Contoh Soal Sistem Perencanaan Wilayah Nasional
Contoh Soal Sistem Perencanaan Wilayah Nasional - Menurut Chaprin (1990), perencanaan wilayah (regional planning) dapat dimaknai sebagai upaya intervensi terhadap kekuatan-kekuatan pasar yang, dalam konteks pengembangan wilayah, memiliki tiga tujuan pokok, yakni meminimalkan konflik kepentingan antar sektor, meningkatkan kemajuan sektoral, dan membawa kemajuan bagi masyarakat secara keseluruhan. Perencanaan dimaksudkan untuk mewujudkan pengembangan wilayah, yaitu upaya mendorong perkembangan wilayah melalui pendekatan komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, dan sosial.
Pendekatan perencanaan wilayah dapat dibedakan atas:
• Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Jenis perencanaan ini bertujuan untuk mencapai suatu tingkat perkembangan ekonomi tertentu suatu wilayah. Pada dasarnya, perencanaan berkaitan erat dengan struktur serta pertumbuhan dari ekonomi tingkat nasional. Perhatian utama pendekatan perencanaan adalah pada peningkatan kapasitas produksi dan perubahan neraca antar sektor. Oleh karenanya, perencanaan cenderung bersifat makro serta menghasilkan rencana komprehensif yang mencakup segala sektor
• Perencanaan Fisik Wilayah
Bahasan perkembangan perencanaan fisik, pada umumnya, mengemukakan uraian hakekat manusia dalam kaitannya dengan lingkungan fisik. Pendapat klasik selalu mengasosiasikan pengertian perencanaan fisik dengan perencanaan kota atau lingkungan permukiman. Pendapat tadi dewasa ini disadari sebagai pendapat pengertian perencanaan dalam arti sempit. Hal tersebut mengingat bahwa perencanaan sebenamya menyangkut berbagai aspek kehidupan yang luas, meliputi segi sosial budaya, ekonomi, dan politik. Dalam hal perencanaan fisik merupakan bagian dari usaha untuk menjawab perubahan-perubahan pada masyarakat yang aspeknya luas tersebut.
Perencanaan fisik merupakan kegiatan perencanaan yang mencakup pengelolaan penggunaan lahan dan tata ruang. Kegiatan-kegiatan itu mencakup penyusunan rancangan rinci (misalnya lingkungan kota) sampai dengan penentuan umum penggunaan ruang suatu wilayah.
• Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Jenis perencanaan ini bertujuan untuk mencapai suatu tingkat perkembangan ekonomi tertentu suatu wilayah. Pada dasarnya, perencanaan berkaitan erat dengan struktur serta pertumbuhan dari ekonomi tingkat nasional. Perhatian utama pendekatan perencanaan adalah pada peningkatan kapasitas produksi dan perubahan neraca antar sektor. Oleh karenanya, perencanaan cenderung bersifat makro serta menghasilkan rencana komprehensif yang mencakup segala sektor
• Perencanaan Fisik Wilayah
Bahasan perkembangan perencanaan fisik, pada umumnya, mengemukakan uraian hakekat manusia dalam kaitannya dengan lingkungan fisik. Pendapat klasik selalu mengasosiasikan pengertian perencanaan fisik dengan perencanaan kota atau lingkungan permukiman. Pendapat tadi dewasa ini disadari sebagai pendapat pengertian perencanaan dalam arti sempit. Hal tersebut mengingat bahwa perencanaan sebenamya menyangkut berbagai aspek kehidupan yang luas, meliputi segi sosial budaya, ekonomi, dan politik. Dalam hal perencanaan fisik merupakan bagian dari usaha untuk menjawab perubahan-perubahan pada masyarakat yang aspeknya luas tersebut.
Perencanaan fisik merupakan kegiatan perencanaan yang mencakup pengelolaan penggunaan lahan dan tata ruang. Kegiatan-kegiatan itu mencakup penyusunan rancangan rinci (misalnya lingkungan kota) sampai dengan penentuan umum penggunaan ruang suatu wilayah.
B. PERENCANAAN WILAYAH DI INDONESIA
Perencanaan wilayah di Indonesia dapat diuraikan dalam beberapa periode berikut:
1) Periode 1960-an
Pada kurun waktu ini, pendekatan pembangunan yang dilakukan masih bersifat parsial dan sektoral. Sebagai negara yang baru belajar membangun, perencanaan pembangunan yang diterapkan masih terbatas dan dipengaruhi pendekatan pembangunan masa sebelumnya. Titik berat pelaksanaan pengembangan wilayah terfokus pada kawasan perkotaan, sedangkan perdesaan belum mendapat perhatian serius.
2) Periode 1970-an
Perencanaan wilayah mulai dipandang sebagai solusi guna mempercepat pembangunan wilayah. Meski demikian, praktek yang dilakukan masih bersifat sektoral berdasarkan kepentingan sektor masing-masing.
Sektor-sektor mulai menyusun kebijakan pengembangannya dalam rangka pengembangan wilayah, sebagai berikut:
• Sektor pertanian menerapkan pengembangan wilayah dengan menganut pembagian unit lahan berdasarkan kesesuaian lahan bagi kegiatan pertanian.
• Sektor pertanahan menerapkan perencanaan tata guna tanah berdasarkan penilaian kondisi dan potensi lahan.
• Sektor kehutanan memperkenalkan status/fungsi hutan melalui kriteria jenis tanah, kemiringan, dan curah hujan/iklim.
• Sektor pariwisata mengembangkan kawasan wisata melalui penetapan Wilayah Tujuan Wisata (WTW) dan Daerah Tujuan Wisata (DTW).
• Sektor transmigrasi menetapkan pewilayahan yang dikenal dengan Wilayah Pengembangan Parsial (WPP), Satuan Kawasan Pemukiman (SKP) dan Satuan Pemukiman.
Praktek yang dilakukan setiap sektor pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan optimasi penggunaan ruang dan wilayah, sehingga produktivitas yang optimum dapat tercapai dan diasumsikan terjadi efek tetesan ke bawah (trickle down effects).
3) Periode 1980-an
Periode awal tahun 1980-an ditandai dengan perumusan Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (NUDS, 1982) yang masih menggunakan konsep kutub pertumbuhan (growth pole) dalam proses pembangunannya. Hal ini terlihat dari klasifikasi kota berdasarkan besaran penduduk menjadi metropolitan, kota besar, kota sedang, dan kota kecil.
Pada periode 1980-an mulai dikenalkan konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ (sustainable development), ditandai pemberlakuan UU No.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Keppres No. 32/1990 tentang Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung, dan beberapa peraturan mengenai analisis dampak lingkungan.
4) Periode 1990-an
Kebijakan pembangunan nasional awal tahun 1990-an menekankan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan, peningkatan desentralisasi, peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan, pengembangan kawasan strategis dan pembangunan berkelanjutan yang dilandasi Agenda-21 Rio de Janeiro. Kebijakan tersebut, antara lain, dilaksanakan melalui pemberlakuan PP No. 45/1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang.
Pendekatan wilayah dalam perencanaan tata ruang wilayah mengalami pendalaman dan perluasan cakupan. Dalam prosesnya, penataan ruang melakukan tinjauan komprehensif tentang wilayah, seperti penduduk, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial, ekonomi, fisik, serta merumuskan tujuan, sasaran dan target pengembangan wilayah. Analisisnya menggunakan model dari berbagai disiplin ilmu. Hasil kegiatan dituangkan dalam spatial plan atau rencana tata ruang. Menurut undang-undang tersebut, penataan ruang adalah alat untuk menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan serta menjamin kegiatan ekonomi masyarakat dan wilayah. Dengan kata lain, penataan ruang adalah alat untuk menjamin pengentasan kemiskinan (berorientasi kepada masyarakat banyak) serta merupakan arahan kebijakan dan strategi spasial untuk keterpaduan program lintas sektor dan lintas wilayah.
Pada periode ini dikenal hirarki Sistem Perencanaan Tata Ruang, yaitu:
• Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional, disusun pemerintah pusat dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).
• Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) yang merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah provinsi, disusun Pemerintah Provinsi dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).
• Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW Kabupaten/Kota) yang merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, disusun Pmerintah Kabupaten/Kota dan ditetapkan dengan Perda Kabupaten/Kota.
• Rencana-rencana rinci yang merupakan rencana detil dan teknis untuk kawasan-kawasan pada bagian wilayah kota atau kabupaten, sebagai implementasi dari perencanaan-perencanaan strategis tersebut.
5) Periode 2000-an
Pendekatan wilayah telah mengalami penyesuaian dalam penerapannya hingga terbentuk paradigma baru pengembangan wilayah/kawasan di era otonomi. Dalam paradigma baru ini, penataan ruang lebih desentralistik (bottom-up approach) dan penyusunan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) disiapkan pemerintah daerah bersangkutan dengan mengikutsertakan masyarakat (public participation).
1) Periode 1960-an
Pada kurun waktu ini, pendekatan pembangunan yang dilakukan masih bersifat parsial dan sektoral. Sebagai negara yang baru belajar membangun, perencanaan pembangunan yang diterapkan masih terbatas dan dipengaruhi pendekatan pembangunan masa sebelumnya. Titik berat pelaksanaan pengembangan wilayah terfokus pada kawasan perkotaan, sedangkan perdesaan belum mendapat perhatian serius.
2) Periode 1970-an
Perencanaan wilayah mulai dipandang sebagai solusi guna mempercepat pembangunan wilayah. Meski demikian, praktek yang dilakukan masih bersifat sektoral berdasarkan kepentingan sektor masing-masing.
Sektor-sektor mulai menyusun kebijakan pengembangannya dalam rangka pengembangan wilayah, sebagai berikut:
• Sektor pertanian menerapkan pengembangan wilayah dengan menganut pembagian unit lahan berdasarkan kesesuaian lahan bagi kegiatan pertanian.
• Sektor pertanahan menerapkan perencanaan tata guna tanah berdasarkan penilaian kondisi dan potensi lahan.
• Sektor kehutanan memperkenalkan status/fungsi hutan melalui kriteria jenis tanah, kemiringan, dan curah hujan/iklim.
• Sektor pariwisata mengembangkan kawasan wisata melalui penetapan Wilayah Tujuan Wisata (WTW) dan Daerah Tujuan Wisata (DTW).
• Sektor transmigrasi menetapkan pewilayahan yang dikenal dengan Wilayah Pengembangan Parsial (WPP), Satuan Kawasan Pemukiman (SKP) dan Satuan Pemukiman.
Praktek yang dilakukan setiap sektor pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan optimasi penggunaan ruang dan wilayah, sehingga produktivitas yang optimum dapat tercapai dan diasumsikan terjadi efek tetesan ke bawah (trickle down effects).
3) Periode 1980-an
Periode awal tahun 1980-an ditandai dengan perumusan Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (NUDS, 1982) yang masih menggunakan konsep kutub pertumbuhan (growth pole) dalam proses pembangunannya. Hal ini terlihat dari klasifikasi kota berdasarkan besaran penduduk menjadi metropolitan, kota besar, kota sedang, dan kota kecil.
Pada periode 1980-an mulai dikenalkan konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ (sustainable development), ditandai pemberlakuan UU No.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Keppres No. 32/1990 tentang Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung, dan beberapa peraturan mengenai analisis dampak lingkungan.
4) Periode 1990-an
Kebijakan pembangunan nasional awal tahun 1990-an menekankan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan, peningkatan desentralisasi, peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan, pengembangan kawasan strategis dan pembangunan berkelanjutan yang dilandasi Agenda-21 Rio de Janeiro. Kebijakan tersebut, antara lain, dilaksanakan melalui pemberlakuan PP No. 45/1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang.
Pendekatan wilayah dalam perencanaan tata ruang wilayah mengalami pendalaman dan perluasan cakupan. Dalam prosesnya, penataan ruang melakukan tinjauan komprehensif tentang wilayah, seperti penduduk, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial, ekonomi, fisik, serta merumuskan tujuan, sasaran dan target pengembangan wilayah. Analisisnya menggunakan model dari berbagai disiplin ilmu. Hasil kegiatan dituangkan dalam spatial plan atau rencana tata ruang. Menurut undang-undang tersebut, penataan ruang adalah alat untuk menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan serta menjamin kegiatan ekonomi masyarakat dan wilayah. Dengan kata lain, penataan ruang adalah alat untuk menjamin pengentasan kemiskinan (berorientasi kepada masyarakat banyak) serta merupakan arahan kebijakan dan strategi spasial untuk keterpaduan program lintas sektor dan lintas wilayah.
Pada periode ini dikenal hirarki Sistem Perencanaan Tata Ruang, yaitu:
• Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional, disusun pemerintah pusat dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).
• Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) yang merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah provinsi, disusun Pemerintah Provinsi dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).
• Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW Kabupaten/Kota) yang merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, disusun Pmerintah Kabupaten/Kota dan ditetapkan dengan Perda Kabupaten/Kota.
• Rencana-rencana rinci yang merupakan rencana detil dan teknis untuk kawasan-kawasan pada bagian wilayah kota atau kabupaten, sebagai implementasi dari perencanaan-perencanaan strategis tersebut.
5) Periode 2000-an
Pendekatan wilayah telah mengalami penyesuaian dalam penerapannya hingga terbentuk paradigma baru pengembangan wilayah/kawasan di era otonomi. Dalam paradigma baru ini, penataan ruang lebih desentralistik (bottom-up approach) dan penyusunan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) disiapkan pemerintah daerah bersangkutan dengan mengikutsertakan masyarakat (public participation).
S1
Perencanaan wilayah dapat dimaknai sebagai upaya intervensi terhadap ….
S2
Perhatikan hal berikut!
1) Meminimalkan konflik antar sektor
2) Meningkatkan kemajuan sektoral
3) Mempertinggi keterlibatan masyarakat
4) Melaksanakan garis besar program pemerintah
Tujuan perencanaan wilayah ditunjukkan oleh nomor ….
1) Meminimalkan konflik antar sektor
2) Meningkatkan kemajuan sektoral
3) Mempertinggi keterlibatan masyarakat
4) Melaksanakan garis besar program pemerintah
Tujuan perencanaan wilayah ditunjukkan oleh nomor ….
S3
Perencanaan ekonomi berkaitan erat dengan ….
S4
Bahasan perkembangan perencanaan fisik, pada umumnya, mengemukakan uraian hakekat ….
S5
Pendapat klasik selalu mengasosiasikan pengertian perencanaan fisik dengan …
S6
Pada kurun 1960-an, pendekatan pembangunan yang dilakukan masih bersifat ….
S7
Pada periode 1970-an, perencanaan wilayah mulai dipandang sebagai solusi guna ….
S8
Konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ mulai diperkenalkan pada periode tahun ….
S9
Kebijakan pembangunan nasional awal tahun 1990-an menekankan beberapa hal, kecuali ….
S10
Perhatikan hal berikut!
1) Sentralistik
2) Desentralistik
3) Partisipatif
4) Sepihak
Ciri perencanaan wilayah nasional pada periode 2000-an ialah ….
1) Sentralistik
2) Desentralistik
3) Partisipatif
4) Sepihak
Ciri perencanaan wilayah nasional pada periode 2000-an ialah ….