Contoh Soal Nilai Agama dan Politik dalam Cerpen
Contoh Soal Nilai Agama dan Politik dalam Cerpen - Pada pelajaran sebelumnya kita sudah mengetahui materi cerpen secara keseluruhan. Cerpen bisa dikaji melalui unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Sebagai salah satu unsur ekstrinsik, nilai-nilai dalam cerpen dapat pula kita pelajari sebagai sikap penulis dalam kehidupannya pada masanya. Kali ini, kita akan membahas nilai agama dan politik dalam cerpen.
1) Nilai Agama
Nilai agama adalah nilai yang berhubungan dengan prinsip kepercayaan kepada Allah beserta ajaran-ajaran-Nya, seperti, berbuat baik kepada sesama manusia, bertobat, beribadah, menyembah Allah dan sebagainya. Hal ini merupakan nilai secara pribadi antara pengarang, pembaca, dan masyarakat dengan Tuhan. Semua ini tergambar jelas dari karya cerpen yang diciptakan walaupun disampaikan secara tersirat.
2) Nilai Politik
Nilai politik adalah nilai yang berhubungan dengan proses pelaksanaan kebijakan di masyarakat, berkaitan juga dengan usaha warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Nilai ini pun dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan diberbagai tingkat dalam negara. Misalnya, pemilihan kepala daerah, kebijakan-kebijakan pemerintah, masalah keamanan negara, dan sebagainya.
Nilai agama adalah nilai yang berhubungan dengan prinsip kepercayaan kepada Allah beserta ajaran-ajaran-Nya, seperti, berbuat baik kepada sesama manusia, bertobat, beribadah, menyembah Allah dan sebagainya. Hal ini merupakan nilai secara pribadi antara pengarang, pembaca, dan masyarakat dengan Tuhan. Semua ini tergambar jelas dari karya cerpen yang diciptakan walaupun disampaikan secara tersirat.
2) Nilai Politik
Nilai politik adalah nilai yang berhubungan dengan proses pelaksanaan kebijakan di masyarakat, berkaitan juga dengan usaha warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Nilai ini pun dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan diberbagai tingkat dalam negara. Misalnya, pemilihan kepala daerah, kebijakan-kebijakan pemerintah, masalah keamanan negara, dan sebagainya.
Contoh
RUMAH TUHAN
Baru ia tergugah geragapan ketika seruan azan Subuh berkumandang. Di surau itu telah berkumpul sejumlah orang, kebanyakan orang-orang tua, yang akan melakukan salat subuh berjamaah. Cepat ia bangkit, lari ke kolam mengambil air wudu, lalu melangkah ke dalam surau, mengambil tempat di saf yang telah rapi berderet di belakang sang imam.
Ia ikut melakukan salat Subuh berjamaah. Dalam salat ia benar-benar menyadari akan kerapuhan dirinya di hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang disembahnya. Ketika sujud ia di bawah cerpu-Nya, sesaat ia tersedak, teringat akan nasibnya yang malang-melintang. Serasa kini telah didapatkannya kedamaian hakiki yang selama ini menjauhinya. Sampai akhir hayatnya ia ingin senantiasa suasana kedamaian. Sebenarnya tak pernah ia dengan sadar melakukan perbuatan-perbuatan salah, apalagi kejahatan. Selesai salat ia masih duduk bersimpuh khusyuk mengikuti sang imam yang memanjatkan doa ke hadirat Tuhan. Dan ketika salat rampung sudah, para jamaah sama mengarahkan pandangan mereka nanap kepadanya. Sama sekali tidak terbayang raut kebencian atau kerisihan pada wajah mereka. Mereka hanya memandang sesaat lamanya.
Seorang laki-laki tua yang kepalanya beruban menghampirinya. Lalu menyalaminya dengan akrab seraya berkata, "Saya adalah penjaga surau ini. Jika Saudara kehendaki, Saudara boleh beristirahat di sini setiap malam...."
……………..
Harapan-harapan, ilusi dan begitu banyak hal indah mempesona telah meninggalkannya. Ia tersingkir, terpencil dan dikucilkan dari arena pergaulan hidup manusia. Seolah-olah ia sesuatu yang najis dan menjijikkan. Satu-satunya yang masih tinggal padanya ialah kepercayaannya kepada Tuhan, kepasrahan dan ketergantungannya pada kekuasan-Nya. Keyakinan dan kebesaran-Nya, limpahan karunia kasih sayang-Nya serta ampunan-Nya yang tiada batas akhirnya.
Di tengah kehiruk-pikukan dunia serba fana, ia mengelana seorang diri. Tak seorang pun peduli. Hanya Tuhan satu-satunya yang dekat padanya. Kepercayaan kepada Tuhan merupakan pelita penerang baginya yang selalu bersamanya dalam kegelapan kehidupannya, selalu dipupuknya, melindunginya dari kegetiran dan kesengsaraan hidup.
"Benarkah Tuhan melihatku?" tanya hati kecilnya, "Cukup bagiku Tuhan melihatku." jawabnya. Ia yakin lewat pelita penerangnya Tuhan selalu melihat gerak-geriknya, menguntitnya ke mana ia pergi dan di mana ia berada.
……………..
"Belum lama ini, dan akan selalu terjadi, ketika manusia sama ketakutan, hingga menggigil sekujur sendinya, ketika badai mengamuk dan gempa bumi menggelegar. Tapi akhirnya mereka menemukan penangkal petir dan guntur dan mereka tidak lagi merasa takut kepada Tuhan. Mereka juga mempelajari sebab-sebab turunnya hujan dan angin topan dan tidak lagi menggubris Tuhan.
"Mereka telah mendarat di permukaan bulan. Mereka coba mendekati planet Mars. Mereka mengira telah berhasil mencapai ketinggian yang luar biasa. Padahal mereka masih tetap mengorbit di seputar atmosfir bumi. Mereka malah sama sekali belum menyentuh tubir ruang angkasa semesta yang didindingi tujuh lapis langit. Sebenarnya mereka belum berbuat sesuatu yang berarti, tapi telah keburu sombong dan berlagak.
"Kini, mari kita tinggalkan dunia yang fana ini," kata sosok penjaga surau, "Bukankah di sini kita tidak mendapat tempat yang layak? mari kita pergi menghadap ke hadirat-Nya. Di sana segala sesuatu kekal abadi, indah sempurna tiada tara...."
Rumah Tuhan karya Muhammad Ali
Ia ikut melakukan salat Subuh berjamaah. Dalam salat ia benar-benar menyadari akan kerapuhan dirinya di hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang disembahnya. Ketika sujud ia di bawah cerpu-Nya, sesaat ia tersedak, teringat akan nasibnya yang malang-melintang. Serasa kini telah didapatkannya kedamaian hakiki yang selama ini menjauhinya. Sampai akhir hayatnya ia ingin senantiasa suasana kedamaian. Sebenarnya tak pernah ia dengan sadar melakukan perbuatan-perbuatan salah, apalagi kejahatan. Selesai salat ia masih duduk bersimpuh khusyuk mengikuti sang imam yang memanjatkan doa ke hadirat Tuhan. Dan ketika salat rampung sudah, para jamaah sama mengarahkan pandangan mereka nanap kepadanya. Sama sekali tidak terbayang raut kebencian atau kerisihan pada wajah mereka. Mereka hanya memandang sesaat lamanya.
Seorang laki-laki tua yang kepalanya beruban menghampirinya. Lalu menyalaminya dengan akrab seraya berkata, "Saya adalah penjaga surau ini. Jika Saudara kehendaki, Saudara boleh beristirahat di sini setiap malam...."
……………..
Harapan-harapan, ilusi dan begitu banyak hal indah mempesona telah meninggalkannya. Ia tersingkir, terpencil dan dikucilkan dari arena pergaulan hidup manusia. Seolah-olah ia sesuatu yang najis dan menjijikkan. Satu-satunya yang masih tinggal padanya ialah kepercayaannya kepada Tuhan, kepasrahan dan ketergantungannya pada kekuasan-Nya. Keyakinan dan kebesaran-Nya, limpahan karunia kasih sayang-Nya serta ampunan-Nya yang tiada batas akhirnya.
Di tengah kehiruk-pikukan dunia serba fana, ia mengelana seorang diri. Tak seorang pun peduli. Hanya Tuhan satu-satunya yang dekat padanya. Kepercayaan kepada Tuhan merupakan pelita penerang baginya yang selalu bersamanya dalam kegelapan kehidupannya, selalu dipupuknya, melindunginya dari kegetiran dan kesengsaraan hidup.
"Benarkah Tuhan melihatku?" tanya hati kecilnya, "Cukup bagiku Tuhan melihatku." jawabnya. Ia yakin lewat pelita penerangnya Tuhan selalu melihat gerak-geriknya, menguntitnya ke mana ia pergi dan di mana ia berada.
……………..
"Belum lama ini, dan akan selalu terjadi, ketika manusia sama ketakutan, hingga menggigil sekujur sendinya, ketika badai mengamuk dan gempa bumi menggelegar. Tapi akhirnya mereka menemukan penangkal petir dan guntur dan mereka tidak lagi merasa takut kepada Tuhan. Mereka juga mempelajari sebab-sebab turunnya hujan dan angin topan dan tidak lagi menggubris Tuhan.
"Mereka telah mendarat di permukaan bulan. Mereka coba mendekati planet Mars. Mereka mengira telah berhasil mencapai ketinggian yang luar biasa. Padahal mereka masih tetap mengorbit di seputar atmosfir bumi. Mereka malah sama sekali belum menyentuh tubir ruang angkasa semesta yang didindingi tujuh lapis langit. Sebenarnya mereka belum berbuat sesuatu yang berarti, tapi telah keburu sombong dan berlagak.
"Kini, mari kita tinggalkan dunia yang fana ini," kata sosok penjaga surau, "Bukankah di sini kita tidak mendapat tempat yang layak? mari kita pergi menghadap ke hadirat-Nya. Di sana segala sesuatu kekal abadi, indah sempurna tiada tara...."
Rumah Tuhan karya Muhammad Ali
Nilai agama dari penggalan cerita pendek di atas:
a) Pentingnya sholat subuh berjamaah bagi umat Muslim.
b) Sesama manusia harus saling menolong.
c) Sholat menyadarkan manusia akan kerapuhan dirinya.
d) Sholat membawa kedamaian.
e) Hadirat Allah segala sesuatu kekal abadi, indah sempurna tiada tara.
f) Manusia harus rendah hati dengan kemampuan yang dimilikinya.
b) Sesama manusia harus saling menolong.
c) Sholat menyadarkan manusia akan kerapuhan dirinya.
d) Sholat membawa kedamaian.
e) Hadirat Allah segala sesuatu kekal abadi, indah sempurna tiada tara.
f) Manusia harus rendah hati dengan kemampuan yang dimilikinya.
Pehatikan contoh berikutnya.
Betapa gembiranya ia ketika suatu hari sebuah kapal berlabuh dengan kelasi-kelasi yang bisa berbicara bahasa Jawa yang sedikit-sedikit dia bisa mengerti. Kapal itu bernama Dewa Ruci, sebuah nama yang pernah didengar dari dongeng ibunya. Dan para kelasi itu bilang kapal ini akan jadi kapal pelatih bagi pelaut-pelaut Indonesia. Dia merasa tidak begitu akrab dengan nama Indonesia. Para kelasi itu menjelaskan bahwa daerah ini hampir meliputi sebagian besar daerah Sumpah Palapa Gajah Mada. Dan pulau Jawa hanyalah sebagian kecil dari Indonesia. Dia merasa bangga ketika tahu bahwa tak ada pemerintah penjajahan lagi. Semua urusan ketatanegaraan sudah diatur oleh orang pribumi sendiri. Sedang Nga-yogyakarta Hadiningrat menjadi daerah istimewa di bawah kekuasaan Sri Sultan Hamengku Buwono.
Lelaki Tua dari Noumea karya Waluya DS
Lelaki Tua dari Noumea karya Waluya DS
Nilai politik dari penggalan cerita pendek di atas:
a) Rasa bangga ketika bertemu dengan bangsa nenek moyang.
b) Merasa senang sudah bebas dari penjajahan.
c) Masih berlakunya sistem kerajaan di Yogyakarta.
b) Merasa senang sudah bebas dari penjajahan.
c) Masih berlakunya sistem kerajaan di Yogyakarta.
S1
Serupa kali pertama Kurti mengantarnya ke muka kontrakan anak lanangnya, seperti itulah keterkejutan Mak Inang saat menjejakkan kaki di kontrakan anak Mak Sangkut dan Mak Rifah. Tak jauh berupa, tak ada berbeda. Kontrakan anak karib-karibnya itu pun sama-sama pengap dan panas. Hal yang membuat Mak Inang meremangkan kuduknya, gundukan sampah berlalat hijau dengan dengungan keras, bau menyengat, tertumpuk hanya beberapa puluh meter saja. Kepala Mak Inang berdenyut-denyut melihat itu. Lebih-lebih saat menghempaskan pantatnya di lantai semen anaknya Mak Sangkut. Allahurobbi, alangkah banyak cucu Mak Sangkut, menyempal macam rayap. Berteriak, menangis, merengek minta jajan, dan tingkah pola yang membuat Mak Inang hendak mati rasa. Hanya setengah jam Mak Inang dan Kurti di rumah itu, berselang-seling cucunya Mak Sangkut itu menangis.
Dua Wajah Ibu karya Guntur Alam
Dua Wajah Ibu karya Guntur Alam
Nilai agama yang terungkap dalam kutipan cerpen di atas adalah ....
S2
Setelah menyampaikan pidato pelantikannya sebagai Presiden, dalam hati Nirdawat berkata kepada dirinya sendiri, bahwa dia akan bekerja dengan sebaik-baiknya, dan sebelum masa jabatannya berjalan satu tahun, dia tidak akan pergi ke luar negeri dengan alasan apa pun. Banyak persoalan dalam negeri harus dia hadapi, dan semuanya itu akan diselesaikannya dengan sebaik-baiknya. Namun, karena Nirdawat dikenal sebagai pribadi sederhana dan pekerja keras serta tidak mementingkan diri sendiri, maka begitu banyak pemimpin negara berkunjung ke Republik Demokratik Nirdawat, tentu saja khusus untuk menemui Presiden Nirdawat.
Tangan-tangan Buntung karya Budi Darma
Tangan-tangan Buntung karya Budi Darma
Nilai politik sebagai pemimpin yang patut dicontoh berdasarkan kutipan cerpen di atas adalah ….
S3
Juni 1999
Janadin, Lelaki berkumis tebal itu merasa degup jantungnya tak berdetak. Matanya bersemburat merah seketika, duduk bersila di antara hadirin yang melingkar di mihrab masjid. Sebuah upacara pernikahan tak biasa akan dilaksanakan.
Dia menatap runcing seorang anak muda yang mengenakan setelah jas-sarung rapi tak ubahnya mempelai pria. Santab. Ia penolong Janadin dari sial. Tetapi sial itu kini seolah pekat langit kembali burat, dan menjadi. Kecemburuan bergejolak.
Helah karya Raedu Basha
Janadin, Lelaki berkumis tebal itu merasa degup jantungnya tak berdetak. Matanya bersemburat merah seketika, duduk bersila di antara hadirin yang melingkar di mihrab masjid. Sebuah upacara pernikahan tak biasa akan dilaksanakan.
Dia menatap runcing seorang anak muda yang mengenakan setelah jas-sarung rapi tak ubahnya mempelai pria. Santab. Ia penolong Janadin dari sial. Tetapi sial itu kini seolah pekat langit kembali burat, dan menjadi. Kecemburuan bergejolak.
Helah karya Raedu Basha
Latar yang sesuai dengan nilai agama dalam pernikahan yang terungkap pada kutipan di atas yaitu ....
S4
Putra keduaku pergi dari rumah juga karena tuduh-menuduh tak jelas. Dia ketahuan bantu buat boso. Di sini, yang boleh buat boso hanya perempuan. Ini sesuai asal nama Pulau Mare, dari Mire: nama perempuan raksasa penghuni pulau ini di masa lalu. Dia menangis. Tak tega. Kakaknya sudah pergi bertani, mencari tanah liat, dan melaut. Dia bilang tak tega melihatku meraba-raba tanah liat, membuatnya menjadi beragam perkakas. ‘Jangan!’ cegahku, ‘Ibu tidak ingin kamu dikutuk!’ Dia tak percaya. Dan, entah, aku tak tahu lagi. Aku tak dengar suaranya jadi banci. Yang kudengar, ada orang yang melihatnya.
Kahia dalam Ajal yang Bergeming karya Eko Triono
Nilai politik yang berkembang pada masyarakat berdasarkan kutipan cerpen di atas adalah ....
Kahia dalam Ajal yang Bergeming karya Eko Triono
Nilai politik yang berkembang pada masyarakat berdasarkan kutipan cerpen di atas adalah ....
S5
Jangan-jangan benar monyet itu jelmaan Maryam! Pikiran ini begitu menggelisahkan Liman. Ia merasa heran sendiri bagaimana gagasan aneh itu bersarang di kepalanya. Padahal, selama ini ia tak percaya takhayul, hal-hal gaib, dan cerita mistis yang bertebaran di kota kecilnya. Liman selalu berpegang pada logika. Itulah yang selalu ia tanamkan pada Punang. Ketika anak semata wayangnya itu bilang bahwa monyet-monyet di taman wisata Pelangon ialah jelmaan manusia yang suka berkhianat, Liman dengan berbagai cara menjelaskan itu dongeng belaka. Tak boleh dipercaya.
Mata Monyet karya Aris Kurniawan
Mata Monyet karya Aris Kurniawan
Masalah utama yang bertentangan dengan nilai agama berdasarkan kutipan cerpen di atas yaitu ....
S6
“Ya, iya lah, Bunda. Para pengusaha seperti yang bangun mal, bangun hotel atau menggali bumi mengeruk minyak, pasir besi, batu bara, tembaga dan emas itu semua sama. Semua dibantu pemerintah dan bank. Tapi tukang sayur, tukang tempe, penjual ikan asin dan tukang sate itu tidak. Mereka tak pernah dapat bantuan pemerintah dan bank. Mereka berjuang sendiri. Mereka mandiri. Mereka itulah tulang punggung ekonomi republik ini. Karena itulah mereka….”
Senjakala Seorang Bunda karya Hikmat Gumelar
Senjakala Seorang Bunda karya Hikmat Gumelar
Nilai politik menurut tokoh tentang pemerintah dan bank berdasarkan kutipan cerpen di atas yaitu ....
S7
Kesibukan paling tinggi di hari Galungan memang terjadi di pagi hari sebelum melewati tengah hari. Persembahan dan persembahyangan biasanya sangat ramai pada pukul sembilan pagi. Jalanan umum jauh lebih lengang dari hari biasa, dan jika ada kendaraan biasanya juga untuk kepentingan menuju ke pura desa atau pura dadia [12], atau ke tempat-tempat yang dipandang suci.
Penjor karya Wayan Suardika
Penjor karya Wayan Suardika
Kebiasaan yang sesuai dengan nilai agama berdasarkan penggalan cerpen di atas yaitu ....
S8
Di sisi lain, mereka juga terpaksa mengakui kalau I Beneh banyak tahu tentang persoalan adat, agama dan masalah desa. Jika berlangsung mebat [7] di bale banjar atau di rumah warga yang mempunyai hajatan adat, maka I Beneh akan mengambil bagian pekerjaan yang paling sulit, misalnya memotong babi dan dari mana harus memulai mengirisnya kemudian membagi-bagi dagingnya berdasarkan keperluan upacara. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mengambil pekerjaan ini, termasuk yang paling diperhitungkan ialah I Beneh!.
Penjor karya Wayan Suardika
Penjor karya Wayan Suardika
Permasalahan politik pada masyarakat adat berdasarkan penggalan cerpen di atas adalah ....
S9
Mulai ada kecurigaan di dalam benak Mbah Parmi bahwa keberadaannya sudah mulai diketahui warga di sekitar sungai itu. Dia merasa dihantui kecemasan bercampur trauma waktu diusir dari rumahnya. Terlihat matanya muram. Dia hanya bisa menangis dan menangis, disertai hati yang perih dan putus-asa.
“Hidup di rumah sendiri diusir, di tepi sungai tidak tenang dan terus terusik,” keluhnya sambil mengucurkan air mata.
Angin sepoi-sepoi bersimilir menerpa rerimbunan daun bambu di sekitar sungai itu. Gemersiknya seperti desah nanas yang terengah-engah memanggul beban semakin berat. Sebagaimana hati Mbah Parni, dia terpinggirkan, merasa terusik dan terus terusik oleh peradaban yang akhirnya dia memutuskan meninggalkan seluruh hidup yang dimilikinya.
Sekarang tak ada lagi lantunan tetembangan Jawa yang biasa dia lantunkan setiap malam. Dia telah pergi, terlentang di tepi sungai dengan raut wajah pucat yang dikerumuni penyesalan banyak warga.
Terusir karya Jumari HS
“Hidup di rumah sendiri diusir, di tepi sungai tidak tenang dan terus terusik,” keluhnya sambil mengucurkan air mata.
Angin sepoi-sepoi bersimilir menerpa rerimbunan daun bambu di sekitar sungai itu. Gemersiknya seperti desah nanas yang terengah-engah memanggul beban semakin berat. Sebagaimana hati Mbah Parni, dia terpinggirkan, merasa terusik dan terus terusik oleh peradaban yang akhirnya dia memutuskan meninggalkan seluruh hidup yang dimilikinya.
Sekarang tak ada lagi lantunan tetembangan Jawa yang biasa dia lantunkan setiap malam. Dia telah pergi, terlentang di tepi sungai dengan raut wajah pucat yang dikerumuni penyesalan banyak warga.
Terusir karya Jumari HS
Berikut ini gambaran nilai moral Mbah Parmi berdasarkan kutipan cerpen di atas, yaitu ….
S10
Saat itu adalah perhentian tak terhindarkan dalam kampanye pemilu yang telah dia jalani selama empat tahun. Iring-iringan mobil-mobil pengangkut barang tiba pada pagi hari. Lalu datang truk-truk berisi orang-orang Indian sewaan yang dibawa ke tempat itu untuk menambah jumah kerumunan peserta kampanye di lapangan. Tak lama menjelang pukul sebelas, bersama musik dan mercon serta jip-jip, mobil dinas sewarna soda gembira tiba. Senator Onésimo Sánchez duduk tenang dan tak menampakkan gejolak perasaan di dalam mobilnya yang sejuk ber-AC. Namun, begitu dia membuka pintu, dia terguncang oleh embusan kencang hawa panas dan kemeja sutra murninya jadi seakan basah oleh semacam sup berwarna terang. Dia jadi merasa lebih tua serta lebih kesepian daripada sebelumnya.
Maut Lebih Kejam daripada Cinta karya Gabriel García Márquez
Maut Lebih Kejam daripada Cinta karya Gabriel García Márquez
Nilai politik berdasarkan latar pada penggalan cerpen di atas adalah ....