Contoh Soal Para Raja yang Berkorban untuk Bangsa

Contoh Soal Para Raja yang Berkorban untuk Bangsa1. SULTAN HAMENGKUBUWONO IX
Peran besar Sultan HB IX terlihat jelas ketika Belanda berusaha kembali menguasai Indonesia melalui Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II. Walaupun pada agresi pertama dapat dikendalikan dengan adanya Perjanjian Renville, namun kedatangan Belanda dengan agresi keduanya mengakibatkan ibukota negara harus dipindahkan dari Jakarta ke lokasi lain. Hal tersebut mengingat situasi keamanan di Jakarta yang kian memburuk. Akhirnya, diputuskan untuk memindahkan ibukota ke Yogyakarta dengan pertimbangan kekuatan pasukan pengawal Sultan yang dapat diandalkan untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Pada tanggal 4 Januari 1946, rombongan Presiden Ir. Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta pun hijrah bersama dengan keluarga masing-masing menuju Yogyakarta.
Pemindahan ibukota ke Yogyakarta mendorong Belanda mengerahkan pasukannya untuk menggempur Yogyakarta. Adapun di Yogyakarta, dengan bantuan koordinasi dari Sultan Hamengkubuwono IX, TNI (Tentara Nasional Indonesia) mengorganisir sebuah gerakan yang dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949. Serangan melibatkan Panglima Besar Soedirman dan Letkol. Soeharto selaku Komandan Brigade di wilayah Yogyakarta. Serangan tersebut sekaligus menjadi pembuktian kepada dunia internasional bahwa TNI masih memiliki kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Serangan pun menuai hasil positif, salah satunya, karena bergabungnya Laskar Mataram yang dibentuk sebagai pasukan pengawal Sultan.
Jiwa kenegarawanan Sultan Hamengkubowono IX terlihat juga dari dukungannya terhadap berdirinya NKRI setelah Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945. Sultan mengirimkan amanat kepada pemerintahan terpilih yang menyebutkan bahwa Yogyakarta adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di bidang pemerintahan, Sultan Hamengkubuwono pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia serta Wakil Presiden Republik Indonesia (1973-1978).
2. SULTAN SYARIF KASIM II
Beliau lahir sebagai pewaris tahta Kerajaan Siak Sri Indrapura, dengan nama Tengku Sulung Sayed Kasim. Sejak kecil, Sayed Kasim telah dididik dalam lingkungan istana sebagai calon pengganti ayahnya, Sultan ke-11 di Kerajaan Siak. Sayed Kasim dikirim ke Batavia, pusat pemerintahan Hindia Belanda saat itu, pada tahun 1904, di usia 12 tahun, untuk belajar agama Islam kepada Sayed Husein Al-Habsyi dan ilmu pengetahuan lainnya. Sayed Kasim juga sempat mempelajari ilmu hukum dan ketatanegaraan dari Prof. Snouck Hurgronye (Institute Beck en Volten). Dalam proses belajarnya di Batavia, Sayed Kasim tidak lantas menjadi boneka pemerintahan Belanda, namun justru memupuk semangat perjuangan dan tekad kemerdekaan pada dirinya. Pada tahun 1908, Sayed Kasyim dinobatkan sebagai Sultan di usia 16 tahun setelah ayahnya wafat, tapi tidak langsung menjabat karena kurangnya usia. Baru pada usia 23 tahun, sekembalinya dari Batavia, Sayed Kasyim dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura, tepatnya pada 3 Maret 1915.
Penobatan Sayed Kasyim sebagai Sultan mengundang kecemasan di kalangan pemerintahan Belanda, karena mereka menyadari bahwa Sayed Kasyim adalah sosok yang berpendidikan. Beberapa langkah diambil untuk mengecilkan peranan Kerajaan Siak dan bahkan mulai berani menghapuskan peranan Dewan Kerajaan. Hal ini ditanggapi Sultan dengan membangun kekuatan militer dari para pemuda di kesultanannya. Tindakan tersebut semakin menimbulkan kebencian Belanda, terlebih setelah Sultan secara terang-terangan menolak campur tangan pemerintahan Hindia Belanda melalui berbagai putusan pengadilan untuk mengatur Kerajaan Siak. Belanda pun menempatkan satu batalion serdadu Belanda di seberang Istana Siak.
Pertempuran dengan Belanda pecah pada tahun 1931 di Selat Akar Merbau. Selanjutnya, tidak terdengar lagi konflik antara kedua belah pihak, hingga Belanda meninggalkan Indonesia dan digantikan dengan pendudukan Jepang. Pergantian pendudukan tidak mengendurkan perlawanan Sultan Sayed Kasyim. Sultan tetap menolak segala bentuk penjajahan kepada masyarakatnya. Hal ini salah satunya dilakukan dengan penolakan untuk mengirimkan tenaga romusha seperti yang diminta oleh Jepang. Semasa hidupnya, Sultan Siak ke-12 ini turut memberikan sumbangsih bagi pendidikan masyarakat, dengan mendirikan sekolah agama Islam yang diberi nama ‘Madrasah Taufiqiyah Al-Hasyimiah’ pada tahun 1917 dan sekolah untuk kaum wanita yang diberi nama ‘Latifah School’ pada tahun 1926. Sultan Sayed Kasyim meninggal pada 23 April 1968 dan dianugerahi gelar pahlawan oleh pemerintah pada 6 November 1998.

Contoh Soal Para Raja yang Berkorban untuk Bangsa

Invasi militer Belanda ke Indonesia dalam Agresi Militer I dapat diredam melalui ....
Agresi Militer Belanda II berakibat pada dipindahkannya ibukota negara ke ....
Pimpinan Kesultanan Yogyakarta yang merancang Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah ....
Panglima Besar TNI yang memberikan instruksi selama berlangsungnya Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah ....
Pasukan pengawal Kesultanan Yogyakarta yang turut ambil bagian dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 berjulukan ....
Sultan Hamengkubuwono IX pernah menduduki jabatan penting di pemerintahan, yakni ....
Sultan Syarif Kasim II adalah keturunan raja dari Kerajaan ....
Untuk memperluas pengetahuannya, Sayed Kasim dikirim oleh keluarganya untuk menuntut ilmu di ....
Bentuk penolakan Sultan Syarif Kasim II atas penjajahan tidak hanya dilakukan semasa pendudukan Belanda. Penolakan juga dilakukan di masa pendudukan Jepang dengan cara ....
Sultan Syarif Kasim II adalah Raja Siak yang ke- ....

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel