Contoh Soal Nilai Sosial Masyarakat dalam Cerpen

Contoh Soal Nilai Sosial Masyarakat dalam CerpenCerita pendek (cerpen) adalah salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa. Cerpen memiliki isi cerita yang lebih pendek daripada novel atau roman. Panjangnya tidak lebih dari 10.000 kata sehingga muncul anggapan bahwa cerpen dapat habis dibaca dalam satu kali duduk. Cerpen memiliki alur tunggal, yaitu rangkaian peristiwa di dalamnya cenderung sederhana, tidak memiliki konflik yang banyak, serta konflik di dalamnya tidak menyebabkan perubahan nasib pada tokohnya.
      Sebagai suatu karya sastra, cerpen tersusun atas beragam unsur pembangun, baik dari dalam cerpen itu sendiri (intrinsik) maupun dari luar cerpen (ekstrinsik). Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur di luar cerpen yang mempengaruhi cerita dalam cerpen tersebut. Unsur ekstrinsik cerpen antara lain sebagai berikut.
1. Biografi pengarang
      Biografi pengarang adalah latar belakang hidup pengarang cerpen. Kehidupan pengarang akan berpengaruh pada cerpen yang dia tulis. Biografi pengarang mencakup daerah asal pengarang, kehidupan keluarga, agama, pandangan hidup, profesi, dan segala hal yang berkaitan dengan kehidupan pengarang.
2. Kondisi masyarakat
      Kondisi masyarakat adalah keadaan masyarakat setempat saat cerpen ditulis oleh pengarang. Kondisi masyarakat yang disebabkan banyak faktor, seperti kondisi sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya, akan mempengaruhi cerita yang ditulis oleh seorang pengarang novel.
3. Nilai-nilai dalam cerita
      Nilai-nilai cerita adalah nilai-nilai yang disisipkan pengarang novel dalam karya yang ditulisnya. Nilai-nilai cerita mencakup berbagai aspek, yaitu moral, sosial, budaya, agama, politik, ekonomi, seni, dan lain-lain.
      Salah satu di antara unsur ekstrinsik tersebut, nilai sosial masyarakat seringkali ditemukan dalam sebuah cerpen. Cerpen yang memiliki nilai sosial masyarakat umumnya berisi tentang kehidupan sehari-hari yang menggambarkan perilaku masyarakat dengan segala masalah hidup yang dialaminya. Melalui gambaran tersebut, diharapkan pembaca dapat menemukan nilai-nilai yang dapat dipetik sebagai pelajaran dalam kehidupan nyata.
      Nilai sosial masyarakat dalam cerpen pada umumnya terwujud dalam beberapa bentuk berikut.
  1. Strata sosial, yaitu perbedaan status atau kelas sosial dalam masyarakat, misalnya perbedaan golongan kaya dengan miskin, terdidik dengan tak berpendidikan, atau terhormat dengan tercela;
  2. Perilaku sosial, yaitu watak, sikap, adat, dan kebiasaan sekelompok orang dalam suatu masyarakat;
  3. Ajaran sosial, yaitu nilai moral yang menjadi landasan hidup sekelompok masyarakat sehingga dapat dijadikan teladan yang baik.
      Langkah-langkah menentukan nilai sosial masyarakat dalam cerpen adalah sebagai berikut.
  1. Membaca keseluruhan isi cerpen secara saksama;
  2. Menandai setiap cerita, peristiwa, dan dialog yang menunjukkan adanya strata sosial, perilaku sosial, atau ajaran sosial;
  3. Menentukan nilai sosial masyarakat berdasarkan cerita, peristiwa, dan dialog yang telah ditandai sebelumnya;
  4. Menyimpulkan nilai sosial masyarakat yang dikandung cerpen secara keseluruhan.
Sebagai contoh, perhatikan cerpen berikut ini!

      Setelah dibaca secara saksama, maka dapat dilihat bahwa cerpen tersebut mengandung nilai-nilai sosial masyarakat. Pertama, masalah strata sosial. Di dalam cerpen tersebut, tidak adanya masalah perbedaan status atau kelas di dalam masyarakat. Masyarakat sekitar tempat Mbah Tejo tinggal adalah masyarakat yang egaliter, yaitu tidak memandang adanya perbedaan status. Mereka berbaur satu sama lain, hidup berdampingan dengan tetangga lainnya meski hidup dalam kemiskinan.
      Kedua, perilaku sosial. Masyarakat Kampung Busur adalah masyarakat yang memiliki nilai sosial tinggi. Mereka peduli pada sesama tetangga. Hal tersebut dibuktikan dengan kecurigaan Warjiman dan masyarakat lain saat Mbah Tejo tidak tampak di pekuburan tempatnya bekerja. Karena curiga, Warjiman memeriksa rumah Mbah Tejo dan menemukan Mbah Tejo tampak meratapi jenazah istrinya. Kecurigaan tersebut merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama. Begitu pula saat Mbah Marti hendak dikebumikan, masyarakat bahu-membahu membantu proses penguburan.
      Ketiga, ajaran sosial. Dari cerpen tersebut, dapat diambil beberapa pelajaran bagi pembaca, khususnya berkaitan dengan nilai moral yang dapat dijadikan landasan hidup. Ajaran sosial tersebut antara lain hidup bergotong royong dan saling membantu sebagaimana diperlihatkan oleh masyarakat Kampung Busur yang bahu-membahu membantu proses penguburan Mbah Marti.

Poin Penting

  1. Cerita pendek (cerpen) adalah karangan pendek yang berbentuk prosa;
  2. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur di luar cerpen yang mempengaruhi cerita dalam cerpen tersebut.
  3. Nilai sosial masyarakat merupakan salah satu unsur ekstrinsik cerpen yang terwujud dalam berbagai bentuk, yaitu strata sosial, perilaku sosial, dan ajaran sosial.

Contoh Soal Nilai Sosial Masyarakat dalam Cerpen



Perhatikan cuplikan cerpen berikut ini!
Raden Makmur terkejut seketika. Ia dituduh sebagai pelaku pencurian tali pocong di pemakaman umum Dusun Haur Jambu. Tuduhan itu disampaikan massa yang berdemo di depan rumahnya sejak kemarin pagi.
“Pak Mandor, saya heran, sebetulnya kurang apa saya mengabdi pada dusun ini. Bukankah separuh harta saya sudah saya keluarkan untuk membiayai masyarakat di sini termasuk pembangunan WC umum!” Katanya dengan nada emosi lewat telepon seluler.
“Tapi, Pak Raden, saya sebetulnya masih tak percaya. Cuma selaku Mandor, saya wajib mengamankan dusun ini, Pak, dari tindak anarkis. Saya gak tahu, kenapa massa tiba-tiba mendemo Pak Raden,” seloroh Mandor Makmun dengan perasaan was-was, takut posisi terelit di dusun Haurjambu lepas dari namanya.
Kini, posisi Raden Makmur semakin terdesak. Ia terkurung di dalam rumahnya bersama delapan pembantunya. Massa masih berdiam di luar rumahnya yang paling mewah dan mencolok di Dusun Haurjambu.
Demonstrasi dipimpin oleh Munandar, tokoh muda dusun yang berpengaruh di hampir semua RW, kecuali RW 4 tempat Raden Makmur tinggal. Munandar mengaku menemukan bukti dan saksi yang melihat langsung kejadian. Menurut saksi, orang yang menyusup masuk ke pemakaman dan mengambil tali pocong jenazah yang matinya masih dalam keadaan gadis adalah Saepi, pembantu sekaligus kaki tangan Raden Makmur. Otomatis, masyarakat menuduh Saepi telah disuruh oleh majikannya.
Masyarakat juga menduga, tali pocong itu digunakan untuk ilmu hitam karena Raden Makmur yang menduda lima kali ini semakin hari kian kaya raya. Setiap hari selalu ada yang baru. Mobil, motor, atau tanah di kampung sebelah selalu saja ada yang dibeli tiap harinya. Ada juga yang menduga, tali pocong itu dicuri dengan harapan Raden Makmur bisa kembali menikahi seorang gadis—seperti selama ini terjadi—meskipun akhirnya ia bercerai sebelum memiliki anak.
Masalah sosial pada cuplikan cerpen di atas adalah ....
Perhatikan cuplikan cerpen berikut ini!
Raden Makmur terkejut seketika. Ia dituduh sebagai pelaku pencurian tali pocong di pemakaman umum Dusun Haur Jambu. Tuduhan itu disampaikan massa yang berdemo di depan rumahnya sejak kemarin pagi.
“Pak Mandor, saya heran, sebetulnya kurang apa saya mengabdi pada dusun ini. Bukankah separuh harta saya sudah saya keluarkan untuk membiayai masyarakat di sini termasuk pembangunan WC umum!” Katanya dengan nada emosi lewat telepon seluler.
“Tapi, Pak Raden, saya sebetulnya masih tak percaya. Cuma selaku Mandor, saya wajib mengamankan dusun ini, Pak, dari tindak anarkis. Saya gak tahu, kenapa massa tiba-tiba mendemo Pak Raden,” seloroh Mandor Makmun dengan perasaan was-was, takut posisi terelit di dusun Haurjambu lepas dari namanya.
Kini, posisi Raden Makmur semakin terdesak. Ia terkurung di dalam rumahnya bersama delapan pembantunya. Massa masih berdiam di luar rumahnya yang paling mewah dan mencolok di Dusun Haurjambu.
Demonstrasi dipimpin oleh Munandar, tokoh muda dusun yang berpengaruh di hampir semua RW, kecuali RW 4 tempat Raden Makmur tinggal. Munandar mengaku menemukan bukti dan saksi yang melihat langsung kejadian. Menurut saksi, orang yang menyusup masuk ke pemakaman dan mengambil tali pocong jenazah yang matinya masih dalam keadaan gadis adalah Saepi, pembantu sekaligus kaki tangan Raden Makmur. Otomatis, masyarakat menuduh Saepi telah disuruh oleh majikannya.
Masyarakat juga menduga, tali pocong itu digunakan untuk ilmu hitam karena Raden Makmur yang menduda lima kali ini semakin hari kian kaya raya. Setiap hari selalu ada yang baru. Mobil, motor, atau tanah di kampung sebelah selalu saja ada yang dibeli tiap harinya. Ada juga yang menduga, tali pocong itu dicuri dengan harapan Raden Makmur bisa kembali menikahi seorang gadis—seperti selama ini terjadi—meskipun akhirnya ia bercerai sebelum memiliki anak.
Perilaku masyarakat pada cuplikan cerpen di atas adalah ....
Perhatikan cuplikan cerpen berikut ini!
Beberapa saat kemudian, Komar tak tahan dengan kebisuan dan memulai percakapan dengan nada bijaksana. Ringan saja kata-katanya, seolah sedang memberi nasihat pada murid-muridnya di sekolahan.
“Bagiku tak sulit mengenali kematiannya. Manusia bisa dilihat di akhir hayatnya. Karena sebaik-baiknya kematian adalah khusnul khatimah. Dan kematiannya menunjukkan hal itu. Ia dipanggil Tuhan saat sedang sujud di atas sajadah. Saat ia pasrah dan ikhlas jiwa raga melakukan kehendak-Nya. Keindahan apalagi selain dipeluk Kekasih saat kita ingin memeluk-Nya.”
“Tapi… bagaimana kalau ternyata dia itu seorang koruptor kelas kakap?” jawab Syamsu singkat.
“Koruptor atau bukan, kita ndak tahu. Karena ia tidak termasuk dalam DPO, tidak terdaftar sebagai DOT, belum pernah disidik oleh KPK, dan tidak bermewah-mewah dalam hidupnya. Orang tua yang meninggal itu bukan juga pensiunan pejabat negara, apalagi pernah menjadi ketua partai politik. Yang jelas orang kampung itu tahu bahwa ia telah mewakafkan sebagian dari tanahnya untuk membangun sekolah meski hanya untuk sekolah taman kanak-kanak.”
("Kamar Dua Belas", Abidah el-Khalieqy)
Ajaran sosial yang dapat diambil dari kutipan cerpen di atas adalah ....
Perhatikan cuplikan cerpen berikut ini!
Seolah, selama setahun disembunyikan dan hanya digelontorkan saat Ramadhan, kolak melimpah ruah sepanjang hari-hari puasa. Meskipun misterius, kurma yang mendadak melimpah di swalayan modern hingga pasar tradisional masih masuk nalar. Meski bermula dari Tanah Persia, nyatanya sebulan menjelang puasa hingga pasca- Lebaran kurma mudah sekali ditemukan. Bersama hadis cara Nabi berbuka, buah pokok Phoenix dactylifera lantas mendunia. Lantas, bagaimana dengan kolak? Tak ada ulama, kiai, ustaz, atau wali menyahihkan bahwa kolak kudapan khusus saat Ramadhan. Tapi, semua seperti sepakat kolak hanya enak dimakan saat buka puasa. 
Pun, di meja makanku. Sejak hari pertama Ramadhan, menu kolak selalu hadir menyapa kehampaan perut setelah seharian menahan lengang lapar dan gersang dahaga.
“Bisa-bisa, Lebaran nanti aku kena diabetes,” sindirku. Indit menuang sambal kacang dan sambal kecap di mangkuk terpisah untuk pelengkap satai ayam dan satai kambing. Senyumnya mengembang rembulan tanggal lima. Tipis, manis, dan meruntuhkan segala jenis pitam.
(“Kolak”, Teguh Affandi)
Nilai sosial masyarakat yang muncul pada cuplikan cerpen di atas adalah ....
Perhatikan cuplikan cerpen berikut ini!
Memang, beberapa hari belakangan Haji Jamal tidak kelihatan ikut shalat magrib dan subuh berjamaah di masjid. Biasanya, kalau Wen duluan datang ke masjid, ia mendatangi dan menyalami Wen. Gampang menandainya, karena kebiasaan Haji Jamal memakai peci hitam bersulam benang emas, seperti biasa dipakai engku-engku datuk di tanah Minang serta berbaju koko berenda-renda. Hanya dia yang memakai peci seperti itu. Selain itu, Haji Jamal selalu memakai parfum khas Arab tiap datang ke masjid. Wen suka shalat di samping dia, ketimbang di samping Bang Malo, penjual ayam potong, berkumis ubanan yang bau tembakau dan apak asap rokok. Wen juga tidak suka shalat di samping lelaki muda penjual pulsa telepon yang kebiasaannya tiap sebentar mendehem dan sendawa seperti habis menegak tuak meski sedang shalat.
Haji Jamal orang baik, setidaknya di mata Wen. Dia selalu memberi kabar bahwa dia sudah baca tulisan Wen di koran lokal dan dia senang, lalu menyalami Wen. Tempo-tempo Wen menulis kolom dan kadang-kadang menulis komentar. Sejak Wen pensiun, Wen semakin gencar menulis untuk koran lokal, sekadar untuk menangkal atau menunda datangnya pikun, andaikata usia Wen dipanjangkan Allah. Kata orang, kalau usia senja tidak dibarengi dengan kegiatan membaca, kalau dapat sekalian menulis, bakal cepat pikun. Sejak muda Wen memang terbiasa menulis di koran-koran lokal sekadar menyalurkan hobi. Hobi itulah yang dilanjutkannya lagi setelah pensiun.
(“Cincin Akik di Kamar Mandi”, Harris Effendi Tahar)
Ajaran sosial yang ditunjukkan cuplikan cerpen di atas adalah sebagai berikut, kecuali ....
Perhatikan cuplikan cerpen berikut ini!
Memang, beberapa hari belakangan Haji Jamal tidak kelihatan ikut shalat magrib dan subuh berjamaah di masjid. Biasanya, kalau Wen duluan datang ke masjid, ia mendatangi dan menyalami Wen. Gampang menandainya, karena kebiasaan Haji Jamal memakai peci hitam bersulam benang emas, seperti biasa dipakai engku-engku datuk di tanah Minang serta berbaju koko berenda-renda. Hanya dia yang memakai peci seperti itu. Selain itu, Haji Jamal selalu memakai parfum khas Arab tiap datang ke masjid. Wen suka shalat di samping dia, ketimbang di samping Bang Malo, penjual ayam potong, berkumis ubanan yang bau tembakau dan apak asap rokok. Wen juga tidak suka shalat di samping lelaki muda penjual pulsa telepon yang kebiasaannya tiap sebentar mendehem dan sendawa seperti habis menegak tuak meski sedang shalat.
Haji Jamal orang baik, setidaknya di mata Wen. Dia selalu memberi kabar bahwa dia sudah baca tulisan Wen di koran lokal dan dia senang, lalu menyalami Wen. Tempo-tempo Wen menulis kolom dan kadang-kadang menulis komentar. Sejak Wen pensiun, Wen semakin gencar menulis untuk koran lokal, sekadar untuk menangkal atau menunda datangnya pikun, andaikata usia Wen dipanjangkan Allah. Kata orang, kalau usia senja tidak dibarengi dengan kegiatan membaca, kalau dapat sekalian menulis, bakal cepat pikun. Sejak muda Wen memang terbiasa menulis di koran-koran lokal sekadar menyalurkan hobi. Hobi itulah yang dilanjutkannya lagi setelah pensiun.
(“Cincin Akik di Kamar Mandi”, Harris Effendi Tahar)
Peristiwa yang merupakan kebiasaan masyarakat pada cuplikan cerpen di atas adalah ....
Perhatikan cuplikan cerpen berikut ini!
Ia masuk ke dalam ruangan itu, lalu duduk di depan sebuah meja bundar, di sebelah kanan pintu tempat tadi ia masuk.
“Tunggu sebentar ya, Pak,” kata orang yang mengantarkannya itu, lalu berjalan menuju sebuah ruangan dan berbicara dengan seorang petugas yang ada di dalamnya.
Tak lama kemudian seorang lelaki paruh baya menghampirinya. “Bisa baca tulis?” tanya petugas panti itu datar, matanya menatapnya tajam dengan sorot mata antara curiga dan kasihan.
“Bisa,” jawabnya pendek, tanpa membalas tatapan petugas itu. Dulu, ia sering merasa kesal dengan tatapan seperti itu, sebuah tatapan yang seolah menyepelekannya, atau merendahkan dirinya, atau mengasihaninya. Namun, kini ia tak lagi mempedulikannya.
Petugas itu menghilang sejenak ke dalam sebuah ruangan, lalu kembali lagi dengan membawa sebuah map biru tua dan menyerahkannya kepadanya. “Mohon segera diisi, lalu taruh di keranjang kotak di depan ruangan itu,” kata petugas itu sambil menunjuk ruangan di sebelah kiri yang tadi dimasukinya.
(“Biodata”, Zaim Rofiqi)
Perbedaan strata sosial yang ditunjukkan dalam cuplikan cerpen di atas adalah ..
Perhatikan cuplikan cerpen berikut ini!
Di kampung ini, tak ada yang tak kenal Sangkan. Laki-laki berperawakan tinggi, bertubuh kurus, wajah tirus dengan tulang pipi keras itu memang membuat gentar setiap orang. Matanya sama sekali tak enak saat bertatapan dengannya. Mata yang tak teduh, yang kadang redup karena minuman keras yang merasuk ke tubuhnya, terkadang garang karena amarah.
Sangkan gemar membuat keonaran. Setiap hari pekerjaannya keliling pasar mengambil paksa dagangan orang untuk memenuhi keperluan dapurnya. Pekerjaan resminya menjaga parkir sepeda di atas lahan warisan, di depan pasar dengan tarif harga pas. Artinya, tak melayani kembalian. Berapa pun uangnya tak akan ia kembalikan kelebihannya.
Itu pula yang membuat orang-orang menggerutu karena lupa menukar uang receh terlebih dahulu. Jika ada yang meminta uang kembalian, cukup dengan mendelikkan matanya saja orang sudah bergidik tengkuknya, untuk kemudian memutar balik sepedanya. Toh, demikian tak ada pilihan bagi para pelanggan Sangkan. Di pasar itu hanya tanah dia yang masih kosong. Tanah kosong di sekitar pasar sudah berubah wujud jadi kios-kios dan deretan ruko.
(“Sangkan”, Dianing Widya)
Masalah sosial pada cuplikan cerpen di atas adalah ....
Perhatikan cuplikan cerpen berikut ini!
Di kampung ini, tak ada yang tak kenal Sangkan. Laki-laki berperawakan tinggi, bertubuh kurus, wajah tirus dengan tulang pipi keras itu memang membuat gentar setiap orang. Matanya sama sekali tak enak saat bertatapan dengannya. Mata yang tak teduh, yang kadang redup karena minuman keras yang merasuk ke tubuhnya, terkadang garang karena amarah.
Sangkan gemar membuat keonaran. Setiap hari pekerjaannya keliling pasar mengambil paksa dagangan orang untuk memenuhi keperluan dapurnya. Pekerjaan resminya menjaga parkir sepeda di atas lahan warisan, di depan pasar dengan tarif harga pas. Artinya, tak melayani kembalian. Berapa pun uangnya tak akan ia kembalikan kelebihannya.
Itu pula yang membuat orang-orang menggerutu karena lupa menukar uang receh terlebih dahulu. Jika ada yang meminta uang kembalian, cukup dengan mendelikkan matanya saja orang sudah bergidik tengkuknya, untuk kemudian memutar balik sepedanya. Toh, demikian tak ada pilihan bagi para pelanggan Sangkan. Di pasar itu hanya tanah dia yang masih kosong. Tanah kosong di sekitar pasar sudah berubah wujud jadi kios-kios dan deretan ruko.
(“Sangkan”, Dianing Widya)
Ajaran sosial yang dapat dipetik dari cuplikan cerpen tersebut ....

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel