Contoh Soal Konflik dan Pengembangan Konflik dalam Novel
Contoh Soal Konflik dan Pengembangan Konflik dalam Novel - Sudahkah kamu memahami unsur intrinsik yang telah disampaikan sebelumnya, yaitu mengenai alur, latar, dan sudut pandang? Jika sebelumnya kita berbicara beberapa unsur intrinsik dalam novel, kali ini kamu akan sedikit mengingat materi sebelumnya, yaitu tentang alur, sebab pada pembahasan kali ini kamu akan belajar tentang konflik dan pengembangannya yang seluruhnya masih bagian dari alur cerita.
Setiap konflik terdapat pada alur, tetapi tidak semua alur memiliki konflik. Sebuah cerita akan terasa hambar jika memiliki alur tanpa konflik. Konflik merupakan gambaran ketidakstabilan situasi yang lebih mengarah pada permasalahan darurat yang nantinya akan memuncak pada klimaks permasalahan. Jika dianalogikan, konflik seperti memasak air pada kompor. Awalnya dingin tetapi semakin didiamkan akan semakin panas dan mendidih, bahkan bisa habis hingga gosong jik a kompor tidak juga dipadamkan. Begitu pun dengan konflik. Permasalahan yang awalnya biasa saja akan semakin kompleks jika dibiarkan. Oleh karena itu, setiap konflik memiliki tahapan pengembangan yang harus dilewati agar cerita tersusun rapi dan tidak monoton. Tahapan pengembangan konflik tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pengenalan atau pengantar
Pada bagian ini, cerita berisi pengenalan tokoh, waktu, tempat, dan gambaran permasalahan yang biasanya disampaikan di awal cerita. Perhatikan contoh berikut ini!
Ibu kos dengan daster kebesarannya sibuk hilir-mudik dengan aktivitas paginya: menyapu dan mengelap kaca jendela. Sapu injuk di tangan kanan dan sehelai lap hinggap di bahunya. Suara berita di tevisi disetelnya keras-keras.
“Punten Bu,” kataku ketika lewat ke kamar mandi.
“Mangga. Eh Lif, coba lihat tuh di pintu kamar kamu geura. Kayaknya kamu bakal kedatangan tamu. Atau bakal dapat keberuntungan, meureun.”
“Punten Bu,” kataku ketika lewat ke kamar mandi.
“Mangga. Eh Lif, coba lihat tuh di pintu kamar kamu geura. Kayaknya kamu bakal kedatangan tamu. Atau bakal dapat keberuntungan, meureun.”
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
2. Pemunculan konflik
Bagian ini menampilkan cerita awal mula datangnya masalah. Perhatikan contoh berikut ini!
Selepas zuhur, ketika duduk-duduk di teras kos, aku mendengar klakson motor melengking. Sesaat kemudian aku lihat kepala yang berkacamata hitam dan berkumis tebal mondar-mandir di balik pagar. Lalu pintu pagar diketuk keras. Ketika aku dekati, dia tampak melongok-longok ke dalam rumah. Tampaklah seluruh badannya yang lebih menyeramkan dibanding kepalanya. Berkaos ketat biru kelam dengan otot lengan dan dada yang menyembul-nyembul.
“Ini tempat tinggal Pak Alif Fikri?” tanya laki-laki itu ketika melihatku.
“Ini tempat tinggal Pak Alif Fikri?” tanya laki-laki itu ketika melihatku.
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
3. Klimaks atau puncak masalah
Bagian ini mendeskripsikan ketegangan yang berlangsung sebagai puncak permasalahan. Dengan kata lain, masalah sedang sangat parah dan panas-panasnya. Perhatikan contoh berikut ini!
“Maaf, ada keperluan apa Pak?”
“Orangnya mana? Jangan banyak tanya. Dia ada urusan penting dengan kantor saya!” serunya dengan suara lantang. Mentang-mentang berbadan kekar, gaya bicara dan bahasa tubuhnya mengancam. Aku mencoba mengimbangi keadaan dengan waspada.
“Loh yang namu kan Bapak. Saya hanya tanya, ada urusan apa? Lalu dari kantor apa?” balasku sengit.
“Saya dari kantor kartu kredit! Kami akan menagih utangnya yang belum lunas. Kamu siapanya?”salaknya membalas tidak kalah keras.
...........................................................................................
“Ayo panggil orangnya sekarang!” suaranya makin tinggi. Lengannya tanpa segan sudah terjulur ke dalam pagar. Intimidasi fisik tampaknya sudah dimulai.
“Orangnya mana? Jangan banyak tanya. Dia ada urusan penting dengan kantor saya!” serunya dengan suara lantang. Mentang-mentang berbadan kekar, gaya bicara dan bahasa tubuhnya mengancam. Aku mencoba mengimbangi keadaan dengan waspada.
“Loh yang namu kan Bapak. Saya hanya tanya, ada urusan apa? Lalu dari kantor apa?” balasku sengit.
“Saya dari kantor kartu kredit! Kami akan menagih utangnya yang belum lunas. Kamu siapanya?”salaknya membalas tidak kalah keras.
...........................................................................................
“Ayo panggil orangnya sekarang!” suaranya makin tinggi. Lengannya tanpa segan sudah terjulur ke dalam pagar. Intimidasi fisik tampaknya sudah dimulai.
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
4. Antiklimaks
Bagian ini menggambarkan situasi akibat masalah perlahan-lahan menuju ketenangan dan ketegangan berangsur-angsur menurun. Sudah tidak ada kecemasan pada diri tokoh, seperti
Sosok berwajah belang dan si Kepala Botak itu baru pergi setelah aku berjanji akan mulai mencicil lagi. “Awas, kami akan ke sini kalau bermasalah lagi!” ancam si Botak sambil menunjuk-nunjuk mukaku.
Sosok berwajah belang dan si Kepala Botak itu baru pergi setelah aku berjanji akan mulai mencicil lagi. “Awas, kami akan ke sini kalau bermasalah lagi!” ancam si Botak sambil menunjuk-nunjuk mukaku.
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
5. Resolusi
Bagian ini mendeskripsikan bahwa masalah sudah benar-benar reda dan tuntas sehingga tokoh sudah merasa tidak bermasalah lagi. Perhatikan contoh berikut ini!
“Aku cuma mengangguk-ngangguk seperti burung beo. Dia menjulurkan tangannya menyalamiku. “Semoga harga kertas segera stabil Lif, jadi kami bisa memuat tulisan bermutu dari kamu lagi.”
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
Konflik tersebut tentu saja disebabkan oleh para tokoh yang ada dalam cerita, baik antara tokoh dengan tokoh lainnya maupun antara tokoh dengan kondisi sekelilingnya, terutama dengan alam. Dari penyebab-penyebab di atas, konflik terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Konflik internal
Konflik internal disebabkan oleh adanya perseteruan antara tokoh dengan dirinya sendiri. Perseteruan itu terjadi karena pertempuran batin atau ide terhadap suatu permasalahan pada diri tokoh itu sendiri. Konflik internal disebut juga dengan konflik batin. Perhatikan contoh berikut ini!
Kini akulah laki-laki satu-satunya di keluarga kecil kami. Akulah yang harus membela Amak dan adik-adik. Tapi bagaimana caranya? Kalau ingin menggantikan peran Ayah mencari nafkah, aku mungkin harus berhenti kuliah dan bekerja. Tapi bagaimana dengan impianku untuk kuliah? Untuk merantau keluar negeri? Aku memijit-mijit keningku yang kini berkulit kusut. Pesan terakhir Ayah terus bersipongang di lubuk hatiku: “Alif, bela adik-adik dan amakmu. Rajinlah sekolah.” Ya Allah, berilah aku kemudahan untuk menjalankan amanat ini.
(Ranah 3 Warna, A. Fuadi)
2. Konflik eksternal
Konflik eksternal muncul karena adanya perseteruan antara tokoh dengan sesuatu yang ada di sekitarnya, baik dengan tokoh lain maupun dengan alam. Oleh karena itu, konflik eksternal terbagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
- Konflik fisik yang disebabkan benturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Perhatikan contoh berikut ini!
Aku rapatkan jaket melawan angin dingin musim gugur dan duduk di kursi kayu di tengah Kogan Plaza. Aku kunyah pretzel keras dan asin ini. Mulutku mengeluarkan asap seperti naga setiap kali menganga.
(Rantau 1 Muara, A. Fuadi)
- Konflik sosial yang disebabkan pertentangan antartokoh dalam cerita. Perhatikan contoh berikut ini!
Tiba-tiba, Beni mencoba nampar Nandan. Nandan mengelak. Tapi oleh karena justru itu malah membuat Beni makin jadi emosi.
Beni merangsek dan lalu berusaha mukul Nandan. Saribin berusaha mencegahnya. Aku teriak ke Beni berusaha agar bisa kuhentikan.
Beni merangsek dan lalu berusaha mukul Nandan. Saribin berusaha mencegahnya. Aku teriak ke Beni berusaha agar bisa kuhentikan.
(Dilan, Pidi Baiq)
Poin Penting
Konflik merupakan gambaran ketidakstabilan situasi yang lebih mengarah pada permasalahan darurat yang nantinya akan memuncak pada klimaks permasalahan. Tahapan pengembangan konflik tersebut adalah sebagai berikut.
- Pengenalan atau pengantar
- Pemunculan konflik
- Klimaks atau puncak masalah
- Antiklimaks
- Resolusi
Konflik terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.
- Konflik internal
- Konflik eksternal
S1
Perhatikan cuplikan novel berikut dengan saksama!
“Heh,? Apa ini?”
“Apa?! Melawan?” tanya Pak Suripto
“Ya! Aku melawan!” teriak Dilan cukup keras, sampai membuat semua orang menengok ke arah suara Dilan. Kepala sekolah juga menghentikan pidatonya.
Pak Suripto menampar Dilan. Dilan balas menapar Pak Suripto. Sebelum Pak Suripto menampar lagi, Dilan keburu memukulnya dengan pukulan yang bertubi.
Suasana jadi ribut. Barisan menjadi berantakan, terutama barisan kelasku karena masing-masing menghindar untuk tidak terkena pukulan yang nyasar. Semua orang ingin lihat. Upacara bendera otomatis jadi kacau.
“Apa?! Melawan?” tanya Pak Suripto
“Ya! Aku melawan!” teriak Dilan cukup keras, sampai membuat semua orang menengok ke arah suara Dilan. Kepala sekolah juga menghentikan pidatonya.
Pak Suripto menampar Dilan. Dilan balas menapar Pak Suripto. Sebelum Pak Suripto menampar lagi, Dilan keburu memukulnya dengan pukulan yang bertubi.
Suasana jadi ribut. Barisan menjadi berantakan, terutama barisan kelasku karena masing-masing menghindar untuk tidak terkena pukulan yang nyasar. Semua orang ingin lihat. Upacara bendera otomatis jadi kacau.
(Dilan, Pidi Baiq)
Jenis konflik yang terdapat pada cuplikan novel di atas adalah ....
S2
Perhatikan cuplikan novel berikut dengan saksama!
“Heh,? Apa ini?”
“Apa?! Melawan?” tanya Pak Suripto
“Ya! Aku melawan!” teriak Dilan cukup keras, sampai membuat semua orang menengok ke arah suara Dilan. Kepala sek olah juga menghentikan pidatonya.
Pak Suripto menampar Dilan. Dilan balas menapar Pak Suripto. Sebelum Pak Suripto menampar lagi, Dilan keburu memukulnya dengan pukulan yang bertubi.
Suasana jadi ribut. Barisan menjadi berantakan, terutama barisan kelasku karena masing-masing menghindar untuk tidak terkena pukulan yang nyasar. Semua orang ingin lihat. Upacara bendera otomatis jadi kacau.
“Apa?! Melawan?” tanya Pak Suripto
“Ya! Aku melawan!” teriak Dilan cukup keras, sampai membuat semua orang menengok ke arah suara Dilan. Kepala sek olah juga menghentikan pidatonya.
Pak Suripto menampar Dilan. Dilan balas menapar Pak Suripto. Sebelum Pak Suripto menampar lagi, Dilan keburu memukulnya dengan pukulan yang bertubi.
Suasana jadi ribut. Barisan menjadi berantakan, terutama barisan kelasku karena masing-masing menghindar untuk tidak terkena pukulan yang nyasar. Semua orang ingin lihat. Upacara bendera otomatis jadi kacau.
(Dilan, Pidi Baiq)
Pengembangan konflik yang terjadi pada cuplikan novel di atas berada pada tahapan ....
S3
Kutipan novel yang mengandung konflik fisik adalah ....
S4
Perhatikan cuplikan novel berikut dengan saksama!
Hujan lebat dan guruh masih bersahut-sahutan di luar sana. Lamat-lamat, lonceng berdentang di luar. Waktunya ke masjid. Dia pasti segera mengambil keputusan.
Ustad Torik menghela napas panjang.
“Kali ini saya maafkan karena hujan, lain kali, tidak ada toleransi!”
Mungkin hujan dan guruh yang terus ribut telah membela kami. Mungkin mood-nya sedang baik. Mungkin dia keberatan lantai kantornya basah oleh kami. Mungkin dia kasihan melihat kami kedinginan dan datang tergopoh-gopoh. Yang jelas dia memaafkan keterlambatan kami kali ini. Alhamdulillah.
Seandainya... seandainya dia tahu kami terlambat karena lewat pesantren putri dan berhenti pula di depan bioskop, kami mungkin sudah menjelma menjadi murid berkepala botak seperti Cuplis dalam film Si Unyil.
Ustad Torik menghela napas panjang.
“Kali ini saya maafkan karena hujan, lain kali, tidak ada toleransi!”
Mungkin hujan dan guruh yang terus ribut telah membela kami. Mungkin mood-nya sedang baik. Mungkin dia keberatan lantai kantornya basah oleh kami. Mungkin dia kasihan melihat kami kedinginan dan datang tergopoh-gopoh. Yang jelas dia memaafkan keterlambatan kami kali ini. Alhamdulillah.
Seandainya... seandainya dia tahu kami terlambat karena lewat pesantren putri dan berhenti pula di depan bioskop, kami mungkin sudah menjelma menjadi murid berkepala botak seperti Cuplis dalam film Si Unyil.
(Negeri 5 Menara, A. Fuadi)
Penyebab konflik pada cuplikan novel di atas adalah ....
S5
Perhatikan cuplikan novel berikut dengan saksama!
Hujan lebat dan guruh masih bersahut-sahutan di luar sana. Lamat-lamat, lonceng berdentang di luar. Waktunya ke masjid. Dia pasti segera mengambil keputusan.
Ustad Torik menghela napas panjang.
“Kali ini saya maafkan karena hujan, lain kali, tidak ada toleransi!”
Mungkin hujan dan guruh yang terus ribut telah membela kami. Mungkin mood-nya sedang baik. Mungkin dia keberatan lantai kantornya basah oleh kami. Mungkin dia kasihan melihat kami kedinginan dan datang tergopoh-gopoh. Yang jelas dia memaafkan keterlambatan kami kali ini. Alhamdulillah.
Seandainya... seandainya dia tahu kami terlambat karena lewat pesantren putri dan berhenti pula di depan bioskop, kami mungkin sudah menjelma menjadi murid berkepala botak seperti Cuplis dalam film Si Unyil.
Ustad Torik menghela napas panjang.
“Kali ini saya maafkan karena hujan, lain kali, tidak ada toleransi!”
Mungkin hujan dan guruh yang terus ribut telah membela kami. Mungkin mood-nya sedang baik. Mungkin dia keberatan lantai kantornya basah oleh kami. Mungkin dia kasihan melihat kami kedinginan dan datang tergopoh-gopoh. Yang jelas dia memaafkan keterlambatan kami kali ini. Alhamdulillah.
Seandainya... seandainya dia tahu kami terlambat karena lewat pesantren putri dan berhenti pula di depan bioskop, kami mungkin sudah menjelma menjadi murid berkepala botak seperti Cuplis dalam film Si Unyil.
(Negeri 5 Menara, A. Fuadi)
Tahap pengembangan konflik yang terjadi pada cuplikan novel di atas adalah ....
S6
Perhatikan cuplikan novel berikut dengan saksama!
Noni hanya menggeleng
“Non ... sebenarnya gua pingin bicara sesuatu sama lu. Gue pingin kita temenan kaya dulu. Gua mau minta maaf atas semuanya. Selama ini gua bingung mulai dari mana ...,” terbata-bata Kugy berusaha menjelaskan.
“Non ... sebenarnya gua pingin bicara sesuatu sama lu. Gue pingin kita temenan kaya dulu. Gua mau minta maaf atas semuanya. Selama ini gua bingung mulai dari mana ...,” terbata-bata Kugy berusaha menjelaskan.
(Perahu Kertas, Dewi Lestari)
Pengembangan konflik yang terjadi pada kutipan novel di atas adalah ....
S7
Perhatikan cuplikan novel berikut dengan saksama!
- Tuti melemparkan gelas yang ada di hadapannya hingga gelas itu membentur tembok dan pecah.
- Wawan dan Lia berjalan di trotoar sepanjang jalan raya menuju sekolah dengan suasana yang sangat akrab.
- Julia melaporkan Wawan dan Lia kepada Tuti yang saat itu berstatus sebagai kekasih Wawan
- Wawan meminta maaf kepada Tuti dan menjelaskan bahwa apa yang dikatakan Julia sebenarnya salah paham.
- Tuti berusaha mencerna alasan yang disampaikan Wawan dan tetap berusaha tenang hingga pernyataan “Oke, aku maafkan kamu sepenuhnya?”.
Bagian yang menunjukkan resolusi adalah ....
S8
Penggalan novel yang termasuk pada jenis konflik batin adalah ....
S9
Perhatikan cuplikan novel berikut dengan saksama!
Adri tertawa kecil, menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kamu tahu apa tentang hidup? Kamu masih dua puluh tahun. Kamu nggak tahu apa-apa!”
“Saya cukup tahu bahwa hidup yang sekarang ini saya jalankan adalah hidup yang Papa mau, bukan yang saya mau,” kata Keenan getir. “Saya ingin berhenti kuliah mulai dari semester depan. Dan saya tidak akan membebani Papa lagi. Saya akan cari uang dan membiayai hidup saya sendiri.”
“Keenan! Let op je woorden!” Lena menyambar seketika, “ga niet al te ver. Jangan asal ngomong kamu ....”
“Saya cukup tahu bahwa hidup yang sekarang ini saya jalankan adalah hidup yang Papa mau, bukan yang saya mau,” kata Keenan getir. “Saya ingin berhenti kuliah mulai dari semester depan. Dan saya tidak akan membebani Papa lagi. Saya akan cari uang dan membiayai hidup saya sendiri.”
“Keenan! Let op je woorden!” Lena menyambar seketika, “ga niet al te ver. Jangan asal ngomong kamu ....”
(Perahu Kertas, Dewi Lestari)
Penyebab konflik pada penggalan novel di atas adalah sebagai berikut, kecuali ....
S10
Perhatikan cuplikan novel berikut dengan saksama!
Adri tertawa kecil, menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kamu tahu apa tentang hidup? Kamu masih dua puluh tahun. Kamu nggak tahu apa-apa!”
“Saya cukup tahu bahwa hidup yang sekarang ini saya jalankan adalah hidup yang Papa mau, bukan yang saya mau,” kata Keenan getir. “Saya ingin berhenti kuliah mulai dari semester depan. Dan saya tidak akan membebani Papa lagi. Saya akan cari uang dan membiayai hidup saya sendiri.”
“Keenan! Let op je woorden!” Lena menyambar seketika, “ga niet al te ver. Jangan asal ngomong kamu ....”
“Saya cukup tahu bahwa hidup yang sekarang ini saya jalankan adalah hidup yang Papa mau, bukan yang saya mau,” kata Keenan getir. “Saya ingin berhenti kuliah mulai dari semester depan. Dan saya tidak akan membebani Papa lagi. Saya akan cari uang dan membiayai hidup saya sendiri.”
“Keenan! Let op je woorden!” Lena menyambar seketika, “ga niet al te ver. Jangan asal ngomong kamu ....”
(*Perahu Kertas, Dewi Lestari)
Pernyataan yang sesuai dengan penggalan novel di atas adalah sebagai berikut, kecuali ....