Contoh Soal Nilai Moral dan Budaya dalam Cerpen

Contoh Soal Nilai Moral dan Budaya dalam CerpenPada pelajaran sebelumnya kita sudah mengetahui unsur intrinsik dan ektrinsik cerpen secara keseluruhan. Cerpen mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian, peristiwa mengharukan, menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak mudah untuk dilupakan. Setiap cerpen memiliki unsur ekstrinsik berupa nilai-nilai yang diungkapkan oleh pengarang melalui karyanya secara tersirat. Nilai moral dan budaya merupakan bagian dari nilai-nilai tersebut. Nilai moral menunjukkan nilai-nilai yang berhubungan dengan hati nurani. Sementara, nilai budaya yaitu latar belakang adat istiadat yang berlaku pada saat karya sastra tersebut diciptakan.
Nilai-nilai : nilai-nilai yang berlaku seperti nilai moral, agama, sosial, dan budaya.
1) Nilai moral 
Nilai moral adalah nilai yang berhubungan dengan hati nurani yang berhubungan dengan tingkah laku manusia dengan sesamanya. Nilai ini seperti, menghormati orang tua, menghormati orang lain, santun kepada sesame, dan sebagainya. 
2) Nilai budaya
Nilai budaya adalah nilai yang berhubungan dengan kebiasaaan yang berlaku di masyarakat dan telah lama digunakan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya kenduri, selamatan, upacara adat perkawinan, dan sebagainya.
Setiap masyarakat memiliki budaya yang berbeda-beda. Masyarakat Indonesia memiliki perbedaan dengan masyarakat di luar negeri. Perbedaan itu antara lain terdapat pada bahasa, adat istiadat, sistem nilai, serta kebudayaan-kebudayaan lainnya. Misalnya dalam hal keramahtamahan bangsa Indonesia sama dengan bangsa Perancis, begitu sama dalam etos kerja dengan bangsa Thailand, dan semangat keagamaan sama dengan bangsa Arab.

Contoh Soal Nilai Moral dan Budaya dalam Cerpen

Nining sering ditempeleng ketika marah Pak Darkin kumat. Ibunya, yang selalu membela putri kandungnya itu, sering tubuhnya dilempar sampai membentur dinding. Untung dinding rumahnya dari anyaman bambu sehingga cukup lentur. Pada suatu malam, dengan tersengal-sengal Nining menghambur ke perkumpulan Rumah Kita untuk bersembunyi. Kami menyambutnya dengan sukacita. Di dalam gerombolan kami itulah, Nining merasa aman dan nyaman.
Bengawan Solo karya Danarto
Nilai moral berdasarkan kutipan cerpen di atas adalah ....
Tak kuceritakan pertemuan tak terduga dengan Sukra itu kepada istriku. Tak ada gunanya. Lagi pula istriku selama ini tak pernah mau tahu apa pekerjaanku. Baginya yang penting aku pulang membawa uang. Seperti hari ini. Meski cuma lima belas ribuan ….
Sukro dan Sukra Sekali karya Adek Alwi
Nilai moral yang tidak patut dicontoh berdasarkan kutipan cerpen di atas adalah ….
Gelap di luar dan hening di dalam. Dengus napas istriku teratur. Lampu tempel sudah kumatikan. Hanya dingin malam yang menyeruak dari celah dinding bambu membuat aku menarik selimut melewati dada. Sesekali suara burung malam terdengar di kejauhan. Barangkali burung hantu yang mencari mangsa, berpindah-pindah dari satu arah ke arah lain. Tanah huma di pinggir hutan mungkin mengubah kawasan hunian binatang sekitar.
Gelap, Gelap Sekali karya Aba Marjani
Budaya mata pencaharian masyarakat yang terungkap pada kutipan di atas yaitu ....
Lebih dari separuh warga kota mudik ke kampungnya masing-masing pada hari Lebaran, pada saat yang sama gerobak-gerobak masuk kota entah dari mana, pasti tidak lewat jalan tol, entah dari mana, seperti hadir begitu saja di dalam kota. Apabila kemudian warga kota kembali dari kampung, kali ini gerobak-gerobak itu masih tetap di sana. Berkemah dan menggelar tikar di sembarang tempat, bahkan sebagian telah pula masuk, merayapi tembok, melompati pagar, dan hidup di dalam rumah- rumah gedung itu.
Gerobak karya Seno Gumira Ajidarma
Nilai yang dominan pada kutipan cerpen di atas adalah ....
Tak habis pikir aku pada ayahku. Bertahun-tahun aku dididik untuk selalu bisa menjaga diri, jangan manja, dan jangan bergaul bebas dengan laki-laki. Namun, sore ini, ayahku menelpon supaya aku mau menunggu orang yang akan menjemputku pulang ke Bandung. Tepatnya bukan supaya mau menunggu tapi aku harus menunggu orang itu. Ya, orang yang akan menjemputku yang sudah telat setengah jam ini. Aku berdiri depan kios makanan di sampingku koper kusimpan. Tiba-tiba seorang lelaki muda datang menghampiri, “Ratih kan? Saya Firman” katanya mengenalkan diri. “O, iya, saya Ratih” jawabku dingin saja lalu mengikuti Firman yang sudah dikirim wajah, identitas dan semua informasi tentang dia dari ayahku. Kami naik bis antarkota. Saat perjalanan itulah aku tahu kenapa ayahku selalu bilang “Firman itu bukan lelaki biasa seperti dugaanmu!”. Ya, aku kira dalam bis dia akan duduk di sampingku, meneruskan perkenalan kami, berbincang ini itu, sedikit bercanda untuk memikatku, dan diam-diam memperhatikan aku ketika aku diam. Namun, aku salah. Di bis dia duduk di kursi yang ada di sisi lain dariku walaupun dia membawa koperku. Selama perjalanan kami hanya berbicara 3 kali. Saat pertama bertemu untuk saling memastikan bahwa aku adalah Ratih dan dia adalah Firman, saat akan naik bis ketika dia mempersilakan aku masuk duluan, dan saat bis akan berhenti ketika dia menyuruhku bersiap-siap. Apa yang aku bayangkan bahwa pasti dia memperhatikanku diam-diam sama sekali meleset karena aku melihatnya tidur selama dalam perjalanan. 
Lelaki Sore karya Rinna R.
Nilai moral yang patut diteladani dari cerpen tersebut adalah ….
Di Jakarta—ungkap lik War—jam ada di mana-mana. Di pagar rumah, di pintu halaman, di dinding di samping kiri atau kanan pintu masuk dekat bel, di dinding dan kursi-kursi dan meja di ruang tamu, di ruang tengah yang merangkap ruang keluarga, di layar TV dan monitor komputer, di meja makan dan terutama pada piring dan gelas minum, di pintu, di dinding, di ranjang dan bantal kamar tidur, di dapur, di bak air dan di gayung kamar mandi. Di jalanan, di mobil, di motor, di bundaran lampu lalu lintas, dan di kemengangaan mulut, di juluran lidah dan di untang-unting tenggorokan ketika orang-orang bercakap-cakap dan berteriak.
Langgam Urbana karya Beni Setya
Nilai budaya kota Jakarta yang nampak pada kutipan cerpen di atas yaitu ....
Lima bulan pertama Nining tak terima gaji. Katanya harus diserahkan pada agen sebagai ganti biaya perjalanan. Tengah tahun baru bisa kirim uang. Tahun kedua Nining pulang untuk renovasi rumah dan membeli tiga petak sawah. Pengganti sawah Abah, katanya. Tiga bulan kemudian berangkat lagi setelah membantu Ambu buka warung sembako di samping rumah.
Siit Uncuwing karya Rieke Diah Pitaloka
Kebiasaan yang sering dilakukan Tenaga Kerja Wanita Indonesia berdasarkan penggalan cerpen di atas yaitu ....
Air banjir setinggi satu setengah sampai dua meter mengganyang seluruh kawasan yang sangat luas, sawah-sawah yang siap panen, perumahan, perkebunan, tambak, kolam ikan, dan pertokoan, meliputi kota-kota Demak, Kudus, Rembang, Pati, Jepara, Juwana, Tuban. Tapi, apa Kiai Zaman sendiri tidak repot? Beliau tentu juga sangat dibutuhkan oleh pesantrennya yang juga dilanda banjir.
Pantura karya Danarto
Permasalahan sosial berdasarkan penggalan cerpen di atas adalah ....
(1) Semrawut kota semakin bising. (1) Suasana mendesing bunyi gasing. (2) Kepala berputar kerna pusing. (3) Di jalan-jalan Jakarta tak ada tempat untuk kencing. (4) Dihardik satpam jadi emping, bagai Jacky Chan melenting. (5) Semua pertanyaan lompat bajing, mencari kekal pada dinding. (6) Lonceng kota berdentang dua kali, mengucap salam pada metromini. (7) Lamat-lamat ditelan mall yang bernyanyi. (8) Seolah metropol miliknya sendiri. (9) Hitam kayak pantat kuali. (10) Legam persis malam mati. (11) Lari! Lari! Tekuk dan telan kota, atau kota ditekuk dan ditelan orang lain. (12) Jangan ketinggalan. (13) Jangan pernah mau mengalah. (14) Jangan pernah kalah. (15) Tempeleng orang lain sebelum ditempeleng orang lain. (16) Jakarta sudah lama bilang ogah. (17) Tidak seramah abah dan babah semasa zaman misai jepaprah.
Jantung Hati karya Danarto
Berikut ini gambaran nilai moral berdasarkan kutipan cerpen di atas, yaitu ….
Semuanya tertawa. Kakek terbatuk-batuk lagi. 
”Odette atau Odille, saya sih, cocok-cocok saja,” tukas Kakek. 
”Apa, sih, yang ndak cocok bagi kamu,” tukas Nenek. 
Semua tertawa. 
”Tapi, saya tidak setuju dengan kostum para penarinya,” kata Kakek. 
”Lho, memangnya kenapa?” tanya Zahra. 
”Itu kan mengumbar aurat,” sambung Kakek. 
”Aurat yang mana?” tukas Zahra. ”Semuanya kan tertutup rapat.” 
”Tapi kesan telanjangnya kan jelas.” 
”Kesan. Kesan. Aduh, Eyang. Jika kita bicara soal kesan, semuanya terkesan jelek.” 
”Jangan begitu,” sanggah Kakek. ”Saya sungguh risi dengan kostumnya.” 
”Rasa risi tidak relevan dengan Swan Lake, Eyang.” 
”Jangan begitu,” sergah Kakek lagi. ”Saya serius. Melihat kostumnya, pertunjukan itu harusnya disensor.” 
”Eyang kok tiba-tiba jadi diktator,” tukas Zahra. ”Itulah kostum yang paling pas untuk lakon ”Swan Lake”.” 
”Wah, bubar, deh, peradaban.” 
”Wah, wah, wah, Eyang ini gimana, sih. Habis jadi diktator, mendadak berubah jadi filosof.” 
”Eyang yang kasmaran, kok yang disalahin balerinanya.” 
Semuanya tertawa, kecuali Kakek. 
Telaga Angsa karya Danarto
Nilai moral tokoh Kakek menurut cuplikan cerpen di atas adalah ....

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel