Contoh Soal Ciri-Ciri Sastra Melayu Klasik
Contoh Soal Ciri-Ciri Sastra Melayu Klasik - Karya sastra terbagi menjadi dua yaitu karya sastra lama dan karya sastra baru. Karya sastra lama terbagi lagi menjadi puisi lama dan prosa lama. Pada materi kali ini kita akan mempelajari prosa lama. Dikatakan prosa lama karena isi ceritanya lahir dari cerita lisan yang turun-menurun ke masyarakat lewat cerita dari mulut ke mulut sehingga tidak diketahui pengarangnya (anonim), bersifat khayal, temanya seputar kehidupan istana (istana sentris), bahasannya tetap (klise), dan ceritanya tidak berkembang (statis). Karena prosa lama lahir ketika bangsa kita masih mendapat pengaruh budaya melayu yang kental, tak heran jika bahasa yang dipakai adalah bahasa melayu. Maka sastra melayu klasik disebut juga sastra lama.
Sastra melayu klasik terbagi dalam beberapa bentuk yaitu legenda, fabel, mithe, sage, hikayat, tambo/ sejarah, cerita pelipur lara, cerita berbingkai, epos/ kepahlawanan, dan parable/ dongeng jenaka. Sekarang kita akan mempelajari apa saja ciri-ciri sastra melayu klasik.
Mari kita amati kutipan cerita di bawah ini!
HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI
Pada suatu hari, Sultan Malik as-Saleh pergi bermain-main berburu dengan segala laskarnya ke tepi laut. Dibawanya seekor anjing perburuan bernama si Pasai itu. Tatkala sampailah Baginda itu ke tepi laut, disuruhnya lepaskan anjing perburuan itu. Lalu, ia masuklah ke dalam hutan yang di tepi laut itu. Bertemu ia dengan seekor pelanduk duduk di atas pada suatu tanah yang tinggi. Disalaknya oleh anjing itu, hendak ditangkapnya. Tatkala dilihat oleh pelanduk anjing itu mendapatkan dia, disalaknya anjing itu oleh pelanduk. Anjing itupun undurlah. Tatkala dilihat pelanduk, anjing itu undur, lalu pelanduk kembali pula pada tempatnya. Dilihat oleh anjing, pelanduk itu kembali pada tempatnya..
Didapatkannya pelanduk itu oleh anjing, lalu ia berdakap-dakapan kira-kira tujuh kali. Heranlah Baginda melihat hal kelakuan anjing dengan pelanduk itu. Masuklah Baginda sendirinya hendak menangkap pelanduk itu ke atas tanah tinggi itu. Pelanduk pun lari; didakapnya juga oleh anjing itu. Sabda Baginda kepada segala orang yang ada bersama-sama dengan dia itu: “Adakah pernahnya kamu melihat pelanduk yang gagah sebagai ini? Pada bicaraku sebab karena ia diam pada tempat ini, itulah rupanya, maka pelanduk itu menjadi gagah”.
Sembah mereka itu sekalian: “Sebenarnyalah seperti sabda Yang Maha Mulia itu”. Pikirlah Baginda itu: “Baik tempat ini kuperbuat negeri anakku Sultan Malik at-Tahir kerajaan”. Sultan Malik as- Salehpun kembalilah ke istananya. Pada keesokan harinya Bagindapun memberi titah kepada segala menteri dan hulubalang rakyat tentera, sekalian menyuruh menebas tanah akan tempat negeri, masing-masing pada kuasanya dan disuruh Baginda perbuat istana pada tempat tanah tinggi itu.
Sultan Malik as-Salehpun pikir di dalam hatinya, hendak berbuat negeri tempat ananda Baginda. Titah Sultan Malik as-Saleh pada segala orang besar: “Esok hari kita hendak pergi berburu”. Telah pagi-pagi hari, Sultan Malik as-Salehpun berangkat naik gajah yang bernama Perma Dewana. Lalu berjalan ke seberang datang ke pantai. Anjing yang bernama si Pasai itupun menyalak. Sultan Malik as-Salehpun segera mendapatkan anjing itu. Dilihatnya, yang disalaknya itu tanah tinggi, sekira-kira seluas tempat istana dengan kelengkapan, terlalu amat baik, seperti tempat ditambak rupanya. Oleh Sultan Malik as-Saleh tanah tinggi itu disuruh oleh Baginda tebas. Diperbuatnya negeri kepada tempat itu dan diperbuatnya istana. Dinamainya Pasai menurut nama anjing itu. Ananda Baginda Sultan Malik at-Tahir dirayakan oleh Baginda di Pasai itu. ...
Sumber: Bunga Rampai Melayu Kuno, 1952 (dengan penyesuaian ejaan)
Pada suatu hari, Sultan Malik as-Saleh pergi bermain-main berburu dengan segala laskarnya ke tepi laut. Dibawanya seekor anjing perburuan bernama si Pasai itu. Tatkala sampailah Baginda itu ke tepi laut, disuruhnya lepaskan anjing perburuan itu. Lalu, ia masuklah ke dalam hutan yang di tepi laut itu. Bertemu ia dengan seekor pelanduk duduk di atas pada suatu tanah yang tinggi. Disalaknya oleh anjing itu, hendak ditangkapnya. Tatkala dilihat oleh pelanduk anjing itu mendapatkan dia, disalaknya anjing itu oleh pelanduk. Anjing itupun undurlah. Tatkala dilihat pelanduk, anjing itu undur, lalu pelanduk kembali pula pada tempatnya. Dilihat oleh anjing, pelanduk itu kembali pada tempatnya..
Didapatkannya pelanduk itu oleh anjing, lalu ia berdakap-dakapan kira-kira tujuh kali. Heranlah Baginda melihat hal kelakuan anjing dengan pelanduk itu. Masuklah Baginda sendirinya hendak menangkap pelanduk itu ke atas tanah tinggi itu. Pelanduk pun lari; didakapnya juga oleh anjing itu. Sabda Baginda kepada segala orang yang ada bersama-sama dengan dia itu: “Adakah pernahnya kamu melihat pelanduk yang gagah sebagai ini? Pada bicaraku sebab karena ia diam pada tempat ini, itulah rupanya, maka pelanduk itu menjadi gagah”.
Sembah mereka itu sekalian: “Sebenarnyalah seperti sabda Yang Maha Mulia itu”. Pikirlah Baginda itu: “Baik tempat ini kuperbuat negeri anakku Sultan Malik at-Tahir kerajaan”. Sultan Malik as- Salehpun kembalilah ke istananya. Pada keesokan harinya Bagindapun memberi titah kepada segala menteri dan hulubalang rakyat tentera, sekalian menyuruh menebas tanah akan tempat negeri, masing-masing pada kuasanya dan disuruh Baginda perbuat istana pada tempat tanah tinggi itu.
Sultan Malik as-Salehpun pikir di dalam hatinya, hendak berbuat negeri tempat ananda Baginda. Titah Sultan Malik as-Saleh pada segala orang besar: “Esok hari kita hendak pergi berburu”. Telah pagi-pagi hari, Sultan Malik as-Salehpun berangkat naik gajah yang bernama Perma Dewana. Lalu berjalan ke seberang datang ke pantai. Anjing yang bernama si Pasai itupun menyalak. Sultan Malik as-Salehpun segera mendapatkan anjing itu. Dilihatnya, yang disalaknya itu tanah tinggi, sekira-kira seluas tempat istana dengan kelengkapan, terlalu amat baik, seperti tempat ditambak rupanya. Oleh Sultan Malik as-Saleh tanah tinggi itu disuruh oleh Baginda tebas. Diperbuatnya negeri kepada tempat itu dan diperbuatnya istana. Dinamainya Pasai menurut nama anjing itu. Ananda Baginda Sultan Malik at-Tahir dirayakan oleh Baginda di Pasai itu. ...
Sumber: Bunga Rampai Melayu Kuno, 1952 (dengan penyesuaian ejaan)
Bila kita perhatikan hikayat di atas, ciri-ciri hikayat yang nampak ialah sebagai berikut.
1. Bersifat khayal
Perhatikan paragraf ke-2 dan ke-4. Bila kita amati paragraf-paragraf tersebut, terlihat bahwa hikayat ini menjadi sesuatu yang mustahil dan di luar nalar karena tidak mungkin seorang raja begitu mudahnya mendirikan kerajaan dan memperluas daerah kekuasaan hanya berdasarkan insting seekor anjing.
1. Bersifat khayal
Perhatikan paragraf ke-2 dan ke-4. Bila kita amati paragraf-paragraf tersebut, terlihat bahwa hikayat ini menjadi sesuatu yang mustahil dan di luar nalar karena tidak mungkin seorang raja begitu mudahnya mendirikan kerajaan dan memperluas daerah kekuasaan hanya berdasarkan insting seekor anjing.
2. Temanya seputar kehidupan istana (istana sentris)
Sultan Malik as-Saleh pergi bermain-main berburu dengan segala laskarnya ke tepi laut. Dibawanya seekor anjing perburuan bernama si Pasai itu.
Sultan Malik as-Saleh pergi bermain-main berburu dengan segala laskarnya ke tepi laut. Dibawanya seekor anjing perburuan bernama si Pasai itu.
Menceritakan kehidupan seorang raja yang kegemarannya berburu dan ketika berburu dikawal oleh pengawalnya.
3. Bahasannya tetap (klise)
Pada suatu hari, Esok hari
Pada suatu hari, Esok hari
Memakai kata pembuka pada setiap cerita yaitu pada suatu hari, esok hari, sedangkan prosa baru tidak selalu memakai kata pembuka pada awal cerita.
Ciri-ciri sastra melayu klasik, secara lengkap, adalah sebagai berikut.
1. Lisan, disampaikan dari mulut ke mulut
2. Istana sentris, karya sastrawan bersumber dari kehidupan istana atau raja-raja.
3. Bersifat klise, menggunakan bahasa yang sama
4. Nama pengarangnya tidak diketahui (Anonim)
5. Bersifat prologis, mempunyai logika tersendiri yang tidak sesuai dengan logika umum
6. Fantastis (khayal)
7. Statis, ceritanya tidak berkembang
8. Tidak berangka tahun
1. Lisan, disampaikan dari mulut ke mulut
2. Istana sentris, karya sastrawan bersumber dari kehidupan istana atau raja-raja.
3. Bersifat klise, menggunakan bahasa yang sama
4. Nama pengarangnya tidak diketahui (Anonim)
5. Bersifat prologis, mempunyai logika tersendiri yang tidak sesuai dengan logika umum
6. Fantastis (khayal)
7. Statis, ceritanya tidak berkembang
8. Tidak berangka tahun
S1
Hatta , suatu ketika si ibu, tubuhnya mulai lemah karena kesedihan yang sangat dan dimakan usia karena si bapak yang meninggal dunia. duka keluarga bertambah-tambah. si ibu hanya menangis saja kerjanya. Anaknya, Cabe Rawit, tak tahan melihat keadaan orang tuanya. dia pun meminta izin si ibu untuk bekerja ke pasar. Alhasil, si ibu pun mengizinkan. berangkatlah Cabe Rawit bekerja ke pasar. Baru sampai di perempatan jalan lewatlah seorang saudagar beras dengan sepedanya hampir melindas si Cabe Rawit.
“Hati-hati pedagang beras, kalau sepedamu melindas tubuhku yang kecil bertambah sedihlah nanti ibuku.”
Seketika berhentilah pedagang karena terkejut. Ia pun mencari asal suara tersebut sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Karena tak menemukan sesosok tubuh manusia, Ia pun lari pontang panting ketakutan.
“Hati-hati pedagang beras, kalau sepedamu melindas tubuhku yang kecil bertambah sedihlah nanti ibuku.”
Seketika berhentilah pedagang karena terkejut. Ia pun mencari asal suara tersebut sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Karena tak menemukan sesosok tubuh manusia, Ia pun lari pontang panting ketakutan.
Karakteristik sastra melayu klasik nampak pada kutipan hikayat di atas karena ….
S2
Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya dibuang dari keinderaan sehingga sengsara hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si Miskin.
Ciri sastra melayu klasik yang menonjol pada kutipan hikayat di atas ialah ....
S3
Diceritakan Sri Rama dan Laksamana sedang kebingungan mencari Sita Dewi di hutan. Tiba-tiba bertemulah dengan seekor burung jantan dan empat ekor burung betina. Bertanyalah Sri Rama pada burung, apakah melihat istrinya Sita? Namun burung jantan malah mencemooh kalau Sri Rama tak bisa menjadi suami yang baik karena tidak bisa menjaga istrinya yang hanya satu. Tidak seperti dia yang memiliki empat istri namun bisa menjaga dengan baik. Tersinggunglah Sri Rama. Seketika itu dia memohon kepada Dewata Mulia Raya agar membutakan mata burung tersebut. Seketika butalah mata burung itu hingga tak dapat melihat keempat istrinya lagi.
Ketidaklogisan sastra melayu klasik di atas terdapat pada ....
S4
Kata sahibul hikayat, maka tersebutlah perkataan Sang Nila Utama tinggal di Bitan beristrikan Wan Seri Beni. Anak Raja Bitan terlalu amat berkasih-kasihan. Hatta beberapa lamanya, pada suatu hari, Sang Nila Utama hendak pergi beramai-ramaian ke Tanjung Bemban, hendak membawa perempun Baginda. Maka Baginda pun bermohon kepada Bunda Baginda, permaisuri Iskandar Syah.
Karakteristik hikayat yang menonjol terlihat pada ....
S5
Alkisah Datu Mabrur tengah khusuk bersamadi namun samadinya terusik oleh ulah Ikan Todak.
“Hai ikan siapa kamu dan apa maksudmu mengganggu samadiku?”
“Ketahuilah wahai manusia kami terusik samadimu karena lautan bergelora karenanya. Sebelum aku menyerangmu tadi aku sudah berjanji kalau aku kalah maka aku dan rakyatku akan memetuhi segala perintahmu.”
“Hai ikan siapa kamu dan apa maksudmu mengganggu samadiku?”
“Ketahuilah wahai manusia kami terusik samadimu karena lautan bergelora karenanya. Sebelum aku menyerangmu tadi aku sudah berjanji kalau aku kalah maka aku dan rakyatku akan memetuhi segala perintahmu.”
Karakteristik hikayat yang nampak pada penokohan di atas ialah ....
S6
Disebutlah seorang raja yang bijaksana memiliki sepuluh orang puteri yang cantik-cantik. Hanyalah satu kekurangannya terlalu sibuk sehingga tidak mampu mendidik anak-anaknya. Istrinya sudah meninggal ketika melahirkan anaknya yang bungsu. Puteri-puteri Raja menjadi manja dan nakal. Mereka hanya senang bermain dan tidak mau sedikitpun membantu ayahnya. Mereka bernama Puteri Jambon, Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona dan Puteri Kuning.
Ciri-ciri sastra melayu klasik yang nampak pada kutipan hikayat di atas ialah ....
S7
Hatta maka berapa lamanya Masyhudulhakk pun besarlah. Bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak menyeberang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya kalau-kalau ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi bungkuk belakangnya.
Kutipan hikayat di atas merupakan prosa melayu klasik terlihat dari struktur ….
S8
(1) Putri Raja yang amat hormat dan ta’lim kepada orangtuanya.
(2) Tersebutlah sebuah kerajaan dipimpin oleh Baginda Raja Nata yang memiliki anak Galuh Cendera Kirana.
(3) Maka sampailah berita ini pada telinga Galuh Ajeng.
(4) Hatta tersebutlah sang putri telah bertunangan dengan Raden Inu.
(5) Galuh Ajeng sangat teriris hatinya.
(6) Melihat kelakuan anaknya pilulah hati Paduka Liku yang tak lain ayah Galuh Ajeng.
(2) Tersebutlah sebuah kerajaan dipimpin oleh Baginda Raja Nata yang memiliki anak Galuh Cendera Kirana.
(3) Maka sampailah berita ini pada telinga Galuh Ajeng.
(4) Hatta tersebutlah sang putri telah bertunangan dengan Raden Inu.
(5) Galuh Ajeng sangat teriris hatinya.
(6) Melihat kelakuan anaknya pilulah hati Paduka Liku yang tak lain ayah Galuh Ajeng.
Karakteristik hikayat pada paragraf di atas dominan pada unsur bahasa bila susunannya ….
S9
Hatta dengan demikian, maka banyak saudagar yang hilang hartanya kecurian. Maka sekalian sudagar itu pun datanglah mengahadap raja, maka kata temenggung, “sehari-hari patik menyuruh berkawal. Baik pada malam sekarang ini, patik sendiri turut berkawal pada segala rumah saudagar itu.”
Maka Mega Paksi pun masuklah ke dalam negeri itu. Maka dilihatnya orang berkawal dengan lembing perisai masing-masing itu, maka Mega Paksi pun masuk ke dalam orang berkawal itu, maka dicurinya pula di rumah saudagar yang lain.
Maka Mega Paksi pun masuklah ke dalam negeri itu. Maka dilihatnya orang berkawal dengan lembing perisai masing-masing itu, maka Mega Paksi pun masuk ke dalam orang berkawal itu, maka dicurinya pula di rumah saudagar yang lain.
Maka hari pun sianglah, maka saudagar itu pun masuklah berdatang sembah, mengatakan dirinya kecurian. Maka raja pun heran, lalu menyuruh memanggil Temenggung. Maka Temenggung pun datanglah. Maka titah raja, “Hai tumenggung, manatah diri berkawal, maka saudagar itu kecurian semalam.”
Karakteristik sastra melayu klasik yang terdapat dalam kutipan paragraf tersebut, kecuali ….
S10
Maka permaisuri Iskandar Syah dan Demang Lebar Daun dirajakan Baginda di Bintan, bergelar Tun Telanai : Dan Daripada anak cucu dialah bergelar Telanai Bintan itu, dan yang makan di Balairung, nasinya dan sirihnya sekaliannya bertetampan belaka. Hatta negeri Singapura pun besarlah, dan dagang pun banyak datang berkampung terlalu ramai, dan Bandar pun terlalu makmur.
Plot yang ditunjukkan dalam kutipan sastra Melayu Klasik tersebut adalah .…