangeran Tejakusuma V tidak menyukai Sunan Pakubowono karena memiliki hubungan yang sangat erat dengan ….
S5
Pangeran Tejakusuma V mengundurkan diri dengan alasan ….
S6
Raden Panji Margono tidak berminat menggantikan kedudukan Pangeran Tejakusuma V, melainkan lebih memilih untuk ….
S7
Jabatan Adipati Lasem diserahkan kepada Oei Ing Kiat pada tahun ….
S8
Peristiwa Geger Pecinan tidak lepas dari jatuhnya harga ….
S9
Warga Cina yang mencurigakan dideportasi ke wilayah ….
S10
Pakubuwono II meminta para penguasa di daerah pesisir untuk bersumpah setia kepadanya pada tahun ….