Contoh Soal Karakteristik Angkatan Balai Pustaka
Contoh Soal Karakteristik Angkatan Balai Pustaka - Apakah kalian pernah menonton film "Siti Nurbaya" atau sering mendengar istilah "Aku bukan Siti Nurbaya" yang dikaitkan dengan perjodohan? Siti Nurbaya adalah roman karya Marah Rusli, penyair Indonesia. Beliau dikenal sebagai penyair Angkatan Balai Pustaka. Nah, pada topik kali ini, kalian akan diajak mengetahui lebih banyak lagi tentang Angkatan Balai Pustaka.
Bertolak dari hal-hal tersebut di atas, karakteristik sastra Angkatan Balai Pustaka adalah sebagai berikut.
(1) Bahasa sastra adalah bahasa Indonesia masa permulaan perkembangan, yang disebut bahasa Melayu Umum;
(2) Sastra Balai Pustaka umumnya bertema masalah kawin paksa atau tema adat masyarakat (terutama kaum ibu) beranggapan bahwa perkawinan urusan orang tua. Orang tua memiliki kekuasaan mutlak dalam menentukan jodoh anaknya.
(3). Latar belakang sosial karyanya berupa pertentangan kaum muda dan kaum tua dalam hal adat istiadat. Contohnya, Salah Asuhan.
(4). Tokoh dalam roman/novelnya masih bersifat kedaerahan, belum kukuhnya nasionalisme.
(5). Bersifat didaktis.
(6). Genre sastra berbentuk novel atau roman, puisi masih berbentuk pantun dan syair.
”Yang paling ibu sukai, sudahlah ibu katakan dahulu. Tidak
lain hanyalah Rapiah, anak kakak kandung ibu. Yang seibu sebapa
dengan ibu hanya Sutan Batuah, guru kepala di Bonjol. Bukan
sebuah-sebuah kebaikannya, jika engkau memulangi Rapiah.
Pertama, adalah menurut sepanjang adat, bila engkau memulangi
anak mamakmu. Kedua, rupa Rapiah pun dikatakan tidak buruk.
Ketiga, sekolahnya cukup, tamat HIS. Keempat, ia diasuh baikbaik
oleh orang tuanya. Lepas dari sekolah ia dipingit, lalu diajar
ke dapur, menjahit, dan merenda. Kelima perangainya baik, hati
tulus, dan sabar. Keenam – ah, banyak lagi kebaikannya, Hanafi.
. . . .
Dikutip dari Salah Asuhan, Abdoel Moeis, Balai
Pustaka, Jakarta, 1987
Bukankah telah kukatakan dalam pepatah: Malang tak dapat
ditolak, mujur tak dapat diraih? Bukankah setahun telah engkau
ketahui untungku, karena engkau telah mendapat mimpi tentang
nasibku itu?
. . . .
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah
Rusli, Balai Pustaka, Jakarta, 1988
Asal Mula Berdirinya Balai Pustaka
Pada akhir abad ke-19 pemerintah banyak membuka sekolah bumi putra, dengan tujuan untuk mendidik pegawai-pegawai rendahan yang dibutuhkan oleh pemerintah Belanda. Akan tetapi, sekolah-sekolah yang tidak diharapkan akan tumbuh dan berkembang, justru berkembang makin pesat, banyak masyarakat yang pandai membaca dan menulis. Melihat minat masyarakat yang pesat dalam hal membaca, maka pemerintah Belanda merasa khawatir jika rakyat sempat membaca buku-buku dari luar negeri. Oleh karena itu, pemerintah Belanda kemudian membentuk sebuah komisi yang diberi nama Commissie Voor de Inlandsche School en Volksslectuur (Komisi untuk Bacaan Rakyat dan Sekolah-Sekolah Bumi Putra). Komisi ini dibentuk pada tanggal 14 September 1908 di bawah pimpinan Dr. G.A.J. Hazeu. Pada tahun 1917 namanya diganti menjadi Balai Pustaka, dan Balai Pustaka kemudian berkembang dengan pesat.
Adapun hal-hal yang diusahakan oleh Balai Pustaka adalah sebagai berikut.
1) Membukukan cerita-cerita rakyat atau dongeng-dongeng yang tersebar di kalangan rakyat. Jika tidak dibukukan, lama-kelamaan akan hilang.
2) Menerjemahkan sastra Eropa yang bermutu dipandang dari segi sastra. Dengan demikian, kita juga dapat berkenalan dengan kesusastraan asing.
3) Menerbitkan buku-buku bacaan sehat bagi rakyat Indonesia, juga buku-buku yang dapat menambah pengetahuan dan kecerdasan rakyat. Misalnya, buku-buku yang berisi petunjuk bagaimana menjaga kesehatan, cara bercocok tanam, beternak, dan sebagainya.
Bagi perkembangan kesusastraan Indonesia, berdirinya Balai Pustaka memberikan kesempatan dan kemungkinan kepada rakyat Indonesia untuk berkarya sekaligus memperoleh bacaan sehat. Balai Pustaka telah memberikan dorongan maju dalam bidang karang mengarang atau tulis-menulis. Dari sinilah kemudian muncul pengarang-pengarang yang kemudian kita kenal sebagai pelopor Angkatan Balai Pustaka, seperti Nur Sutan Iskandar, Marah Rusli, Abdul Muis dan sebagainya.
Adapun hal-hal yang diusahakan oleh Balai Pustaka adalah sebagai berikut.
1) Membukukan cerita-cerita rakyat atau dongeng-dongeng yang tersebar di kalangan rakyat. Jika tidak dibukukan, lama-kelamaan akan hilang.
2) Menerjemahkan sastra Eropa yang bermutu dipandang dari segi sastra. Dengan demikian, kita juga dapat berkenalan dengan kesusastraan asing.
3) Menerbitkan buku-buku bacaan sehat bagi rakyat Indonesia, juga buku-buku yang dapat menambah pengetahuan dan kecerdasan rakyat. Misalnya, buku-buku yang berisi petunjuk bagaimana menjaga kesehatan, cara bercocok tanam, beternak, dan sebagainya.
Bagi perkembangan kesusastraan Indonesia, berdirinya Balai Pustaka memberikan kesempatan dan kemungkinan kepada rakyat Indonesia untuk berkarya sekaligus memperoleh bacaan sehat. Balai Pustaka telah memberikan dorongan maju dalam bidang karang mengarang atau tulis-menulis. Dari sinilah kemudian muncul pengarang-pengarang yang kemudian kita kenal sebagai pelopor Angkatan Balai Pustaka, seperti Nur Sutan Iskandar, Marah Rusli, Abdul Muis dan sebagainya.
Karakteristik Sastra Balai Pustaka
Sastra Balai Pustaka lahir sekitar tahun 20-an, di mana kehidupan masyarakat kita dalam masa penjajahan. Di bawah penindasan kaum penjajah, masyarakat kita memiliki sikap, cita-cita, dan adat istiadat yang isinya memberontak. Hal tersebut disebabkan oleh dalam kehidupan mereka selalu diwarnai peristiwa-peristiwa sosial dan budaya yang sengaja diciptakan oleh pihak penjajah, yakni pemerintah Belanda. Hal inilah yang menjadi ciri atau karakteristik sastra pada masa itu. Umumnya karakteristik sastra suatu periode dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: (1) situasi dan kondisi masyarakat, (2) sikap hidup dan cita-cita para pengarang, dan (3) sikap dan persyaratan yang ditentukan oleh penguasa atau pemerintah.
Bertolak dari hal-hal tersebut di atas, karakteristik sastra Angkatan Balai Pustaka adalah sebagai berikut.
(1) Bahasa sastra adalah bahasa Indonesia masa permulaan perkembangan, yang disebut bahasa Melayu Umum;
(2) Sastra Balai Pustaka umumnya bertema masalah kawin paksa atau tema adat masyarakat (terutama kaum ibu) beranggapan bahwa perkawinan urusan orang tua. Orang tua memiliki kekuasaan mutlak dalam menentukan jodoh anaknya.
(3). Latar belakang sosial karyanya berupa pertentangan kaum muda dan kaum tua dalam hal adat istiadat. Contohnya, Salah Asuhan.
(4). Tokoh dalam roman/novelnya masih bersifat kedaerahan, belum kukuhnya nasionalisme.
(5). Bersifat didaktis.
(6). Genre sastra berbentuk novel atau roman, puisi masih berbentuk pantun dan syair.
Poin Penting
Angkatan Balai Pustaka dikenal sebagai angkatan pembangkit karena lahir pada masa kebangkitan sastra yaitu tahun 1920.
S1
Mariamin menikah dengan Kasibun, laki-laki kaya yang sudah beristri. Dia menikah dengan laki-laki pilihan ayahnya. ternyata pernikahannya tidak bahagia. Mariamin hidupnya tambah sengsara. Akhirnya Mariamin meninggal.
Merari Siregar - Azab dan Sengsara
Merari Siregar - Azab dan Sengsara
Karakteristik yang menonjol pada kutipan roman di atas adalah ....
S2
”Yang paling ibu sukai, sudahlah ibu katakan dahulu. Tidak
lain hanyalah Rapiah, anak kakak kandung ibu. Yang seibu sebapa
dengan ibu hanya Sutan Batuah, guru kepala di Bonjol. Bukan
sebuah-sebuah kebaikannya, jika engkau memulangi Rapiah.
Pertama, adalah menurut sepanjang adat, bila engkau memulangi
anak mamakmu. Kedua, rupa Rapiah pun dikatakan tidak buruk.
Ketiga, sekolahnya cukup, tamat HIS. Keempat, ia diasuh baikbaik
oleh orang tuanya. Lepas dari sekolah ia dipingit, lalu diajar
ke dapur, menjahit, dan merenda. Kelima perangainya baik, hati
tulus, dan sabar. Keenam – ah, banyak lagi kebaikannya, Hanafi.
. . . .
Dikutip dari Salah Asuhan, Abdoel Moeis, Balai
Pustaka, Jakarta, 1987
Karakteristik Angkatan Balai Pustaka yang menonjol pada kutipan cerita di atas adalah ....
S3
Balai Pustaka juga menerjemahkan sastra asing dari Eropa dengan tujuan untuk ….
S4
Berikut adalah karya Abdul Muis, yaitu ....
S5
Samsulbahri yang berada di Jakata mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya, terlebih karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib yang dialami keluarganya.
Pada suatu hari ketika Samsulbahri dalam liburan kembali ke Padang, ia dapat bertemu empat mata dengan Siti Nurbaya yang telah resmi menjadi istri Datuk Maringgih. Pertemuan itu diketahui oleh Datuk Maringgih sehingga terjadi keributan. Teriakan Siti Nurbaya terdengar oleh ayahnya yang tengah terbaring karena sakit keras. Baginda Sulaiman berusaha bangkit, tetapi akhirnya jatuh tersungkur dan menghembuskan napas terakhir.
Pada suatu hari ketika Samsulbahri dalam liburan kembali ke Padang, ia dapat bertemu empat mata dengan Siti Nurbaya yang telah resmi menjadi istri Datuk Maringgih. Pertemuan itu diketahui oleh Datuk Maringgih sehingga terjadi keributan. Teriakan Siti Nurbaya terdengar oleh ayahnya yang tengah terbaring karena sakit keras. Baginda Sulaiman berusaha bangkit, tetapi akhirnya jatuh tersungkur dan menghembuskan napas terakhir.
Setting tempat kejadian cerita tersebut berada di ….
S6
Ibunya meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, maka bisa dikatakan itulah titik awal penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa dan mengerti cinta ia hanya hidup bersama Baginda Sulaiman, ayah yang sangat disayanginya. Ayahnya adalah seorang pedagang yang terkemuka di kota Padang. Sebagian modal usahanya merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.
Pada mulanya usaha perdagangan Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda Sulaiman. Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih. Dan inilah kesempatan yang dinanti-nantikannya. Datuk Maringgih mendesak Baginda Sulaiman yang sudah tak berdaya agar melunasi semua hutangnya. Boleh hutang tersebut dapat dianggap lunas, asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya, puterinya, kepada Datuk Maringgih.
Pada mulanya usaha perdagangan Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda Sulaiman. Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih. Dan inilah kesempatan yang dinanti-nantikannya. Datuk Maringgih mendesak Baginda Sulaiman yang sudah tak berdaya agar melunasi semua hutangnya. Boleh hutang tersebut dapat dianggap lunas, asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya, puterinya, kepada Datuk Maringgih.
Amanat yang terdapat pada penggalan roman Siti Nurbaya adalah ….
S7
Ibunya meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, maka bisa dikatakan itulah titik awal penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa dan mengerti cinta ia hanya hidup bersama Baginda Sulaiman, ayah yang sangat disayanginya. Ayahnya adalah seorang pedagang yang terkemuka di kota Padang. Sebagian modal usahanya merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.
Pada mulanya usaha perdagangan Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda Sulaiman. Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih. Dan inilah kesempatan yang dinanti-nantikannya. Datuk Maringgih mendesak Baginda Sulaiman yang sudah tak berdaya agar melunasi semua hutangnya. Boleh hutang tersebut dapat dianggap lunas, asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya, puterinya, kepada Datuk Maringgih.
Pada mulanya usaha perdagangan Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda Sulaiman. Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih. Dan inilah kesempatan yang dinanti-nantikannya. Datuk Maringgih mendesak Baginda Sulaiman yang sudah tak berdaya agar melunasi semua hutangnya. Boleh hutang tersebut dapat dianggap lunas, asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya, puterinya, kepada Datuk Maringgih.
Watak Datuk Maringgih dalam cerita tersebut adalah ....
S8
Roman yang bukan berisi pertentangan dan kawin paksa terdapat pada roman ….
S9
Berikut adalah karya yang tidak termasuk karya sastra Angkatan Balai Pustaka adalah ….
S10
Bukankah telah kukatakan dalam pepatah: Malang tak dapat
ditolak, mujur tak dapat diraih? Bukankah setahun telah engkau
ketahui untungku, karena engkau telah mendapat mimpi tentang
nasibku itu?
. . . .
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah
Rusli, Balai Pustaka, Jakarta, 1988
Berdasarkan cuplikan cerita di atas, karakteristik yang paling menonjol adalah ....